zORB44u1Y5Szogk9hvRg5anbZDydcDDjseaSpgOw

Pembentukan OJK


Akhir-akhir ini kita sering mendengar berita tentang seleksi Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Pada tanggal 21 Maret kemarin Panitia Seleksi (Pansel) OJK yang diketuai oleh Menteri Keuangan menyerahkan 21 nama calon Dewan Komisioner kepada Presiden. Nama-nama tersebut selanjutnya akan diseleksi menjadi 14 nama yang akan diajukan kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Kemudian DPR akan menyeleksi menjadi hanya 7 nama.

Dewan Komisioner berjumlah 9 yang terdiri dari 7 anggota yang bersifat permanen dan 2 anggota Ex-officioEx-officio adalah jabatan seseorang pada lembaga tertentu karena tugas dan kewenangannya pada lembaga lain. Kesembilan anggota tersebut yaitu seorang Ketua merangkap anggota, seorang Wakil Ketua sebagai Ketua Komite Etik merangkap anggota, seorang Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan merangkap anggota, seorang Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal merangkap anggota, seorang Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Dana Pensiun, Lembaga Pembiayaan, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya merangkap anggota, seorang Ketua Dewan Audit merangkap anggota, seorang anggota yang membidangi edukasi dan perlindungan Konsumen, seorang anggota Ex-officio dari Bank Indonesia yang merupakan anggota Dewan Gubernur Bank Indonesia, dan seorang anggota Ex-officio dari Kementrian Keuangan yang merupakan pejabat setingkat eselon I Kementerian Keuangan.

Adanya seleksi yang dilakukan oleh Pansel sebelum calon Dewan Komisioner diajukan ke DPR adalah untuk memperkecil adanya indikasi kepentingan politik tertentu dalam pemilihan calon Dewan Komisioner. Karena OJK merupakan lembaga independen yang harus bebas dari kepentingan pihak-pihak tertentu. Itulah kenapa sekarang ini sistem pemilihan Dewan Komisioner OJK mirip dengan sistem pemilihan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi. Calon-calon yang berkualitas dan berintegritas dari kalangan manapun bisa mendaftarkan diri dengan tidak ada penjatahan jumlah calon dari kalangan tertentu. Dengan mekanisme seperti iini diharapkan tujuan pembentukan OJK sebagai lembaga independen bisa terpenuhi. Kedudukan OJK yang berada diluar pemerintah juga bertujuan untuk menjaga independensinya. Diharapkan dengan terbentuknya OJK maka pasar finansial di Indonesia akan lebih teratur, stabil, berkompetisi sehat dan kredibel baik di negeri sendiri maupun asing.

Dibentuknya OJK ini merupakan amanat dari Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004 tentang Bank Indonesia. Dalam Pasal 34 UU tersebut dinyatakan bahwa paling telat pada 2010 pengawasan perbankan dipisahkan dari bank sentral. Pengawasan jasa keuangan, termasuk perbankan, akan ditangani lembaga khusus. Maka disusunlah UU Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan yang secara eksplisit mengamanatkan agar fungsi pengawasan Perbankan oleh Bank Indonesia dilebur dengan fungsi pengawasan Pasar Modal dan Lembaga Keuangan Non Bank oleh Bapepam-LK menjadi OJK.

Pada 1 Januari 2013 pengaturan dan pengawasan Pasar Modal dan Lembaga Keuangan Non Bank harus sudah beralih dari Bapepam-LK ke OJK, sedangkan pengaturan dan pengawasan Perbankan dimulai pada 1 Januari 2014, sehingga nantinya Bank Indonesia akan lebih fokus pada tugas utamanya yaitu mengendalikan kebijakan moneter. Transisi meliputi kewenangan, SDM, dokumen dan penggunaan kekayaan. Pada awal berdirinya OJK akan menggunakan dana operasional yang berasal dari APBN. Selanjutnya operasional OJK akan dibiayai oleh iuran yang diwajibkan kepada pelaku jasa keuangan.


Baca Juga
Abah
Generasi Micinial

Artikel Terkait

1 komentar

  1. Kren..
    Tampilan blog mudah menarik untuk dilihat, isi juga banyak memuat pandangan kritis..

    salam aja deh dari CAtatan Mahasiswa

    BalasHapus