zORB44u1Y5Szogk9hvRg5anbZDydcDDjseaSpgOw

Jalan Terjal Tambang Mineral


Pasca ditetapkannya Undang-undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU Minerba), dalam kurun waktu yang singkat telah terjadi peningkatan ekspor bijih mineral yang sangat signifikan. Misalnya, ekspor bijih nikel meningkat 800%, bijih besi meningkat 700%, dan bijih bauksit meningkat 500%. Di sisi lain, peningkatan ekspor bijih mineral dapat berisiko terhadap ketersediaan bahan baku untuk pengolahan dan pemurnian mineral di dalam negeri.

Untuk mengendalikan risiko tersebut, mutlak diperlukan pengendalian ekspor bijih mineral. Pengendalian ekspor bijih mineral tersebut juga berguna untuk mencegah dampak negatif terhadap lingkungan. Itulah yang kemudian melatarbelakangi diterbitkannya Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 7 Tahun 2012 tentang Peningkatan Nilai Tambah Mineral Melalui Kegiatan Pengolahan dan Pemurnian Mineral (Permen ESDM 7/2012).

Permen ESDM 7/2012 diterbitkan dalam rangka mengamankan terlaksananya amanat UU Minerba, khususnya terkait dengan kewajiban pengolahan dan pemurnian mineral di dalam negeri paling lambat tanggal 12 Januari 2014. Sejak diterbitkannya UU Minerba, dipandang belum ada suatu rencana komprehensif dari pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) mineral untuk melaksanakan UU Minerba khususnya dalam pembangunan fasilitas pengolahan dan pemurnian, serta bentuk kerja sama pengolahan dan pemurnian mineral di dalam negeri.

Pada awal Mei 2012, dilaksanakan Rapat Koordinasi Bidang Perekonomian yang dipimpin oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian. Dalam rapat yang dihadiri oleh Menteri ESDM, Menteri Keuangan, Menteri Perdagangan, Menteri Perindustrian, dan Menteri BUMN tersebut disepakati perlunya pengendalian ekspor bijih (raw material atau ore) mineral melalui penetapan Tata Niaga Ekspor Mineral dan pengenaan bea keluar untuk mendapatkan manfaat yang optimal bagi perekonomian.

Tata Niaga Ekspor Mineral diatur dalam Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 29/M/M-DAG/PER/2012 tentang Ketentuan Ekspor Produk Pertambangan (Permendag 29/2012). Dalam tata niaga ekspor tersebut, ekspor mineral dapat dilaksanakan setelah terlebih dahulu mendapat rekomendasi dari Kementerian ESDM. Pemberian rekomendasi didasarkan pada evaluasi administratif sejak diterbitkannya Permen ESDM 7/2012, yaitu status IUP mineral clear and clean (C&C), pelunasan kewajiban pembayaran keuangan kepada negara, penyampaian rencana kerja dan/atau kerjasama dalam pengolahan dan pemurnian mineral di dalam negeri, penandatanganan Pakta Integritas, pengenaan bea keluar sesuai ketentuan pemerintah, serta kuota ekspor mineral dan jangka waktunya.

Pemberlakuan Permen ESDM 7/2012 tentunya memiliki dampak langsung terhadap para pengusaha pertambangan. Dalam Permen ESDM tersebut diatur mengenai larangan ekspor bahan tambang mentah dari negara Indonesia. Setiap jenis komoditas tambang mineral logam harus diolah dan dimurnikan sesuai dengan batasan minimum pengolahan dan pemurniannya. Tidak ada lagi bijih mineral yang setelah selesai dikeruk langsung dimuat ke tongkang dan dibawa ke luar negeri, seperti yang terjadi selama ini.

Peraturan tersebut mengharuskan para pengusaha pertambangan untuk menyiapkan sarana dan prasarana pengolahan hasil tambang. Dalam praktik yang terjadi selama ini, pengusaha tambang bisa sangat mudahnya mengekspor bijih mineral ke luar negeri dengan hanya berbekal IUP yang dikeluarkan oleh pemerintah daerah. Sangat sedikit mineral yang dikelola oleh pertambangan rakyat. Cita-cita yang terkandung dalam Permen ESDM tersebut adalah untuk mendukung pemberhentian ekspor bahan tambang mentah agar dapat lebih meningkatkan nilai guna hasil tambang jika diekspor dalam bentuk setengah jadi atau dalam bentuk jadi dan dapat memberikan peluang tenaga kerja dengan berdirinya pusat pengolahan tambang tersebut.

Dalam pasal 3 ayat (4) Permen ESDM 7/2012 diatur bahwa setiap jenis komoditas tambang mineral logam tertentu seperti tembaga, emas, perak, timah, timbal dan seng, kromium, molibdenum, platinum group metal, bauksit, bijih besi, pasir besi, nikel/ kobalt, mangan dan antimon, wajib diolah dan/atau dimurnikan sesuai dengan batasan minimun pengolahan dan/atau pemurnian. Dalam pasal 5, diatur pula bahwa produk sampingan dari tambang tersebut juga harus diolah dalam negeri. Dalam pasal berikutnya, disebutkan bahwa komoditi tambang mineral logam termasuk produk sampingan/sisa hasil/mineral ikutan, mineral bukan logam, dan batuan tertentu yang dijual ke luar negeri wajib memenuhi batasan minimum pengolahan dan/atau pemurnian komoditas tambang mineral tertentu tadi.

Jauh panggang dari api. Pada tanggal 12 September 2012 lahirlah Putusan Mahkamah Agung (MA) Nomor 09P/HUM/2012 yang merupakan putusan sidang uji materiil Permen ESDM 7/2012 yang diajukan oleh Asosiasi Nikel Indonesia (ANI). Putusan MA tersebut dianggap sebagai angin segar bagi pengusaha tambang nikel nasional. Melalui putusan ini, MA mengabulkan uji materiil terhadap Permen ESDM 7/2012. Belum genap setahun peraturan tersebut berlaku, MA menyatakan beberapa pasal dalam peraturan tersebut bertentangan dengan UU Minerba.

Pasal-pasal dalam Permen ESDM 7/2012 yang dianggap bertentangan dengan UU Minerba adalah Pasal 8 ayat (3), Pasal 9 ayat (3), Pasal 10 ayat (1) dan (2), serta Pasal 21. Dengan dicabutnya pasal-pasal tersebut, para pemegang IUP tidak lagi diwajibkan untuk meminta izin kepada Kementerian ESDM dalam melakukan kegiatan produksi serta larangan ekspor bahan mineral mentah (raw material atau ore). Kementerian ESDM diperintahkan untuk segera mencabut Permen ESDM tersebut.

Shelby Ihsan, Ketua ANI, mengatakan bahwa gugatannya tersebut bukan berarti pihaknya menolak upaya pemerintah untuk meningkatkan nilai tambah hasil tambang dengan program hilirisasi. Program ini dinilai akan memberikan multiplier effect terhadap perekonomian nasional. Dia menilai kondisi riil di lapangan belum sepenuhnya siap sehingga kebijakan yang intinya melarang ekspor sejumlah produk tambang dalam bentuk mentah tersebut justru menjadi pukulan telak yang cukup mematikan.

Infrastruktur yang ada dianggap belum siap untuk melakukan kegiatan pengolahan dan pemurnian mineral di dalam negeri. Kondisi pasar di dalam negeri juga dinilai belum mampu menyerap produksi hasil tambang sehingga menimbulkan stagnasi ekspor dan terhentinya produksi. Kebijakan ini mengakibatkan banyak perusahaan tambang terpaksa mengurangi produksi dan mengurangi tenaga kerja. Bahkan tak sedikit yang berujung pada berhentinya produksi.

Koordinator Hilirisasi Industri, Kamar Dagang dan Industri (Kadin), Bambang Sujagad, menuding bahwa Permen ESDM tersebut telah mengakibatkan pengusaha tambang mineral kecil dan menengah pemegang IUP di Sulawesi, Kalimantan, dan Sumatera kesulitan untuk mendapat kuota ekspor. Alhasil, mereka terpaksa menjual hasil produksinya ke perusahaan yang mendapat izin transportasi dan pengangkutan hasil tambang yang mendapat izin kuota ekspor. Permen ESDM tersebut juga dinilai telah menghambat terbitnya izin usaha operasi produksi pemerintah kabupaten/kota bagi pengusaha pemegang IUP, lantaran harus mendapat restu dari Kementerian ESDM. Padahal, UU Minerba menyebutkan IUP diterbitkan Kepala Daerah, bukan oleh Menteri ESDM.

Menanggapi hal tersebut, Direktur Jenderal Mineral dan Batubara, Kementerian ESDM, Thamrin Sihite, menegaskan bahwa Kementerian ESDM tidak akan mencabut Permen 7/2012. Menurutnya pengusaha tambang masih bisa mengekspor produksinya hingga tahun 2014. Pasalnya masih ada Permen ESDM 11/2012 yang mengizinkan ekspor empat belas bahan mineral logam mentah seperti tembaga, emas, perak, timah, timbal, seng, kromium, molibdenum, bauksit, bijih besi, pasir besi, nikel, mangan dan antimon.

Agar bisa mengekspor keempat belas bahan mineral logam mentah tersebut pengusaha tambang harus terlebih dahulu melakukan C&C terhadap status IUP yang dipegangnya, melunasi kewajiban pembayaran bea keluar dan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP), menyampaikan rencana kerja perusahaan atau rencana kerja sama untuk membuat smelter. Tentu saja Permen ESDM 7/2012 ikut berpengaruh terhadap penurunan PNBP dari sektor pertambangan umum.

Sudah waktunya pemerintah dan pengusaha untuk duduk bersama membicarakan solusi dari persoalan ini. Tidak semestinya benang kusut ini kemudian mengganggu kegiatan investasi maupun kegiatan produksi pertambangan, khususnya pertambangan umum. Sebenarnya, melalui Permen ESDM 7/2012 pemerintah memiliki niat mulia untuk melindungi segenap sumber daya yang terkandung di dalam tanah air kita, agar dalam jangka panjang negara tidak dirugikan.

____________________
Sumber gambar: Flickr
Baca Juga
Abah
Generasi Micinial

Artikel Terkait

Posting Komentar