zORB44u1Y5Szogk9hvRg5anbZDydcDDjseaSpgOw

Kementerian Propaganda Republik Indonesia


Sudah pernah menonton film "Inglourious Basterds"? Meski durasinya cukup panjang, 2,5 jam, tetapi ceritanya sangat apik. Bahkan di chapter terakhir kita akan dibuat deg-degan. Saya tidak sedang ingin menulis riviu tentang film ini. Ada satu hal yang menarik dalam film. Mungkin karena saya baru tahu kalau NAZI pernah mempunyai seorang Menteri Propaganda yang sangat disegani, Joseph Goebbels.

Pertanyaannya adalah kenapa banyak negara, termasuk Indonesia, tidak mempunyai seorang Menteri Propaganda? Atau jangan-jangan di luar sana memang banyak menteri propaganda. Hanya pengetahuan saya saja yang terkurung dalam tempurung.

Tentu saja propaganda yang saya maksud bukanlah propaganda Big Lie ala NAZI. Tapi propaganda dalam arti positif. Bukankan di dunia mahasiswa saja kita mengenal adanya Divisi Aksi dan Propaganda yang biasanya mengurusi aksi-aksi mahasiswa?

Oh, ternyata saya salah. Ternyata kita, Negara Kesatuan Repuklik Indonesia, pernah mempunyai seorang Menteri Propaganda. Siapa yang tidak pernah mendengar nama Harmoko? Meski tentu saja dengan nama yang berbeda. Menteri Penerangan yang Membawahi Departemen Penerangan. Tapi bukankan tujuan dari Departemen Penerangan yang ada pada masa orde baru tersebut adalah sebagai alat propaganda penguasa?

Sebenarnya Indonesia mempunyai potensi yang besar apabila dibentuk satu kementerian baru yang akan kita namakan sebagai Kementerian Propaganda Republik Indonesia. Coba lihat di media-media. Baik itu televisi, radio, media cetak, maupun media daring (online). Siapa yang jarang menemukan nama-nama seperti Dahlan Iskan, Jokowi, Surya Paloh, atau Chairil Tandjung? Pencitraan dan propaganda itu beda tipis. Bedanya hanya setipis silet. Terlepas dari di antara mereka ada yang memang bos grup perusahaan media atau bukan, setidaaknya mereka sudah berhasil mempropaganda media agar selalu memuat headline dengan nama mereka yang selalu terpajang. Apakah pejabat, baik itu menteri atau gubernur, yang suka melakukan sidak ke lapangan hanya Dahlan Iskan atau Jokowi saja? Lalu kenapa hanya nama mereka yang selalu muncul di media? Jawabannya mungkin saja karena mereka mempunyai teknik propaganda yang matang.

Lalu apa manfaatnya Kementerian Propaganda Republik Indonesia? Tidak lain adalah untuk mempropaganda program-program pemerintah. Untuk mempropaganda rakyat agar mengembalikan kepercayaannya terhadap pemerintah. Tentu saja dengan didukung kebiijakan-kebijakan yang prorakyat. Bukan propaganda laiknya Departemen Penerangan pada masa orde baru.

Baru saja saya membaca sebuh tulisan yang berjudul "The propaganda against fuel subsidy in Indonesia: a hypothetical strategy". Sangat disayangkan ketika banyak rakyat Indonesia, termasuk kaum intelektual (mahasiswa), menolak pencabutan subsidi BBM hanya karena pemikiran jangka pendek. Tanpa mempertimbangkan dampak dari ketergantungan subsidi BBM. Tanpa mempertimbangkan bahwa subsidi BBM hanyalah dinikmati orang-orang kaya di negeri ini, yang menikmati subsidi BBM di balik mobil-mobil mewahnya. Sementara rakyat miskin hanya menikmati setetes saja dari subsidi BBM tersebut.

Coba bayangkan apabila dana subsidi tersebut disalurkan untuk pembangunan sarana kesehatan, pendidikan, dan infrastruktur pembangunan lainnya yang akan menunjang perekonomian kita. Bisa kita katakan bahwa subsidi BBM ibarat negara yang meberikan ikan kepada rakyatnya. Bukan kail atau alat pancing agar rakyat mau berusaha memancing ikan sendiri.

Meskipun tidak pernah dibentuk satu kementerian baru, Kementerian Propaganda Republik Indonesia, seharusnya pemerintah lebih bisa lagi mempropagandakan kebijakan-kebijakan pemerintah yang memang bertujuan untuk kesejahteraan rakyat dalam jangka panjang. Tidak hanya kesejahteraan sesaat. Sayang sekali apabila potensi dari tokoh-tokoh propaganda yang saya sebutkan sebelumnya hanya digunakan untuk mempropaganda rakyat agar mereka bisa maju di pemilu 2014. Ini bukan hanya tugas pemerintah saja. Tapi tugas kita juga. Tugas kita bersama.
Baca Juga
Abah
Generasi Micinial

Artikel Terkait

1 komentar

  1. wah bru tw propaganda ne,jdi apakah bsa propaganda mnjadi alat diplomasi dlm menjalankan politik luar negri bebas aktif indonesia? heheh komen back yaw

    BalasHapus