zORB44u1Y5Szogk9hvRg5anbZDydcDDjseaSpgOw

Tatkala Hewan Kurban Hanya Jadi Korban


Minggu kemarin, saat kami pulang dari Bekasi, saya beradu argumen dengan seorang teman. Ketika itu kami melihat beberapa ekor hewan yang tidak terjual pada musim kurban tahun ini. Terlihat hewan-hewan itu masih kurus. Lebih kurus dari tubuh ringkih saya. Mungkin itu alasan kenapa hewan-hewan itu tidak laku terjual. Menurut teman saya, hewan-hewan itu beruntung karena tidak dikurbankan. Saya tidak setuju. Menurut saya hewan-hewan yang tidak terjual itu justru tidak beruntung. Tidak seberuntung hewan-hewan yang dikurbankan. Wujud pengorbanan seorang hamba kepada Tuhannya.

Hari ini, kalau teringat argumen saya tempo hari, saya jadi sedikit ragu. Maklum saja, setengah jiwa saya masih labil. Jangan-jangan benar kata teman saya. Jangan-jangan hewan yang tidak dikurbankan itulah yang sebenarnya beruntung. Jangan-jangan loh ya.

Bukankah inti dari kurban itu adalah bagaimana memaknainya. Intinya tidak terletak pada ritualnya. Ibadah itu kan masalah hati. Tidak hanya menyembelih hewan kurban. Tetapi juga menyembelih sifat-sifat kehewanan yang ada dalam diri kita. Banyak orang yang kurban tetapi kok masih banyak saja orang seperti saya, sontoloyo, egois, merasa paling benar, merasa paling dermawan, merasa paling segalanya. Kalau saya masih mempunyai sifat-sifat kehewanan itu sih harap dimaklum. Saya kan belum pernah kurban. Lempar batu sembunyi tangan ceritanya.

Semoga hewan-hewan itu tidak protes karena saya menunjuk mereka dengan yang jelek-jelek. Segala sifat yang buruk selalu disebut sebagai sifat hewan. Padahal belum tentu benar. Karena bahkan ketika hendak disembelih pun hewan-hewan itu tidak main mata dengan penjagal. Tidak menyuap penjagal agar batal menyembelih mereka.

Dipajang di kios-kios pinggir jalan. Dijadikan tontonan. Dijadikan rebutan sampai rela berdesakan dalam antrean. Kemudian dijual ke penadah dengan alasan tidak bisa mengolahnya. Hanya menjadi korban dalam ritual manusia-manusia yang katanya ingin mendekatkan diri dengan Tuhannya.

Ah, semoga saja semua apa yang saya tulis barusan salah adanya. Mohon maklum saja, karena si sontoloyo yang menulis ini bahkan belum pernah berkurban. Jadi mungkin masih banyak sifat-sifat kehewanan dalam dirinya. Ah, lagi-lagi saya menyalahkan hewan-hewan itu. Semoga saja dengan banyaknya orang yang berkurban, semakin banyak pula orang-orang baik di negeri tercinta ini. Semoga hewan yang dikurbankan itu benar-benar menjadi hewan yang beruntung. Tidak hanya menjadi korban. 

____________________
Sumber gambar: Tempo
Baca Juga
Abah
Generasi Micinial

Artikel Terkait

8 komentar

  1. aku juga belum pernah kurban..mudah2an sifat2 hewaninya gak banyak hehhe,,,
    hmmm iy jg ya...kita slalu menjudge hewan pdhal kn hewannya ga salah pa2 ya =,=

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya, kasihan ya hewan-hewan itu. Selalu harus menanggung keburukan yang dilakukan manusia. :3

      Hapus
  2. semoga yang berkurban ikhlas, dan yg menerima pun org2 yg pantas..

    BalasHapus
  3. untuk sholat tepat waktu aja susah banget ikhlas, Mat.. apalagi berkurban yang butuh duit. Tapi daripada nunggu si ikhlas dateng, lebih baik mulai ibadah. Awalnya mungkin ngga ikhlas. Berat dan terpaksa, tapi kalau udah terbiasa insya allah bisa ikhlas. semoga. :)

    BalasHapus
  4. Balasan
    1. Bisa, karena sejatinya hewan kurban tidak hanya kambing atau sapi. Karena kebetulan masyarakat Indonesia banyak yang mengonsumsi kedua jenis hewan itu saja makanya banyak yang berkurban dengan kambing atau sapi.

      Hapus