zORB44u1Y5Szogk9hvRg5anbZDydcDDjseaSpgOw

Shifting Energi


Sore kemarin, di tengah kemacetan jalanan ibu kota saya sempatkan untuk blogwalking. Saat itulah saya menemukan Pernyataan Sikap Serikat Mahasiswa (SEMA) Paramadina terkait dengan kenaikan harga BBM. Karena ada orator jalanan yang mencoba memalak saya dengan memberinya uang sekadar untuk membeli minuman keras sembari memelototi HP saya seakan ingin menerkamnya, saya lanjutkan membacanya di kosan sekaligus menuliskan tanggapan saya atas pernyataan sikap tersebut. Sebenarnya pernyataan sikap tersebut ditulis sekitar setahun yang lalu. Namun, saya rasa topik ini masih cukup seksi untuk tetap dibahas dan disesuaikan dengan isu kekinian.

Berikut ini adalah hasil kajian komperehensif dan hasil diskusi “Implikasi Kenaikan Harga Bahan Bakar Minyak (BBM) bagi Perekonomian Indonesia” yang diadakan Rabu (28/3) oleh Serikat Mahasiswa (SEMA) Paramadina. 
Apa alasan utama pemerintah menaikan harga BBM?
  1. Membengkaknya jumlah subsidi dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) akibat naiknya harga minyak dunia. Dalam menghitung APBN 2012, pemerintah dan DPR menyepakati harga minyak mentah Indonesia sebesar US$ 90 per barel sebagai patokan. Kenyataannya, selama Februari rata-rata harga minyak mentah Indonesia saat ini sudah US$ 122,17 per barel. Sedangkan konsumsi solar dan premium juga meningkat dari 35,8 juta kiloliter pada 2010 menjadi 38,5 juta kiloliter pada 2011 lalu. Akibatnya, subsidi untuk solar dan premium sepanjang 2012 akan melonjak dari Rp 123,6 triliun menjadi 191,1 triliun. Jika harga minyak dunia terus naik, subsidi akan membengkak diluar kemampuan anggaran negara. Padahal, pengeluaran akan lebih bermanfaat bila dipakai untuk keperluan lain seperti pembangunan jalan, jembatan, dermaga, atau pelayanan pendidikan.
  2. Masyarakat yang kurang mampu akan menikmati manfaat lebih besar jika harga premium dan solar lebih tinggi. Sebab masyarakat kurang mampu bukan konsumen premium maupun solar yang terbesar. Pemerintah SBY juga senantiasa menyebutkan bahwa subsidi BBM tidak tepat sasaran, karena 77% konsumsi BBM bersubsidi digunakan oleh kelas menengah ke atas atau yang memiliki mobil pribadi. Sehingga asumsi yang dibangun pemerintah atas kenaikan BBM agar subsidi BBM lebih tepat sasaran.
  3. Harga jual solar dan premium yang terlalu rendah dibanding harga di luar negeri juga cenderung mendorong penyelundupan dan penyelewengan solar dan premium yang seharusnya diperuntukkan konsumen dalam negeri. Mereka yang mendapatkan manfaat dari subsidi adalah para penyelundup dan penyeleweng.
  4. Penerimaan dari migas semakin kecil karena produksinya menurun sementara subsidinya justru makin meningkat karena konsumsi semakin besar.

Argumentasi penolakan terhadap kenaikan harga BBM:
Bantahan pertama, Indonesia adalah termasuk negara produsen yang seharusnya diuntungkan dengan kenaikan harga minyak dunia. Bila masalahnya adalah patokan harga minyak mentah Indonesia yang dipatok sebesar US$90 per barel, dan harus disesuaikan dengan kenaikan harga yang baru, kebijakan ini bisa ditetapkan tanpa harus menaikan harga BBM yang sangat merugikan rakyat umum. Itu artinya alasan APBN yang akan jebol akibat kenaikan harga minyak dunia tidak benar karena justru kita diuntungkan sebagai negara produsen.

Saya setuju bahwa Indonesia adalah negara produsen minyak. Masalahnya, sudah lama neraca perdagangan kita negatif. Impor kita lebih banyak daripada ekspornya, dan penyumbang terbesarnya adalah ekspor minyak. Bagaimana mau menjadi negara eksportir, untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri saja kita masih harus mengimpornya? Ketika kita sudah menjadi negara importir minyak, kita tidak bisa lagi mengatakan bahwa seharusnya kita diuntungkan dengan kenaikan harga minyak dunia. 

Alasan kita menjadi importir minyak berbeda dengan alasan Amerika Serikat dan Cina. Mereka memilih untuk menjadi importir untuk dapat menyimpan cadangan minyaknya agar dapat  digunakan di masa yang akan datang. Di saat tidak ada lagi negara yang mampu mengekspor, baru mereka menggunakan cadangan minyaknya. Sementara kita terpaksa mengimpor karena produksi kita sudah tidak mampu menutupi kebutuhan dalam negeri.

Okelah Kementerian ESDM menargetkan lifting minyak akan kembali mencapat 1 juta barel pada tahun 2014 dengan berharap kepada kenaikan produksi dari beberapa ladang minyak. Namun, dengan beberapa catatan, di antaranya situasi politik yang kondusif. Jadi belum pasti juga. Dan, lama-lama cadangan minyak di perut bumi kita akan habis. Mengurasnya dengan rakus hanya akan mempercepat cadangan minyak kita habis. Semakin lama kita harus semakin banyak lagi mengimpor minyak. Pun, tentu saja dengan supply yang akan semakin turun dan demand yang semakin naik, harga minyak akan terus naik. Jangan lupa, minyak merupakan sumber energi yang tidak terbarukan. Cadangan minyak kita kian hari kian menipis.

Saya setuju dengan argumen untuk menyesuaikan patokan harga minyak mentah Indonesia (Indonesia Crude Price/ICP). ICP adalah harga rata-rata minyak mentah Indonesia di pasar internasional yang dipakai sebagai indikator perhitungan bagi hasil minyak. ICP ditetapkan setiap bulan dan dievaluasi setiap semester. Tapi justru argumen ini seharusnya semakin menguatkan landasan untuk menaikan harga BBM. Sebelumnya sudah saya paparkan jika neraca perdagangan kita sudah negatif, kita sudah menjadi negara importir minyak. Dengan demikian, jika ICP naik sementara subsidi BBM tidak dicabut justru akan lebih memberatkan APBN kita.

Bantahan ke dua, bila alasannya adalah subsidi yang tidak tepat sasaran, mengapa kenaikan BBM tidak mengarah pada mempertahankan subsidi bagi konsumen rakyat miskin dan mengupas subsidi pada warga kaya, namun menaikan secara pukul rata yang akan berdampak pada kenaikan harga pokok khususnya akan memberatkan bagi rakyat miskin.

Jika kita tahu bahwa subsidi sudah tidak tepat sasaran, kenapa harus tetap dipertahankan? Bukankah memang saat ini pun subsidi memang diperuntukan bagi rakyat miskin? Namun, kenyataannya lebih banyak orang kaya yang menikmatinya. Jangan pula melempar lelucon dengan rencana melibatkan Ormas untuk mengawasi subsidi BBM.

Ketakutan terhadap dampak kenaikan harga BBM yang akan memicu kenaikan harga bahan pokok yang akan memberatkan warga miskin adalah buah pemikiran jangka pendek. Coba bayangkan jika uang yang selama ini digunakan untuk membayar subsidi BBM yang dalam APBN 2013 adalah sebesar Rp193,8 triliun digunakan untuk belanja modal, suntikan pinjaman lunak bagi UKM, menyediakan lapangan pekerjaan, atau untuk membangun infrastruktur energi alternatif selain BBM dalam rangka menyongsong shifting energi. Apalagi jika mengacu pada realisasi tahun sebelumnya, realisasi subsidi BBM mencapai 150%. Maka sangat mungkin anggaran tersebut akan terus membengkak.

Bantahan ke tiga, alasan tersebut menunjukkan bahwa kelemahan aparat hukum intelijen, kepolisian, tentara di wilayah perbatasan bila mereka tidak sanggup menangkap para penyelundup dan penyeleweng BBM ke luar negeri. Jadi menurut kami hal tersebut tidak bisa dijadikan alasan yang kuat untuk menaikan harga BBM.

Beberapa petugas yang berjaga di perbatasan, termasuk rekan dari Ditjen Bea dan Cukai mengungkapkan bahwa kurang kuatnya aparat yang mengamankan perbatasan adalah karena masih minimnya sarana dan prasarana yang ada. Kapal patroli kita kecil. Ditubruk kapal penyelundup saja bisa hancur lebur. Sebagai negara maritim yang sangat luas, kita hanya memiliki dua buah kapal selam. Sementara jatah bahan bakar untuk patroli juga terbatas sehingga patroli menjadi kurang maksimal. Justru seharusnya anggaran yang selama ini digunakan untuk membayar subsidi BBM sebagian bisa dialihkan untuk membiayai hal-hal yang dapat memperkuat aparat hukum kita. Khususnya aparat yang mengamankan wilayah perbatasan. Dengan demikian, kita tidak hanya aman dari penyelundup BBM tetapi juga dari penyelundup-penyelundup lainnya.

Bantahan ke empat, penurunan produksi sangat berkaitan erat dengan siapa yang memonopoli sumber minyak kita. Apakah Pemerintah SBY pernah melakukan langkah politik untuk menyelamatkan migas nasional dengan jalan menghambat perusahaan migas asing yang merampok dan merugikan rakyat Indonesia tersebut? Jadi menurut kami di sini pemerintah harus ada keberanian sikap untuk menolak intervensi asing khususnya terkait dengan kebijakan energi.

Kenapa sepertinya begitu anti dengan investor asing? Kenapa harus menghambat investor asing di saat kita sedang kekurangan investor? Justru kita harus berusaha menarik investasi asing yang lebih besar untuk dapat mencapai target pertumbuhan ekonomi. Salah satu sektor yang membutuhkan investasi asing adalah sektor migas. Peranan sektor  migas tidak hanya sebagai sumber penerimaan negara, tetapi juga untuk memenuhi kebutuhan industri dalam negeri yang bahkan masih belum sepenuhnya terpenuhi.

Yang harus kita lakukan adalah merenegosiasi dan memperbaiki kontrak karya yang sudah dibuat para pendahulu kita. Kontrak yang terlihat seperti mengobral sumber daya alam kita tanpa melihat efek jangka panjangnya. Itu sudah dan sedang diilakukan. Namun, tidak semudah membalikan telapak tangan. Kontrak-kontrak tersebut sudah terekam dalam hitam di atas putih. Kita tidak bisa mengaturnya semau kita. Yang bisa kita lakukan di antaranya adalah merenegosiasi dengan menaikan tarif royalti, iuran tetap, dan pembagian hasil tambang yang merupakan bagian negara. Bukannya negara tidak berani. Tapi kita tidak bisa melangkah dengan gegabah tanpa mengindahkan aturan. Jika tidak, hal tersebut hanya akan mengancam Pemerintah Indonesia berurusan dengan Arbitrase Internasional. Dan, kita akan kalah di sana jika kita gegabah melangkah dengan bukti-bukti yang lemah.

Berdasarkan alasan-alasan dan bantahan tersebut diatas maka Serikat Mahasiswa (SEMA) Universitas Paramadina mempertimbangkan dengan beberapa aspek berikut:
Aspek Ekonomi
  1. Kenaikan harga BBM akan berimplikasi terhadap perekonomian Indonesia dan akan terjadi inflasi yaitu naiknya berbagai harga barang pokok dan hilangnya keseimbangan daya beli masyarakat yang akibatnya bisa menyengsarakan rakyat miskin.
  2. Selain itu kenaikan harga BBM juga akan berdampak pada industri dalam negeri dimana biaya produksi yang tinggi, usaha menengah mandiri dan pengurangan karyawan (PHK) kemungkinan terjadi.
Aspek Sosial
  1. Dampak yang paling akan dirasakan terhadap kenaikan harga BBM ini adalah munculnya gejolak dan ketimpangan sosial yang akan berakibat pada krisis sosial dan politik.
  2. Dampak yang akan terjadi yaitu kenaikan angka orang miskin di Indonesia akibat kenaikan harga BBM ini bisa jadi akan meningkat, mengingat jumlah masyarakat yang mampu memenuhi kebutuhan pokok pasca kenaikan harga-harga ini akan menurun.
  3. Dengan pemutusan hubungan kerja dan bertambahnya kemiskinan bisa memunculkan sebuah masalah sosial baru.
Aspek Hukum
Dengan menaikan harga BBM pemerintah telah menyalahi konstitusi UUD 45 bahwa Negara berkewajiban melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahtera umum serta mencerdaskan kehidupan bangsa dan fakir miskin, anak-anak terlantar menjadi tanggung jawab negara untuk itu kedaulatan itu ditangan rakyat bukan diserahkan ke pasar karena pasar bukanlah jati diri ekonomi pancasila sehingga UUD 45 dalam pasal 33 ayat 3 dan 4 juga menyatakan (3) Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. (4) Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan yang berkelanjutan.

Beberapa poin sudah saya tanggapi di atas. Yang ingin saya tegaskan kembali yaitu terkait industri yang akan terkena dampak dari kenaikan harga BBM dan terkait dengan kedaulatan yang sedikit disinggung dalam pertimbangan terkait aspek hukum.

Sebenarnya, industri tidak perlu khawatir dengan dampak dari kenaikan BBM. Kenaikan BBM justru dapat mempercepat shifting energi. Shifting energi dari BBM ke gas sudah dicanangkan sejak tahun 2005. Dalam shifting energi  ini, gas di diharapkan dapat menekan porsi BBM. Sebenarnya tidak hanya gas yang diharapkan dapat menekan porsi BBM, melainkan juga Energi Baru Terbarukan (EBT).

Gas menjadi subjek utama dalam shifting energi karena memiliki beberapa kelebihan dibanding sumber energi lainnya, termasuk BBM. Cadangan gas kita lebih banyak dari pada minyak. Produksi gas kita berada dalam kisaran 60-80 Million Tonnes of Oil Equivalent (MTOE) dengan tingkat konsumsi yang baru mencapai kisaran 20-40 MTOE. Masih lebih besar dibandingkat batubara yang produksinya hanya mencapai kisaran 150-200 MTOE dengan tingkat konsumsi sekitar 50 MTOE. Sementara produksi minyak berada dalam kisaran 40- 60 MTOE dengan komsumsi yang berada di atas 60 MTOE. Kita mempunyai peluang besar untuk berinvestasi terutama di bagian hulu. Ketika produksi minya turun, produksi gas bisa meningkat pesat. Selain itu, kita juga masih mempunya panas bumi yang merupakan 45% dari cadangan panas bumi dunia.

Ini mimpi besar kita untuk shifting energi dari BBM ke gas dan sumber energi alternatif lainnya. Mekipun persentase konsumsi gas cenderung datar, namun volumenya meningkat karena MTOE terus meningkat, kuenya terus membersar. Itulah kenapa saat gas dan batubara menjadi lebih seksi untuk diekspor daripada dijual di dalam negeri karena di dalam negeri penggunaannya masih belum maksimal. Namun, untuk jangka panjang ini bisa menjadi bumerang. Selain itu, gas juga lebih ramah lingkungan dengan harga yang lebih murah. Di beberapa negara maju dan berkembang, harga gas adalah sekitar 50% dari harga BBM. Harga gas di Indonesia masih terbilang mahal karena infrastruktur gas kita masih terbatas. 

Alternatif distribusi gas bisa melalui pipa atau LNG. Ladang gas masih jauh dari pusat beban. Jika distribusi menggunakan pipa maka diperlukan jalur distribusi yang tidak pendek. LNG juga masih mahal karena infrastrukturnya masih terbatas. Banyak daerah demand-nya tidak terpenuhi karena infrastruktur masih terbatas. Padahal kondisi tersebut sudah ideal untuk menciptakan pasar karena kita sudah meng-create demand. Karena itulah subsidi BBM harus dihapuskan sehingga anggaran yang ada dapat dipergunakan untuk membangun infrastruktur dalam rangka menyukseskan shifting energi. 

Dengan menaikan harga BBM kita dapat sedikit mengurangi demand kita terhadap minyak, mengurangi impor minyak, dan mendukung shifting energi untuk portofolio energi yang lebih terdiversifikasi, yang tidak mengalami ketergantungan kepada minyak. Konsumsi minyak sudah terlalu gemuk dan syarat akan impor dengan harga yang semakin mahal. Di tahun 2050 diperkirakan cadangan minyak bumi kita akan habis jadi mau tidak mau suatu saat kita harus benar-benar shifting energi. Kalau tidak dimulai sekarang mau kapan? Mau menunggu cadangan minyak bumi benar-benar habis?

Berdasarkan analisis diatas maka kami dari Serikat Mahasiswa (SEMA) Universitas Paramadina secara tegas menolak dan menyerukan kepada pemerintah sebagai berikut:
  1. Menolak keras kenaikan harga BBM karena bisa berdampak sistemik
  2. Evaluasi ulang anggaran untuk pertahanan sebesar 150 Triliun, dan alihkan untuk pemulihan ekonomi nasional.
  3. Renegosiasi kontrak pertambangan PT Freeport dengan pemerintah Indonesia
  4. Mengoptimalkan penerimaan pajak Negara.
  5. Stop utang luar negeri.
  6. Stop pembodohan masyarakat dengan Program Bantuan Langsung Sementara Masyarakat (BLSM).
  7. Stop liberalisasi pasar dengan mencabut UU Migas No. 22 tahun 2001.
  8. Kembali kepada Pancasila dan UUD 1945.
  9. Mari bersama-sama kita merapatkan barisan, bergerak dukung Indonesia ke arah yang lebih baik.
  10. Terimakasih.
Serikat Mahasiswa Universitas Paramadina

Dalam APBN 2013 anggaran untuk pertahanan hanya sebesar 81,8 triliun. Padahal di awal telah disarankan untuk menguatkan pengamanan wilayah perbatasan. Justru yang sekarusnya dievaluasi adalah anggaran untuk membayar subsidi BBM yang sebesar 193,8 triliun.

Saya kurang paham kenapa ketika kita sedang berbicara kenaikan harga BBM tapi justru membahas PT Freeport. PT Freeport bukan perusahaan pertambangan migas melainkan perusahaan pertambangan umum yang menghasilkan emas, tembaga, dan nikel. Namun, terkait renegosiasi kontrak karya pertambangan pemerintah memang telah dan sedang melakukan renegosiasi, tidak hanya dengan PT Freeport saja.

Kalau bukan dari utang lalu dari mana kita mendapatkan sumber pembiayaan? Lucu ketika negara pemerintah diminta untuk menyetop utang sementara BBM harus tetap disubsidi. Padahal APBN 2013 sudah dianggap tersandera oleh besarnya subsidi BBM yang pembiayaannya juga bersumber dari utang. Tentu saja semakin menambah besar kewajiban pembayaran pokok dan bunga utang kita.

Bola panas ini akan tetap bergulir bergulir. Apalagi menuju 2014. Sebenarnya semuanya hanya tinggal menunggu ketok palu presiden. Masalahnya, presiden kita berani atau tidak mengetok palunya? Bola panasnya sedang bergulir di lapangan politik. Pemerintah sudah merancang pricing policy sedemikian rupa dengan tentu saja tidak mengabaikan kesejahteraan rakyat. Secara pribadi saya juga takut kalau harga BBM naik, takut biaya hidup jadi mahal. Tapi sampai kapan kita akan memikirkan ego pribadi tanpa memikirkan generasi penerus kita. Haruskah kita menambah banyak utang yang akan kita wariskan kepada mereka? Per hari kita mengimpor sekitar 1 ton minyak bumi. Ini sangat buruk terhadap kondisi ekonomi makro kita. Inflasi kita akan semakin buruk ketika kita terlalu banyak mengimpor.

Benar kata seorang teman. Di negeri ini tidak hanya pemimpinnya yang harus diubah, tetapi juga rakyatnya.

Ada yang bilang, jika jantung kita sampai berdebar-debar saat mengerjakan sesuatu, berarti kita sedang mengerjakan apa yang sesuai dengan passion kita. Itulah alasan saya menulis ini. Sekalian belajar untuk mencintai, mencintai pekerjaan dan mencintai negeri ini.

Sekian tulisan yang terlampau panjang ini. Betulkan jika saya salah. Dan, semoga bermanfaat.


____________________
Sumber gambar: VIVA.co.id
Baca Juga
Abah
Generasi Micinial

Artikel Terkait

1 komentar