zORB44u1Y5Szogk9hvRg5anbZDydcDDjseaSpgOw

PPh Atas Sewa Guna Usaha (Leasing)


Sewa guna usaha (leasing) adalah kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan barang modal baik secara sewa guna usaha dengan hak opsi (finance lease) maupun sewa guna usaha tanpa hak opsi (operating lease) untuk digunakan oleh penyewa guna usaha (lessee) selama jangka waktu tertentu berdasarkan pembayaran secara berkala.

Sewa guna usaha merupakan salah satu metode tax planning. Jika suatu perusahaan memiliki penghasilan yang besar sehingga pajak terutangnya juga besar, maka leasing adalah pilihan tepat. Atau, menurut perhitungan teknis, perusahaan tersebut bisa membayar cicilan leasing sehingga tidak mengganggu pada cash flow lain. Cicilan leasing lebih tinggi daripada cicilan bank, maka leasing juga pilihan tepat karena akan memperkecil pajak penghasilan.

Seperti disebutkan dalam pengertiannya, kegiatan leasing dapat dilakukan melalui dua cara, yaitu: 
1. Sewa guna usaha dengan hak opsi (finance lease) 
Kegiatan sewa guna usaha dengan hak opsi ditetapkan sebagai kegiatan lembaga keuangan lainnya. Kriterianya yaitu sebagai berikut:
  • jumlah pembayaran sewa guna usaha selama masa sewa guna usaha pertama ditambah dengan nilai sisa barang modal, harus dapat menutup harga perolehan barang modal dan keuntungan lessor;
  • masa sewa guna usaha ditetapkan sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun untuk barang modal Golongan I, 3 (tiga) tahun untuk barang modal Golongan II dan III, dan 7 (tujuh) tahun untuk Golongan bangunan;
  • perjanjian sewa guna usaha memuat ketentuan mengenai opsi bagi lessee.
2. Sewa guna usaha tanpa hak opsi (operating lease)
Kriterianya yaitu sebagai berikut:
  • jumlah pembayaran sewa guna usaha selama masa sewa guna usaha pertama tidak dapat menutupi harga perolehan barang modal yang disewa guna usahakan ditambah keuntungan yang diperhitungkan oleh lessor;
  • perjanjian sewa guna usaha tidak memuat ketentuan mengenai opsi bagi lessee.

Dalam kegiatan sewa guna usaha, pengadaan barang modal dapat juga dilakukan dengan cara membeli barang lessee yang kemudian disewa-guna-usahakan kembali. Sepanjang perjanjian sewa guna usaha masih berlaku, hak milik atas barang modal obyek transaksi sewa guna usaha berada pada Perusaan Pembiayaan. Perusahaan sewa guna usaha atau perusahaan pembiayaan yang melakukan kegiatan sewa guna usaha, dapat membuka kantor cabang/kantor perwakilan dan menggunakan tenaga asing setelah memperoleh izin/persetujuan dan rekomendasi dari Menteri Keuangan.

Setiap transaksi sewa guna usaha wajib diikat dalam suatu perjanjian sewa guna usaha (lease agreement) yang wajib dibuat dalam bahasa Indonesia, dan apabila dipandang perlu dapat diterjemahkan kedalam bahasa asing. Perjanjian tersebut sekurang-kurangnya memuat hal-hal sebagai berikut:
  1. jenis transaksi sewa guna usaha;
  2. nama dan alamat masing-masing pihak;
  3. nama, jenis, tipe dan lokasi penggunaan barang modal;
  4. harga perolehan, nilai pembiayaan, pembayaran sewa guna usaha, angsuran pokok pembiayaan, imbalan jasa sewa guna usaha, nilai sisa, simpanan jaminan, dan ketentuan asuransi atas barang modal yang disewa guna usahakan;
  5. masa sewa guna usaha;
  6. ketentuan mengenai pengakhiran transaksi sewa guna usaha yang dipercepat, dan penetapan kerugian yang harus ditanggung lessee dalam hal barang modal yang disewa guna usaha dengan hak opsi hilang, rusak atau tidak berfungsi karena sebab apapun;
  7. opsi bagi penyewa guna usaha dalam hal transaksi sewa guna usaha dengan hak opsi;
  8. tanggung jawab para pihak atas barang modal yang disewa guna usaha.

Pada saat berakhirnya masa sewa guna usaha dari transaksi sewa guna usaha dengan hak opsi, lessee dapat melaksanakan opsi yang telah disetujui bersama pada permulaan masa sewa guna usaha. Opsi untuk membeli dilakukan dengan melunasi pembayaran nilai sisa barang modal yang disewa guna usaha. Apabila lessee menggunakan opsi membeli maka dasar penyusutannya adalah nilai sisa barang modal. Begitu pula apabila lessee memilih untuk memperpanjang jangka waktu perjanjian sewa guna usaha, maka nilai sisa barang modal yang disewa guna usahakan digunakan sebagai dasar dalam menetapkan piutang sewa guna usaha.

Apabila sewa guna usaha dengan hak opsi, maka perlakuan Pajak Penghasilan bagi lessor adalah sebagai berikut:
  1. penghasilan lessor yang dikenakan Pajak Penghasilan adalah sebagian dari pembayaran sewa guna usaha dengan hak opsi yang berupa imbalan jasa sewa guna usaha;
  2. lessor tidak boleh menyusutkan atas barang modal yang disewa guna usahakan dengan hak opsi;
  3. dalam hal masa sewa guna usaha lebih pendek dari sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun untuk barang modal Golongan I, 3 (tiga) tahun untuk barang modal Golongan II dan III, dan 7 (tujuh) tahun untuk Golongan bangunan, Direktur Jenderal Pajak melakukan koreksi atas pengakuan penghasilan pihak lessor;
  4. lessor dapat membentuk cadangan penghapusan piutang ragu-ragu yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto, setinggi-tingginya sejumlah 2,5% (dua setengah persen) dari rata-rata saldo awal dan saldo akhir piutang sewa guna usaha dengan hak opsi;
  5. kerugian yang diderita karena piutang sewa guna usaha yang nyata-nyata tidak dapat ditagih lagi dibebankan pada cadangan penghapusan piutang ragu-ragu yang telah dibentuk pada awal tahun pajak yang bersangkutan;
  6. dalam hal cadangan penghapusan piutang ragu-ragu tersebut tidak atau tidak sepenuhnya dibebani untuk menutup kerugian dimaksud maka sisanya dihitung sebagai penghasilan, sedangkan apabila cadangan tersebut tidak mencukupi maka kekurangannya dapat dibebankan sebagai biaya yang dikurangkan dari penghasilan bruto.

Dan bagi lessee perlakuan Pajak Penghasilannya adalah sebagai berikut:
  1. selama masa sewa guna usaha, lessee tidak boleh melakukan penyusutan atas barang modal yang disewa guna usaha, sampai saat lessee menggunakan hak opsi untuk membeli;
  2. setelah lessee menggunakan hak opsi untuk membeli barang modal tersebut, lessee melakukan penyusutan dan dasar penyusutannya adalah nilai sisa (residual value) barang modal yang bersangkutan;
  3. pembayaran sewa guna usaha yang dibayar atau terutang oleh lessee kecuali pembebanan atas tanah, merupakan biaya yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto lessee sepanjang transaksi sewa guna usaha tersebut memenuhi ketentuan dalam Pasal 3 Keputusan Menteri Keuangan Nomor 1169/KMK.01/1991;
  4. dalam hal masa sewa guna usaha lebih pendek dari sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun untuk barang modal Golongan I, 3 (tiga) tahun untuk barang modal Golongan II dan III, dan 7 (tujuh) tahun untuk Golongan bangunan, Direktur Jenderal Pajak melakukan koreksi atas pembebanan biaya sewa guna usaha;
  5. lessee tidak memotong Pajak Penghasilan Pasal 23 atas pembayaran sewa guna usaha yang dibayar atau terutang berdasarkan perjanjian sewa guna usaha dengan hak opsi.

Sedangkan, dalam hal sewa guna usaha tanpa hak opsi, perlakuan Pajak Penghasilan bagi lessor adalah sebagai berikut:
  1. seluruh pembayaran sewa guna usaha tanpa hak opsi yang diterima atau diperoleh lessor merupakan obyek Pajak Penghasilan;
  2. lessor membebankan biaya penyusutan atas barang modal yang disewa-guna-usahakan tanpa hak opsi, sesuai dengan ketentuan Pasal 11 Undang-undang Pajak Penghasilan beserta peraturan pelaksanaannya.
 Dan perlakuan Pajak Penghasilan bagi lessee adalah sebagai berikut :
  1. pembayaran sewa guna usaha tanpa hak opsi yang dibayar atau terutang oleh lessee adalah biaya yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto;
  2. lessee wajib memotong Pajak Penghasilan Pasal 23 atas pembayaran sewa guna usaha tanpa hak opsi yang dibayarkan atau terutang kepada lessor.

Peraturan tersebut hanya berlaku bagi Wajib Pajak dalam negeri atau lessor yang berkedudukan di dalam negeri. Sedangkan jika lessor berkedudukan di luar negeri maka berlaku Pasal 26 UU PPh. Jika lessor di luar negeri tidak menyerahkan Surat Keterangan Domisili (SKD) yang dikeluarkan oleh Competent Authority di negara asal maka dikenakan PPh Pasal 26. Tarif yang digunakan adalah 20% dari total bunga yang dibayar. Ketentuan Pasal 26 UU PPh ini juga berlaku jika yang meminjamkan dana adalah bank yang berkedudukan di Luar Negeri. Tetapi jika lessor yang berkedudukan di luar negeri dapat menyerahkan SKD maka ketentuan yang berlaku adalah tax treaty antara Indonesia dengan dengan dimana lessor berkedudukan. Negara mana yang mengeluarkan SKD, maka tax treaty itulah yang dipakai. Objek pajak yang wajib dipotong oleh Wajib Pajak dalam negeri adalah bunga yang dibayarkan. Pada umumnya, tarif yang diberlakukan dalam tax treaty untuk bunga sebesar 10%.


Referensi:
Baca Juga
Abah
Generasi Micinial

Artikel Terkait

Posting Komentar