zORB44u1Y5Szogk9hvRg5anbZDydcDDjseaSpgOw

Energi Panas Bumi untuk Pembangunan Berkelanjutan

#15HariCeritaEnergi

Pembangunan berkelanjutan—menurut Prof. Dr. Emil Salim dalam bukunya "Pembangunan Berkelanjutan"—didefinisikan sebagai pembangunan yang tiada henti-hentinya dengan taraf hidup generasi yang akan datang tidak boleh lebih buruk atau harus lebih baik dari taraf hidup generasi saat ini. Dalam arti lunak, keberlanjutan pembangunan dapat didefinisikan bahwa generasi yang akan datang harus berada dalam posisi yang tidak lebih buruk daripada generasi saat ini.

Generasi saat ini boleh memiliki sumber daya alam serta melakukan berbagai pilihan dalam penggunaannya, tetapi harus menjaga agar tetap berkesinambungan. Generasi yang akan datang meskipun mungkin memiliki sumber daya alam yang relatif lebih sedikit, tetapi memiliki tingkat teknologi dan pengetahuan yang lebih baik serta persediaan kapital buatan manusia yang lebih memadai. Pada intinya, yang paling penting dalam konsep pembangunan berkelanjutan adalah bahwa generasi yang akan datang tidak kurang sejahtera dibanding generasi saat ini.

Dengan kata lain, pembangunan baru bisa dibilang berkelanjutan bila tidak ada masalah ketidakmerataan antargenerasi (intergenerational inequality problem). Sebaliknya, dalam definisi yang lebih kaku atau sempit, pembangunan berkelanjutan dimaksudkan sebagai penolakan semua kegiatan saat ini yang dapat merusak lingkungan (ekologi) meskipun ada penciptaan sumber daya manusia maupun kapital buatan manusia yang berakibat pada peningkatan kesejahteraan generasi yang akan datang.

Kebutuhan tenaga listrik nasional terus mengalami peningkatan hingga sembilan persen per tahun. Tren ini berbanding terbalik dengan ketersediaan energi fosil, yang merupakan energi primer mayoritas pembangkit listrik di Indonesia. Pemerintah kemudian mendorong pengembangan energi baru dan terbarukan sebagai energi alternatif dalam langkah mengantisipasi kekurangan energi primer dari energi fosil di masa depan. Berbagai kebijakan ditetapkan untuk meningkatkan pemanfaatan energi tersebut untuk menciptakan pembangunan yang berkelanjutan. Salah satunya adalah regulasi Feed in Tariff (FiT) energi baru dan terbarukan.

Pemanfaatan energi baru dan terbarukan sebagai energi primer pembangkit listrik sangat berpengaruh pada nilai keekonomian. Harga beli yang menarik, karena itu, ditetapkan pemerintah sebagai kebijakan insentif yang bertujuan untuk menarik investasi, baik nasional maupun asing, dalam rangka pemanfaatan energi baru dan terbarukan di Indonesia. Komitmen pemerintah pada margin keuntungan yang laik bagi penyedia tenaga listrik akan menjadi stimulus pengembangan energi baru dan terbarukan di Indonesia.

Sistem panas bumi di Indonesia umumnya merupakan sistim hidrothermal yang mempunyai temperatur tinggi (>225 derajat celcius) dan sedang (125‐225 derajat celcius). Sistem panas bumi bertemperatur tinggi dan sedang, sangat potensial untuk diusahakan sebagai pembangkit listrik. Potensi sumber daya panas bumi Indonesia sangat besar, yaitu sekitar 27500 MW atau hampir setara dengan tiga puluh hingga empat puluh persen potensi panas bumi dunia.

Pripsip Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) sejatinya sama dengan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU). Bedanya, di PLTU uap dibuat di permukaan dengan menggunakan boiler sedangkan pada PLTP uap berasal dari reservoir panasbumi. Apabila fluida di kepala sumur berupa fasa uap, maka uap tersebut dapat dialirkan langsung untuk memutar turbin dan generator yang mengubahnya menjadi energi listrik.

Hingga tahun 2010 , telah teridentifikasi 276 daerah panas bumi dengan potensi pada tingkat sumber daya sebesar 13,5 GW dan cadangan 15 GW. Dari jumlah potensi tersebut, baru 1196 MW yang sudah dikembangkan. Dalam rangka pengembangan energi panas bumi, di sisi hulu pemerintah terus berupaya menemukan daerah panas bumi baru dan meningkatkan kualitas data panas bumi yang ada. Sejak tahun 2010, Badan Geologi Kementerian ESDM, telah menyusun road map eksplorasi sumber daya panas bumi hingga tahun 2025.

Sebagai salah satu jenis sumber energi daru dan terbarukan, kebijakan Feed in Tariff juga bertujuan untuk mendorong upaya pengusahaan panas bumi. Feed in Tariff adalah kebijakan pembelian listrik dengan harga tetap yang berasal dari energi terbarukan. Tujuan kebijakan ini adalah untuk meningkatkan produksi listrik yang berasal dari energi terbarukan dengan memberikan insentif ekonomi kepada investor. Kebijakan Feed in Tariff didesain untuk mendukung pengembangan semua energi terbarukan dan menjadikannya lebih kompetitif melalui economics of scale dan inovasi teknologi.

Sistem Feed in Tariff menjamin suatu pembayaran tetap kepada produsen listrik untuk tiap unit listrik yang dihasilkan. Elemen utama dalam kebijakan Feed in Tariff adalah jaminan pembayaran selama jangka waktu tertentu yang mampu menutupi biaya tinggi dari pembangkitan energi listrik yang berasal dari energi terbarukan. Berdasarkan National Renewable Energy Laboratory, fundamental desain kebijakan Feed in Tariff harus memperhitungkan metode penetapan harga, struktur pembayaran, diferensiasi, dan pembayaran bonus.

Dalam hal pengusahaan panas bumi, parameter perhitungan Feed in Tariff dalam penentuan harga listrik pada dasarnya berkaitan dengan karakteristik sumber daya energi panas bumi yang sangat bervariasi. Dengan begitu, dalam penentuan tarif berdasarkan kebijakan Feed in Tariff di sektor panas bumi, harus disesuaikan dengan lokasi Wilayah Kerja Pertambangan (WKP) panas bumi.

Energi panas bumi merupakan energi yang ramah lingkungan karena setelah diubah menjadi energi listrik, fluida panas bumi dikembalikan ke bawah permukaan (reservoir) melalui sumur injeksi. Penginjeksian air kedalam reservoir merupakan suatu keharusan untuk menjaga keseimbangan masa sehingga memperlambat penurunan tekanan reservoir dan mencegah terjadinya subsidence. Penginjeksian kembali fluida panas bumi setelah fluida tersebut dimanfaatkan untuk pembangkit listrik, serta adanya recharge (rembesan) air permukaan, menjadikan energi panas bumi sebagai energi yang berkelanjutan.

Energi panas bumi, sebagai energi yang berkelanjutan, meskipun dimanfaatkan tiada henti-hentinya, tidak akan menurunkan taraf hidup generasi yang akan datang. Tentu saja hal ini sejalan dengan konsep pembangunan berkelanjutan, yaitu bahwa generasi yang akan datang harus berada dalam posisi yang tidak lebih buruk daripada generasi saat ini. Kebijakan Feed in Tarif yang diformulasikan, karena itu, merupakan insentif pendukung pembangunan berkelanjutan. Tujuannya untuk menarik investasi dalam rangka pemanfaatan energi baru dan terbarukan, termasuk panas bumi, di Indonesia.
Baca Juga
Abah
Generasi Micinial

Artikel Terkait

Posting Komentar