zORB44u1Y5Szogk9hvRg5anbZDydcDDjseaSpgOw

Birokrat Pengecut


Tadi saya sempat mampir ke Gramedia Matraman untuk mencari mouse. Karena niatnya memang tidak untuk mencari buku, saya pun tidak naik ke lantai atas. Tapi tetap saja buku-buku yang dijajakan di dekat pintu masuk menggoda iman saya. Walhasil saya pun pulang dengan mengantongi tiga buah buku, dengan harga sekitar sepuluh per buku: sebuah buku mewarnai, hadiah untuk keponakan, buku Kwik Kian Gie, dan sebuah buku yang ditulis seorang blogger. Meski memang masih ada beberapa buku yang belum selesai saya baca. Bahkan satu halaman pun ada yang belum sempat saya serap isinya. Tapi tidak ada salahnya untuk menambah koleksi. Toh buku-bukunya cukup bagus dan sangat-sangat murah.

Buku Kwik Kian Gie sangat menarik karena saya masih penasaran dengan beberapa pemikirannya yang belum saya pahami. Terutama tentang isu subsidi BBM yang oleh pemerintah acap kali dikaitkan dengan kenaikan harga minyak dunia. Kalau buku "Blogger Ngomong Politik" saya beli karena memang jarang ada blogger yang berbicara tentang politik. Di Politikana pun yang menulis orangnya itu-itu saja dan tidak begitu menggigit. Karena tulisan blogger yang satu ini sampai dibukukan, saya pikir seharusnya tulisannya tidak hanya menggigit, tapi harus nendang.

Sambil saya sampul, buku yang saya beli memang selalu saya sampul sendiri, iseng-iseng saya mengintip beberapa judul artikelnya. Ada satu judul yang cukup membuat mata saya terbelak dalam buku "Blogger Ngomong Politik", "Ciri Birokrat Pengecut". Sebagai seorang birokrat saya merasa tersentil dengan judul yang dipilih sang blogger, Baban Sarbana.

Menurutnya, ada dua ciri birokrat pengecut. Ciri pertama, birokrat pengecut adalah yang menggunakan nama pimpinannya untuk menguatkan eksistensinya. Baban mencontohkan ciri yang pertama ini adalah pada saat muncul kasus Gubernur Jawa Barat yang "katanya" melarang tari Jaipong sehingga membuat resah para seniman dan pemerhati kesenian Sunda. Padahal gubernur hanya menyatakan bahwa perlu mengurangi tarian yang mengandung unsur 3G (Geol, Gitek, dan Goyang). Usut punya usut, ternyata ada birokrat dalam jajaran di bawah gubernur yang mengubah himbauan tersebut menjadi larangan. Mengubah yang normatif menjadi eksekusi. Tentu saja isu tersebut sangat meresahkan masyarakat sementara pelakunya bersembunyi di balik nama besar pimpinannya.

Menurut sang blogger, ciri kedua adalah birokrat yang tidak mempunyai hati nurani. Menjadikan kedudukannya sebagai alat untuk mengeruk keuntungan pribadi. Tidak sadar bahwa uang haramnya akan menjadi darah daging untuk keluarganya, menjadikan setiap amal ibadahnya tidak diterima. Kadang memang ada beberapa hal yang tidak bertentangan dengan hukum duniawi. Tetapi belum tentu tidak bertentangan dengan hukum Tuhan.

Bukan apa-apa, tulisan kali ini hanya sebagai pengingat bagi diri saya sendiri. Takutnya, secara sadar atau tidak sadar, janga-jangan saya masih termasuk ke dalam kategori birokrat pengecut. Tetapi semoga saja tidak. Selamat malam.
Baca Juga

Artikel Terkait

3 komentar

  1. Woah, lama ngga mampir kemari dan tiba-tiba disuguhi dengan tulisan sebergizi ini. Iya, birokrat pengecut rupanya masih buanyaaakk di Indonesia. PR pemuda sangat banyak, semoga kita ngga terjebak jadi birokrat pengecut; karena ternyata banyak yang idealis pada awalnya tapi berubah jadi serupa ketika sudah berkuasa.

    BalasHapus
  2. Jlebbb...tulisannya bagus, membelalakkan mata :D makasi banyak atas tulisannya, yahhh buat cermin bagus nih :D Oh iya, titip jejak boleh ya http://egibob.wordpress.com Salam :D

    BalasHapus
  3. Makasi share pengetahuannya, bagus nih buat recomended buku...kebetulan saya juga hobi baca :D Oh iya titip jejak ya http://egibob.wordpress.com Salam :D

    BalasHapus