zORB44u1Y5Szogk9hvRg5anbZDydcDDjseaSpgOw

Keuangan Inklusif, Alternatif Penanggulangan Kemiskinan


Bagi saya, seringkali meja kerja menjadi tempat makan siang yang mengasyikkan daripada kantin kantor. Selain ruangan yang relatif lebih dingin dibanding dengan cuaca Jakarta pada umumnya, bisa jadi menulis blog merupakan alasan tambahannya. Apalagi ketika di atas meja sudah tersedia kotak makan siang. Begitu pula dengan hari ini, sambil menyantap makan siang saya kembali menulis blog. Siang ini topik kita adalah keuangan inklusif.

Tahun ini, untuk pertama kalinya Indonesia mengadakan International Islamic Financial Inclusion (IFIS). IFIS hadir dengan didasari pemikiran bahwa sistem keuangan yang berfungsi dengan baik merupakan salah satu kunci keberhasilan pembangunan ekonomi dan sosial yang menjangkau setiap lapisan masyarakat. Pasar dan lembaga keuangan memainkan peran penting dalam menyalurkan dana bagi pelaku ekonomi yang paling produktif serta mengalihkan risiko ke pelaku ekonomi yang paling siap untuk mengelolanya. Dengan demikian, masing-masing pihak memiliki peran dalam mengatasi dampak negatif dari ketidakseimbangan informasi serta biaya transaksi yang pada akhirnya akan mendorong pertumbuhan ekonomi, pemerataan kesempatan dan kemakmuran, serta mengurangi angka kemiskinan.

Banyak studi empiris yang menunjukkan hubungan sebab akibat yang kuat antara penguatan sistem keuangan dengan pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan individu. Sebuah sistem keuangan yang efisien dan inklusif akan memberdayakan individu, memfasilitasi pertukaran barang dan jasa, mengintegrasikan masyarakat dengan perekonomian, serta memberi perlindungan terhadap guncangan ekonomi. Keuangan inklusif, melalui akses ke layanan jasa keuangan seperti tabungan, kredit, asuransi, dan dana pensiun akan sangat membantu kelompok marjinal dan berpendapatan rendah untuk meningkatkan pendapatannya, mengakumulasi kekayaan, mengelola risiko, dan melakukan upaya untuk keluar dari garis batas kemiskinan.

Sangat disayangkan ketika saat ini sebagian besar penduduk Indonesia, khususnya kelompok miskin dan rentan, tidak memiliki akses terhadap layanan jasa keuangan. Survei rumah tangga nasional tentang akses akan layanan jasa keuangan di Indonesia oleh Bank Dunia pada tahun 2010 mengindikasikan bahwa hanya sekitar separuh penduduk Indonesia yang memiliki akses ke sistem keuangan formal. Hal ini dikarenakan terbatasnya ketersediaan dan aksesibilitas layanan jasa keuangan. Dalam hal ini, aksesibilitas merupakan hal yang sangat penting. Minimnya akses akan layanan jasa keuangan membatasi kemampuan individu untuk memitigasi risiko dan fluktuasi penghasilan serta berinvestasi di bidang kesehatan, pendidikan, dan kegiatan produktif lainnya.

Dengan demikian, menyusun, membentuk, dan mengembangkan sistem keuangan inklusif merupakan kontribusi nyata dalam penghapusan penyebab ketimpangan, yang secara langsung telah memengaruhi proses dan mekanisme yang menghambat kelompok marjinal untuk memanfaatkan kemampuan dan menggunakan hak mereka secara bebas. Akan tetapi, tentu saja strategi keuangan inklusif tidak bisa berjalan sendiri. Berbagai literatur ekonomi menunjukkan bahwa salah satu penyebab kemiskinan dan kerentanan adalah minimnya akses pada berbagai bentuk modal seperti fisik, alam, manusia, sosial serta finansial. Karena itu, memandang isu keuangan inklusif secara terisolasi tidak akan dapat menyelesaikan masalah. Selain itu, terdapat hubungan erat antara eksklusi keuangan dan eksklusi sosial yang menunjukkan kontribusi penting peningkatan akses terhadap layanan jasa keuangan dalam proses pemutusan rantai kemiskinan, yang akan berujung pada peningkatan pertumbuhan ekonomi dan kesejahteran individu.

Keuangan inklusif membuat penduduk, khususnya kelompok miskin, terhubung dengan peluang ekonomi. Minimnya akses pada layanan jasa keuangan membatasi kemampuan seseorang untuk meningkatkan taraf hidupnya. Misalnya ketika seorang wirausaha pada isndutri rumahan terpaksa menolak permintaan karena calon pembeli hanya bisa membayar dengan meneransfer melalui rekening bank. Pemisalan tersebut menunjukkan adanya peluang yang hilang karena tidak terhubungnya individu pada layanan jasa keuangan.

Banyak manfaat sosial yang bisa diraih jika akses akan layanan jasa keuangan ditingkatkan. Juga masih banyak contoh lain tentang potensi keuntungan dari sistem keuangan inklusif. Jika seluruh penduduk memiliki rekening tabungan bank, pemerintah bisa menyalurkan subsidi tunai langsung ke rekening penerima. Antrian panjang seperti selama ini terjadi dalam penyaluran subsidi melalui Bantuan Langsung Tunai (BLT) tidak perlu lagi ada. Penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR) pun akan lebih mudah jika penerima punya rekening tabungan bank. Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di luar negeri pun akan jauh lebih mudah mengirim uang untuk keluarganya yang tinggal di kampung halaman. 

Untuk membangun sistem keuangan inklusif, diperlukan upaya dari semua pihak terkait, khususnya pembuat kebijakan dan regulator. Berdasarkan catatan sejarah, kegiatan promosi keuangan inklusif cenderung berada di luar fungsi utama bank sentral dan regulator industri jasa keuangan. Akan tetapi, saat ini promosi keungan inklusif telah berkembang menjadi perhatian utamanya. Peran penting keuangan inklusif dalam isu pengentasan kemiskinan, pertumbuhan ekonomi, dan stabilitas keuangan membutuhkan kepemimpinan dan kepemilikan yang jelas dari para pemangku kebijakan.

Kondisi lingkungan kebijakan merupakan faktor penting dalam menentukan ruang lingkup dan kecepatan  penyelesaian masalah kesenjangan akses akan layanan jasa keuangan di setiap pelosok  wilayah dari suatu negara. Oleh karena itu, menjadi penting bagi pemerintah untuk menunjuk institusi tertentu yang akan berperan secara eksplisit sebagai pemimpin yang mengoordinasikan setiap inisiatif yang relevan dalam upaya pencapaian misi nasional perluasan inklusi keuangan. Saat ini, Indonesia memiliki kesempatan unik untuk terlibat dalam proses ini, dengan catatan bahwa pendekatan institusional harus memperoleh dukungan dan terkoordinasikan dengan baik, baik di pemerintah pusat maupun daerah.

____________________
Sumber gambar: Tempo
Baca Juga
Abah
Generasi Micinial

Artikel Terkait

3 komentar

  1. yg pnting intinya saling berbagi. komen back yaw

    BalasHapus
  2. kebijakan BI menyangkut keuangan inklusif buat perbankan kayak gimana sih?btw, salam kenal :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Salah satunya melalui penyaluran KUR tadi.
      Iya, salam kenal juga. :)

      Hapus