zORB44u1Y5Szogk9hvRg5anbZDydcDDjseaSpgOw

Konvoi Moge dan Potensi Penerimaan Negara


Foto Elanto Wijoyono yang mencegat konvoi moge di Jogja tempo hari lagi ngehits di lini masa. Tidak sedikit orang yang ikut mengomentari insiden ini. Ada yang bilang konvoi dengan pengawalan polisi justru meniadakan impresi bebas, jantan, sangar, dan bertanggung jawab yang ingin dibangun dengan naik moge. Konvoi motor bebek saja tidak dikawal polisi. Ada yang mengomentari seringnya konvoi moge melanggar lalu lintas. Ada juga yang realistis, bahwa tidak hanya konvoi moge yang sering melanggar lalu lintas.

Polisi, sebagai pihak yang ikut terlibat tidak ingin tinggal diam. Melalui akun Divisi Humas Mabes Polri, polisi mengklaim telah melakukan pengawalan sesuai prosedur. Salah satu tamengnya adalah UU Kepolisian. Bagi saya, ini menjadi menarik. Sebelum ada kejadian ini pun saya memang sedang ingin menulis tentang UU Kepolisian, yang pada minggu lalu diajukan judicial review ke MK bersama dengan UU LLAJ. Hanya saja saya sedang sibuk. Sibuk momong anak, jadi belum sempat ketak-ketik.

Mumpung masih panas, saya ingin menelisik sisi lain insiden ini. Jika mengacu pada peraturan yang ada, saya tidak bisa membantah polisi yang mengatakan bahwa pengawalan yang dilakukan polisi tidak melanggar aturan. Bisa saja multi tafsir sih. Tapi pada level ini saya memilih untuk setuju. Memang begitulah aturannya. Masalahnya, aturan itu dibuat manusia, makhluk yang tidak lepas dari khilaf, dosa, dan kepentingan. Maka, rasanya wajar jika ada yang mempertanyakannya.

Kali ini saya tidak ingin terlalu mempersoalkan peraturan terkait diskresi polisi dalam menilai kendaraan yang mendapatkan hak utama, sehingga di antaranya dapat menerobos lampu merah. Mengenai pernyataan polisi bahwa ini adalah bentuk layanan polisi terhadap masyarakat saya juga setuju. Namun, masihkah adil jika semua bentuk layanan pengawalan polisi itu diberikan secara cuma-cuma alias gratis? Mengingat bensin motor voorijder itu dibeli dengan uang rakyat.

Okelah para pengendara moge itu sudah bayar pajak. Tapi jangan lupa bahwa pajak saja tidak cukup untuk membiayai APBN. Karena itu, tidak semua layanan pemerintah diberikan secara cuma-cuma. Tidak sedikit layanan pemerintah dikenai PNBP. Di Kepolisian saja, layanan seperti penerbitan SIM dan STNK dikenakan biaya sebesar tarif yang tercantum dalam Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2010 tentang Jenis dan Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku pada Kepolisian Negara Republik Indonesia.

PNBP ini sama seperti pajak. Selain reguler, PNBP juga berfungsi budgeter. Tentu saja ada kriteria tertentu mengenai perhitungan dan penentuan tarifnya. Tidak terkecuali perhitungan dan penentuan tarif layanan dalam rangka fungsi budgeter. Apalagi jika layanan tersebut diberikan untuk kegiatan hura-hura kaum jetset. Saya rasa, akan lebih adil jika atas layanan pengawalan konvoi moge ini dikenakan PNBP.

Meski begitu, pengawalan terhadap mobil pemadam kebakaran, ambulans, mobil penolong kecelakaan lalin, mobil pimpinan lembaga negara, tamu negara, dan pengantar jenazah harus tetap dikenakan tarif nol rupiah. Pembedaan pengenaan tarif atas jenis PNBP yang sama terhadap subjek yang berbeda memang sudah lazim dilakukan. Tentu yang menjadi pertimbangan utama adalah aspek keadilannya.

Daripada malah masuk ke kantong warga negara, kan lebih baik jika penerimaan atas layanan tersebut masuk ke kas negara. Saya tidak bermaksud untuk berburuk sangka loh ya.
Baca Juga
Abah
Generasi Micinial

Artikel Terkait

Posting Komentar