zORB44u1Y5Szogk9hvRg5anbZDydcDDjseaSpgOw

Pajak Atas Penghasilan Bunga


Menurut Karl dan Fair (2001:635) suku bunga adalah pembayaran bunga tahunan dari suatu pinjaman, dalam bentuk persentase dari pinjaman yang diperoleh dari jumlah bunga yang diterima tiap tahun dibagi dengan jumlah pinjaman.[1]  Bunga juga disebutkan sebagai objek pajak dalam Undang-undang Pajak Penghasilan, yaitu dalam Pasal 4 ayat (1) huruf f. “Yang menjadi objek pajak adalah penghasilan, yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apa pun, termasuk: bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan pengembalian utang.


Sebagaimana yang kita ketahui, banyak sekali jenis-jenis penghasilan yang berbentuk bunga seperti premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan pengembalian utang yang disebutkan dengan jelas dalam Undang-undang Pajak Penghasilan. Banyaknya jenis penghasilan yang berbentuk bunga tersebut menyebabkan banyaknya perbedaan perlakuan perpajakan yaang dikenakan atas setiap jenis penghasilan yang berupa bunga tersebut. Secara umum, bunga yang merupakan objek Pajak Penghasilan disebutkan dalam Undang-undang Pajak Penghasilan Pasal 4 ayat (1) huruf f seperti yang telah disebutkan di atas. Dalam memori penjelasannya disebutkan bahwa dalam pengertian bunga termasuk pula premium, diskonto dan imbalan sehubungan dengan jaminan pengembalian utang. Premium terjadi apabila misalnya surat obligasi dijual di atas nilai nominalnya sedangkan diskonto terjadi apabila surat obligasi dibeli di bawah nilai nominalnya. Premium tersebut merupakan penghasilan bagi yang menerbitkan obligasi dan diskonto merupakan penghasilan bagi yang membeli obligasi.

Undang-undang Pajak Penghasilan Pasal 4 ayat (2) huruf a


Dalam Pasal 4 ayat (2) secara umum dijelaskan tentang penghasilan yang dikenai pajak bersifat final. Salah satu penghasilan yang dikenai pajak secara final seperti yang disebutkan dalam huruf a Pasal tersebut yaitu penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan lainnya, bunga obligasi dan surat utang negara, dan bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggota koperasi orang pribadi. Sesuai dengan ketentuan pada ayat (1), penghasilan-penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat ini merupakan objek pajak. Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan antara lain:
•    perlu adanya dorongan dalam rangka perkembangan investasi dan tabungan masyarakat;
•    kesederhanaan dalam pemungutan pajak;
•    berkurangnya beban administrasi baik bagi Wajib Pajak maupun Direktorat Jenderal Pajak;
•    pemerataan dalam pengenaan pajaknya; dan
•    memerhatikan perkembangan ekonomi dan moneter.
atas penghasilan-penghasilan tersebut perlu diberikan perlakuan tersendiri dalam pengenaan pajaknya.

Obligasi sebagaimana dimaksud pada ayat ini termasuk surat utang berjangka waktu lebih dari 12 (dua belas) bulan, seperti Medium Term Note, Floating Rate Note yang berjangka waktu lebih dari 12 (dua belas) bulan. Surat Utang Negara yang dimaksud pada ayat ini meliputi Obligasi Negara dan Surat Perbendaharaan Negara.

Perlakuan tersendiri dalam pengenaan pajak atas jenis penghasilan tersebut termasuk sifat, besarnya, dan tata cara pelaksanaan pembayaran, pemotongan, atau pemungutan diatur dengan Peraturan Pemerintah. Peraturan Pemerintah tersebut diantaranya sebagai berikut:

1. PP Nomor 27 tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan atas Diskonto Surat Perbendaharaan Negara

Dalam Peraturan Pemerintah tersebut dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan:
  1. Surat Utang Negara adalah surat berharga yang berupa surat pengakuan utang baik dalam mata uang rupiah maupun valuta asing yang dijamin pembayaran bunga dan pokoknya oleh Negara Republik Indonesia sesuai dengan masa berlakunya, yang terdiri atas Surat Perbendaharaan Negara dan Obligasi Negara. 
  2. Surat Perbendaharaan Negara yang selanjutnya disebut SPN adalah Surat Utang Negara yang berjangka waktu paling lama 12 (dua belas) bulan dengan pembayaran bunga secara diskonto. 
  3. Pasar Perdana adalah kegiatan penawaran dan penjualan Surat Utang Negara untuk pertama kali. 
  4. Pasar Sekunder adalah kegiatan perdagangan Surat Utang Negara yang telah dijual di Pasar Perdana. 
  5. Diskonto SPN adalah selisih lebih antara: 
  • nilai nominal pada saat jatuh tempo dengan harga perolehan di Pasar Perdana atau di Pasar Sekunder; atau
  •  harga jual di Pasar Sekunder dengan harga perolehan di Pasar Perdana atau di Pasar Sekunder,
tidak termasuk Pajak Penghasilan yang dipotong.

Dalam Peraturan Pemerintah ini diatur bahwa Atas penghasilan tertentu dari Wajib Pajak berupa Diskonto SPN dikenakan pemotongan Pajak Penghasilan yang bersifat final. Besarnya Pajak Penghasilan yang bersifat final tersebut adalah sebagai berikut dari Diskonto SPN:
  1. 20% (dua puluh persen), bagi Wajib Pajak dalam negeri dan Bentuk Usaha Tetap (BUT); dan 
  2. 20% (dua puluh persen) atau tarif sesuai ketentuan Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda (P3B) yang berlaku bagi Wajib Pajak penduduk/berkedudukan di luar negeri.

2. Berdasarkan PP Nomor 15 Tahun 2009 tentang Pajak Penghasilan yang Dibayarkan oleh Koperasi kepada Anggota Koperasi Orang Pribadi

Dalam Peraturan Pemerintah ini diatur bahwa penghasilan berupa bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi yang didirikan di Indonesia kepada anggota koperasi orang pribadi dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final.
Besarnya Pajak Penghasilan berupa bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi yang didirikan di Indonesia kepada anggota koperasi orang pribadi adalah: 
  1. 0% (nol persen) untuk penghasilan berupa bunga simpanan sampai dengan Rp 240.000,00 (dua ratus empat puluh ribu rupiah) per bulan; atau 
  2. 10% (sepuluh persen) dari jumlah bruto bunga untuk penghasilan berupa bunga simpanan lebih dari Rp 240.000,00 (dua ratus empat puluh ribu rupiah) per bulan.

3. PP Nomor 16 tahun 2009 tentang Pajak Penghasilan atas penghasilan berupa Bunga Obligasi

Dalam Peraturan Pemerintah ini dejelaskan bahwa yang dimaksud dengan Obligasi adalah surat utang dan surat utang negara, yang berjangka waktu lebih dari 12 (dua belas) bulan. Sedangkan yang dimaksud dengan Bunga Obligasi adalah imbalan yang diterima dan/atau diperoleh pemegang Obligasi dalam bentuk bunga dan/atau diskonto.

Pada Pasal 2 ayat (1) diatur bahwa Atas penghasilan yang diterima dan/atau diperoleh Wajib Pajak berupa Bunga Obligasi dikenai pemotongan Pajak Penghasilan yang bersifat final. Besarnya Pajak Penghasilan yang bersifat final tersebut adalah:
a.    bunga dari Obligasi dengan kupon sebesar:
1)    15% (lima belas persen) bagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap; dan
2)    20% (dua puluh persen) atau sesuai dengan tarif berdasarkan persetujuan penghindaran pajak berganda bagi Wajib Pajak luar negeri selain bentuk usaha tetap,
dari jumlah bruto bunga sesuai dengan masa kepemilikan Obligasi;
b.    diskonto dari Obligasi dengan kupon sebesar:
1)    dari jumlah bruto bunga sesuai dengan masa kepemilikan Obligasi;
2)    20% (dua puluh persen) atau sesuai dengan tarif berdasarkan persetujuan penghindaran pajak berganda bagi Wajib Pajak luar negeri selain bentuk usaha tetap, dari selisih lebih harga jual atau nilai nominal di atas harga perolehan Obligasi, tidak termasuk bunga berjalan;
c.    diskonto dari Obligasi tanpa bunga sebesar:
1)    15% (lima belas persen) bagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap; dan
2)    20% (dua puluh persen) atau sesuai dengan tarif berdasarkan persetujuan penghindaran pajak berganda bagi wajib Pajak luar negeri selain bentuk usaha tetap,
dari selisih lebih harga jual atau nilai nominal di atas harga perolehan Obligasi; dan
d.    bunga dan/atau diskonto dari Obligasi yang diterima dan/atau diperoleh Wajib Pajak reksadana yang terdaftar pada Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan sebesar:
1)    0% (nol persen) untuk tahun 2009 sampai dengan tahun 2010;
2)    5% (lima persen) untuk tahun 2011 sampai dengan tahun 2013; dan
3)    15% (lima belas persen) untuk tahun 2014 dan seterusnya.


Undang-undang Pajak Penghasilan Pasal 23

Dalam Pasal ini diatur bahwa bahwa atas penghasilan berupa bunga sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Pajak Penghasilan Pasal 4 ayat (1) huruf f yang dibayarkan, disediakan untuk dibayarkan, atau telah jatuh tempo pembayarannya oleh badan pemerintah, subjek pajak badan dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya kepada Wajib Pajak dalam negeri atau bentuk usaha tetap, dipotong PPh Pasal 23 dengan tarif 15% dari jumlah bruto.

Perlu diperhatikan juga bahwa bunga yang bukan objek pajak dan bunga yang menjadi objek PPh Pasal 4 ayat (2) tidak termasuk dalam ruang lingkup pemotongan PPh Pasal 23 ini. Menurut Surat Dirjen Pajak : S-132/PJ.42/2003 bunga yang bukan menjadi objek pajak misalnya adalah bunga obligasi yang diterima atau diperoleh perusahaan reksadana selama 5 (lima) tahun pertama sejak pendirian perusahaan atau pemberian ijin usaha. Sedangkan bunga yang telah menjadi objek PPh Pasal 4 ayat (2) adalah penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan lainnya, bunga obligasi dan surat utang negara, dan bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggota koperasi orang pribadi.

Dalam Pasal 23 ayat (4) diatur mengenai pengecualian terhadap pemotongan PPh Pasal 23 diantaranya yaitu penghasilan yang dibayar atau terutang kepada bank dan penghasilan yang dibayar atau terutang kepada badan usaha atas jasa keuangan yang berfungsi sebagai penyalur pinjaman dan/atau pembiayaan yang diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan.


Undang-undang Pajak Penghasilan Pasal 26


Diatur dalam Pasal ini bahwa atas penghasilan bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan sehubungan dengan jaminan pengembalian utang, dengan nama dan dalam bentuk apa pun, yang dibayarkan, disediakan untuk dibayarkan, atau telah jatuh tempo pembayarannya oleh badan pemerintah, subjek pajak dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya kepada Wajib Pajak luar negeri selain bentuk usaha tetap di Indonesia dipotong pajak sebesar 20% (dua puluh persen) dari jumlah bruto oleh pihak yang wajib membayarkan.

Atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak luar negeri dari Indonesia, Undang-Undang Pajak Penghasilan menganut dua sistem pengenaan pajak, yaitu pemenuhan sendiri kewajiban perpajakannya bagi Wajib Pajak luar negeri yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui suatu bentuk usaha tetap di Indonesia dan pemotongan oleh pihak yang wajib membayar bagi Wajib Pajak luar negeri lainnya. Sedangkan ketentuan ini mengatur tentang pemotongan atas penghasilan yang bersumber di Indonesia yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak luar negeri selain bentuk usaha tetap.
Baca Juga
Abah
Generasi Micinial

Artikel Terkait

3 komentar

  1. pak numpang tanya kalo pendapatan bunganya tidak semua berasal dari bunga bank tetapi ada yg berasal dari pinjaman itu perlakuan atas koreksi fiskalnya gimana ya pak ?? terima kasih

    BalasHapus
    Balasan
    1. Perlakuannya sama seperti bunga bank.

      Hapus
    2. Pak mau tanya, kami ada pembayaran bunga atas uang muka ke luar negeri..itu dikenakan PPh pasal berapa dan berapa persen y pak dari total yang kami bayarkan..?terima kasih

      Hapus