zORB44u1Y5Szogk9hvRg5anbZDydcDDjseaSpgOw

Ayah Pro ASI


Sabtu kemarin, saya mendapat kuliah pagi dari dokter laktasi. Kata dokter, ada tiga kunci keberhasilan laktasi: informasi yang cukup, dukungan keluarga dekat, dan manajemen ASI yang benar. Karena itu, sebagai anggota keluarga yang paling dekat dengan ibu, sosok ayah memiliki peran yang sangat penting dalam menentukan berhasil atau tidaknya laktasi. 

Ada dua hormon yang sangat berpengaruh terhadap ASI: prolaktin dan oksitosin. Prolaktin adalah hormon yang memproduksi ASI sedangkan oksitosin adalah hormon yang mengalirkan ASI. Produksi oksitosin sangat dipengaruhi oleh kestabilan emosi ibu. Sebanyak apa pun produksinya, ASI tidak akan keluar ketika oksitosin terganggu. Maka, Ayah menjadi sosok yang memiliki peran penting dalam menentukan berhasil atau tidaknya laktasi.

Dokter juga bercerita jika saat ini banyak rumah sakit yang mendaulat dirinya sebagai rumah sakit pro ASI hanya untuk pencitraan. Pada kenyataannya, rumah sakit seperti ini tidak menjalankan praktik yang benar-benar pro ASI. Misalnya, ketika rumah sakit menganggap produksi ASI tidak cukup sehingga menyarankan untuk langsung memberikan susu formula pada bayi. Padahal, di negeri orang, untuk mendapatkan susu formula setidaknya dibutuhkan resep dari dua dokter anak. 

ASI yang tidak keluar atau hanya menetes bisa terjadi karena adanya hormon kehamilan yang menahannya. Hormon kehamilan berpusat di ari-ari. Ketika bersalin, ari-ari lepas dari rahim, sehingga kadar hormon kehamilan akan turun dan ASI dapat keluar. Akan tetapi, prosesnya bisa berlangsung hingga 72 jam atau tiga hari pascabersalin, hingga sisa hormon kehamilan yang masih ada dalam pembuluh darah ibu hilang.                     

Selain itu, agar ASI berproduksi optimal, dalam 72 jam pertama usia bayi, disarankan untuk memberikan rangsangan skin to skin antara ibu dan bayi dengan pelekatan yang benar. Skin to skin tersebut dilakukan sekali dalam dua jam selama 15 sampai 30 menit. Meskipun sederhana, hal ini sangat berpengaruh terhadap keberhasilan laktasi.

Seandainya dalam 72 jam pertama bayi belum bisa mendapat asupan apa pun, termasuk ketika ASI belum keluar, kita tidak perlu khawatir. Bayi dengan usia kehamilan cukup bulan, sudah mempunyai lemak coklat yang cukup untuk digunakan dalam proses metabolisme selama 72 jam pertama usianya. Jadi, meskipun ASI tidak keluar, tidak semestinya rumah sakit memberikan susu formula pada bayi. Peberian susu formula ini justru akan menghambat bahkan menggagalkan laktasi. Selain rasa susu yang berbeda, pemberian susu formula menggunakan dot juga dapat menghambat laktasi karena mekanisme laktasi menggunakan dot berbeda mekanisme laktasi dengan menyusu langsung pada ibu.

Selain pada bayi, penggunaan dot juga dapat menghambat proses perangsangan payudara untuk memproduksi ASI dengan optimal. Karena itu, bagi ibu yang bekerja, dokter menyarankan agar penyajian ASI perah menggunakan gelas ASI, bukan menggunakan dot. Mekanisme laktasi secara langsung juga harus dilakukan dengan benar, yaitu lidah memerah areola, bukan hanya puting. Mekanismenya dengan memasukkan areola sebanyak-banyaknya kedalam mulut bayi. Jika bayi hanya menyusu di puting, ASI hanya keluar sedikit atau tidak keluar sama sekali, bahkan ibu menjadi kesakitan karena lecet.

Sebenarnya masih banyak lagi materi yang disampaikan dokter dalam satu setengah jam kemarin. Tetapi, sebagai prolog, saya rasa catatan singkat ini sudah cukup untuk dijadikan pengingat bagi setiap (calon) ayah yang ingin benar-benar menjadi ayah yang pro ASI, yang bukan sekadar pencitraan.
Baca Juga
Abah
Generasi Micinial

Artikel Terkait

2 komentar

  1. Asiiik, selamat ya Mat, udah jadi ayah ya sekarang. :)

    Gw udah lama ga ngeblog, alhamdulillah banyaaaaaak temen narablog yang udah nikah. :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. Makasih, Asop. :D

      Iya nih, lama ga kelihatan. Ke mana aja?

      Hapus