zORB44u1Y5Szogk9hvRg5anbZDydcDDjseaSpgOw

Implikasi Ekonomis Klasifikasi Energi


#15HariCeritaEnergi

Jamaknya, energi dibagi menjadi energi terbarukan (renewable) dan energi tidak terbarukan (exhaustible). Pengklasifikasian atau penggolongan jenis energi ini didasarkan pada interval waktu pembentukannya. Pengklasifikasian tersebut diperlukan untuk mempermudah pemahaman kita mengenai sifat-sifat energi tersebut. Pengklasifikasian tersebut akan memudahkan kita dalam merencanakan pengelolaan dan pemanfaatannya agar tidak lekas habis, tetap lestari, dan memberikan manfaat sosial yang optimal.

Energi tidak terbarukan memiliki sifat volume fisik persediaan yang relatif tetap dan tidak dapat diperbarui atau diolah kembali. Volume fisik persediaan yang relatif tetap disebabkan pembentukannya yang memerlukan waktu yang sangat lama. Bisa ribuan bahkan jutaan tahun. Minyak bumi, gas bumi, dan batu bara termasuk dalam kategori ini. Sementara energi terbarukan memiliki sifat terus-menerus ada dan dapat diperbarui secara alami maupun dengan bantuan tangan manusia.

Sejatinya, perbedaan energi terbarukan dan energi tidak terbarukan hanya tergantung pada derajat keberadaannya. Adanya penemuan-penemuan baru hasil eksplorasi bisa menambah volume persediaan energi tidak terbarukan. Di sisi lain, energi terbarukan pun bisa habis jika dimanfaatkan tanpa mengindahkan kelestariannya. Dari kaca mata geologis, persediaan beberapa sumber energi tidak terbarukan selalu meningkat dari masa ke masa. Akan tetapi, peningkatannya sangat lambat dan kurang begitu berarti secara ekonomis.

Saat ini, sebagian besar energi yang kita gunakan berasal dari bahan bakar fosil yang tergolong sebagai energi tidak terbarukan. Bahan bakar fosil yang ada di dalam perut bumi jumlahnya terbatas dan kian berkurang seiring dengan pemanfataan yang kita lakukan. Cadangan minyak bumi kita akan habis dalam waktu sekitar empat puluh tahun, gas bumi sekitar enam puluh tahun, dan batu bara sekitar seratus tiga puluh tahun. Dengan persediaan yang terbatas, penggunaanya akan semakin menurun dan sangat ditentukan oleh kondisi harga dan biaya yang berhubungan dengan eksplorasi dan penjualan bahan bakar fosil tersebut.

Suatu jenis energi, dapat diklasifikasikan sebagai energi terbarukan bila tersedia dalam kuantitas yang dapat digunakan pada setiap interval waktu yang berbeda. Kuantitas yang selalu tersedia inilah yang membuat adanya aliran energi, sehingga tidak akan mengganggu kesinambungannya di masa yang akan datang. Karena itu, jenis energi tersebut dapat disimpan sebagai persediaan, sehingga dapat diklasifikasikan sebagai energi terbarukan.

Jenis energi yang termasuk dalam klasifikasi energi terbarukan dibagi lagi menjadi kelompok energi yang alirannya dapat dipengaruhi oleh campur tangan manusia melalui teknologi yang ada dan energi yang energi yang alirannya tidak dapat dipengaruhi oleh campur tangan manusia. Termasuk dalam kelompok yang ke dua adalah energi matahari, angin, dan gelombang laut. Semantara itu, yang termasuk kelompok yang alirannya dapat dipengaruhi ternologi misalnya adalah aliran air waduk.

Banyak negara sedang mengembangkan sumber energi alternatif dari golongan energi terbarukan untuk mengganti bahan bakar fosil. Penggunaan sumber-sumber energi alternatif digalakkan. Tidak terkecuali di Tiongkok. Di tengah pengembangan energi terbarukan yang terus mereka kerjakan, pada awal Januari 2017 kemarin Reuters melaporkan bahwa pemerintah Tiongkok memasok dana fantastis sebesar USD361 miliar untuk membangun infrastruktur energi terbarukan yang ditargetkan akan selesai pada tahun 2020 mendatang.

Listrik yang selama ini dipakai untuk menunjang aktivitas sehari-hari mulai banyak diperoleh lewat pemanfaatan tenaga angin, sinar matahari, panas bumi, hingga pengolahan dari limbah hijau. Sumber energi alternatif yang paling populer adalah arus air dan cahaya matahari. Energi alternatif tidak menghasilkan polusi serupa karbon dioksida dan karbon monoksida. Energi alternatif tidak merugikan makhluk bumi karena tidak mencemari atmosfer.

Meski tidak menghasilkan polusi, energi alternatif tetap memiliki potensi kerugian. Misalnya pembangunan dam pembangkit listri tenaga air yang berpotensi mengganngu lingkungan. Biomassa pun memiliki potensi kerugian. Misal ketika permintaan tebu, ubi, dan gandum—yang banyak digunakan untuk membuat biomassa—meningkat, harga pun akan ikut terkerek.

Secara ekonomis, dalam pemanfaatannya, energi terbarukan maupun energi tidak terbarukan akan dapat saling melengkapi (komplementer), saling menggantikan (substitusi), dan dapat pula bersifat netral. Hubungan-hubungan ekonomis antara energi terbarukan dan energi tidak terbarukan tersebut akan sangat berguna ketika kita berbicara soal kebijakan pengelolaan energi.

Pada esensinya, ilmu ekonomi hadir untuk memberi solusi pada masalah kelangkaan (scarcity), tidak terkecuali pada masalah kelangkaan energi, sebagai akibat dari kebutuhan manusia yang tidak terbatas. Kelangkaan tersebut kemudian dihadapkan dengan alat pemenuhan kebutuhan yang juga terbatas jumlahnya. Kita ditantang untuk membuat kebijakan yang tepat agar dapat mengoptimalkan keterbatasan sumber daya tersebut.

Bisa jadi, akan terjadi kondisi ketika jauh sebelum energi tidak terbarukan itu habis secara fisik atau menurun jumlahnya, energi tersebut sudah habis dalam arti kegunaan yang diberikannya. Kondisi tersebut bisa terjadi ketika biaya untuk menghasilkan energi tersebut, berapa pun nominalnya, lebih tinggi daripada penerimaan atau manfaat yang dapat diperoleh dari jumlah tersebut. Sebaliknya, suatu energi bisa pula dikatakan tidak habis, dalam arti manfaat uang diberikan bersifat berkesinambungan, meski secara fisik jumlahnya relatif terbatas dibanding jenis energi lainnya.

Penggunaan energi yang terus menerus akan memengaruhi biaya eksplorasi yang pada akhirnya akan memengaruhi penawarannya. Di bidang pertambangan batu bara misalnya. Untuk tambang bawah tanah, pengambilan batu bara yang terus menerus akan memerlukan terowongan yang semakin panjang dan dalam. Biaya dan risiko yang diperlukan semakin tinggi. Padahal cadangan yang ada semakin menipis.

Pada 2015 lalu, sebagaimana dilansir tirto.id, Presiden Joko Widodo meresmikan instalasi Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) dengan kapasitas 5 MW di Desa Oelpuah, Kupang Tengah, Nusa Tenggara Timur. Dengan kapasitas produksi sebesar itu, ia diklaim sebagai yang terbesar di Indonesia. Selebihnya, panel surya juga beredar di pasaran untuk kebutuhan instalasi listrik rumahan meskipun belum menjadi tren massal.

Proyek PLTS Kupang berlokasi di Desa Oelpuah, Kecamatan Kupang Tengah, Kabupaten Kupang Provinsi Nusa Tenggara Timur. Pengadaan proyek ini dilakukan melalui proses pelelangan umum yang diadakan oleh pemerintah, dalam hal ini Kementerian ESDM, dan dimenangkan oleh PT Len Industri (Persero). PT Len Industri (Persero) akan membangun PLTS Kupang dengan biaya investasi sekitar Rp120 miliar. Moga ini menjadi pertanda baik yang akan ikut mengerek pembangunan ekonomi Indonesia.
Baca Juga
Abah
Generasi Micinial

Artikel Terkait

Posting Komentar