zORB44u1Y5Szogk9hvRg5anbZDydcDDjseaSpgOw

Saham Bir Bintang


Bangun tidur Anda minum apa? Aqua? 74% sahamnya milik Danone, perusahaan Perancis. Atau teh Sariwangi? 100% saham milik Unilever, Inggris. Minum susu SGM milik Sari Husada yang 82% sahamnya dikuasai Numico, Belanda? Lalu mandi pakai Lux dan Pepsodent milik Unilever, Inggris? Sarapan? Berasnya beras impor dari Thailand (Bulog pun impor), gulanya juga impor (Gulaku, Malaysia). Mau santai habis makan? Rokoknya Sampoerna yang 97% sahamnya milik Philip Morris Amerika.

Kemarin, pukul 17.30 waktu Jakarta, Om Bob tutup usia di Rumah Sakit Pondok Indah, Jakarta Selatan. Om Bob tutup usia setelah dirawat intensif selama dua minggu. Celana jins pendek kiwir-kiwir dan lengan kemeja digulung pendek adalah ciri khasnya. Rambut dan kumisnya yang berwarna putih membuat penampilan Om Bob makin nyentrik.

Di atas adalah kutipan pesan Om Bob yang seolah ingin membangunkan kita dari tidur yang terlampau panjang, yang membuat rezeki kita habis dipatuk ayam. Memang tanpa perusahaan asing, akan sulit bagi kita untuk maju. Tapi bukan berarti kita harus merelakan jika setiap aspek kehidupan kita dikuasai perusahaan asing. Bahkan bir-bir yang diperjualbelikan dengan sangat bebas di gerai-gerai minimarket di samping rumah kita juga dikuasai perusahaan asing. Bir Bintang termasuk salah satunya.


Bir Bintang merupakan produk dari PT Mullti Bintang Indonesia Tbk. (MLBI), selain Heineken, Green Sands, Bintang Zero, dan Recharge. Sebelum melakukan pemecahan nilai nominal saham (stock split), MLBI adalah emiten dengan harga per lembar saham termahal di Indonesia. Harga sahamnya pernah menyentuh angka Rp1,4 juta per lembarnya. Artinya kita harus menyiapkan uang minimal Rp140 juta untuk bisa membeli sahamnya. Karena itu, banyak investor pemula dengan modal pas-pasan, yang hanya bisa bermimpi dapat membeli saham yang 75,10%-nya adalah milik Heineken International B.V. ini.

Tapi itu dulu, awal November tahun lalu MLBI telah melakukan stock split dengan rasio 1:100. Stock split ini dilakukan agar harga saham MLBI terjangkau, ramai diperdagangkan, dan bertambah likuid sebagaimana yang telah diatur oleh otoritas pasar modal. Sebelumnya, tepatnya pada 11 September 2014, harga saham MLBI melonjak 20% ke Rp1,32 juta per saham. Salah satu pemicunya lantaran produsen Bir Bintang ini berniat melakukan stock split. Memang stock split kerap berpeluang menaikkan harga saham.

Bisa dipastikan harga saham MLBI akan ikut terkerek ketika saat ini produk birnya bebas diperjualbelikan di minimarket. Ketika marak larangan minuman keras pun, harga saham MLBI tidak akan merosot karena MLBI juga memproduksi minuman non-alkohol. Pada pertengahan tahun lalu, emiten saham ini telah merampungkan pabrik ke tiga yang berlokasi di Sampang Agung, Mojokerto, Jawa Timur. Pabrik ini memproduksi minuman softdrink atau non-alkohol, Green Sands dan Bintang Zero. Nilai investasinya mencapai Rp210 miliar dengan kapasitas produksi 500.000 hektoliter per tahun.


Peredaran minuman beralkohol, termasuk di minimarket, diatur dalam Perpres Nomor 74 Tahun 2013 Tentang Pengendalian dan Pengawasan Minuman Beralkohol. Perpres ini merupakan buah dari Putusan MA Nomor 42 P/HUM/2012 Tanggal 18 Juni 2013 yang menyatakan Keppres Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengawasan dan Pengendalian Minuman beralkohol tidak sah dan tidak mempunyai kekuatan hukum. 

Beberapa aturan dalam Perpres 74/2013 menjiplak isi Keppres 3/1997, kecuali beberapa aturan baru seperti yang tertuang pada Pasal 7 ayat (3), (4), dan (5) 74/2013. Maka, penjualan bir di minimarket yang tidak dilakukan secara terpisah dengan barang-barang jualan lainnya, jelas itu melanggar aturan. Apalagi ketika siapapun, termasuk anak sekolah yang masih di bawah 21 tahun, bisa dengan bebas membelinya. Saya pernah melihat sendiri seorang anak usia sekolah dengan bebasnya membeli bir di minimarket depan rumah. Kasir minimarket pun tidak mempermasalahkannya. Dengan market share yang mencapai 70% dari total peredaran minuman sejenis di dalam negeri, tentu saja MLBI harus ikut bertanggung jawab.

Ini bukan soal minumannya, tapi cara minuman itu dijual. Ini tidak melulu soal agama, tapi soal ketertiban umum. Minuman keras diatur dalam Perpres bukan karena umat Islam menganggapnya haram, melainkan demi melindungi kepentingan umum. Di luar negeri seperti di Pennsylvania, Amerika Serikat, peredaran minuman beralkohol dikontrol dengan sangat ketat. Anak di bawah umur dilarang mengonsumsi minuman beralkohol  karena alasan kesehatan dan keselamatan berkendara. Hanya toko-toko yang berlisensi yang boleh berjualan, dan itu dilakukan di tempat yang terpisah dari toko utama dengan kasir yang terpisah pula.

Distribusi dan kontrol minuman keras adalah kepentingan publik, apapun latar belakang agamanya. Baik memang memilih instrumen investasi yang bisa memberikan keuntungan lebih. Tapi alangkah lebih baik lagi jika instrumen investasi yang kita pilih tidak melindungi kepentingan umum, atau setidaknya tidak ikut memiliki andil dalam kegiatan usaha yang merugikan orang lain.
Baca Juga
Abah
Generasi Micinial

Artikel Terkait

2 komentar

  1. Barangkali ini ada hubungannya dengan chain minimarket Circle K. Sori sebut nama aja nih. Circle K kan milik luar negeri juga. Mereka tuh ngejual bebas miras. :( Entahlah siapa pemilik Circle K. Mungkin masih ada hubungan sama semua perusahaan besar di luar sana.

    Semestinya minimarket gak boleh menjual miras ya, termasuk Circle K. Harus ada toko khusus liquor yang menjualnya. :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Tapi kayaknya sekarang aturannya udah berubah, untuk DKI ya. Soalnya ini kan tulisan beberapa bulan lalu.

      Hapus