zORB44u1Y5Szogk9hvRg5anbZDydcDDjseaSpgOw

Konservasi Energi Ala Negeri Sakura


Kanban (看板) adalah kata dalam Bahasa Jepang yang secara harfiah berarti "sebuah tanda". Dalam konteks Lean Manufacturing dan Just In Time (JIT), Kanban merupakan salah satu peranti yang digunakan untuk menyusun jadwal. Kata Taiichi Ohno, pencetusnya, kanban adalah prasyarat tercapainya JIT. Adanya kebutuhan untuk terus menjaga kualitas dan melakukan perbaikan membuat Toyota terdorong untuk merancang Kanban. Peranti ini sangat efektif untuk mendukung kelancaran jalannya produksi secara keseluruhan.

Kanban merupakan satu di antara banyak bukti yang menunjukkan betapa efektif dan efisiennya bangsa Jepang. Gerbong kereta Commuterline yang hilir mudik di Jabodetabek pun itu dibeli dari Jepang dan dalam kondisi bekas pakai. Sebagai pengguna jasa Commuterline, sewaktu berada di dalam gerbong, saya merasakan betul efektivitas dan efisiensi ala Negeri Sakura itu. Entah itu desainnya, maupun performanya. Dalam hal konservasi energi pun, efektivitas dan efisiensi bangsa Jepang sudah terbukti.

Karl Marx pernah bilang jika suberdaya alam—termasuk sumber energi—itu bernilai, karena jika dikombinasikan dengan tenaga kerja akan dapat memberikan kesejahteraan kepada masyarakat. Penggunaan sumber energi juga merupakan sumber kekayaan dan landasan fisik bagi pembangunan sosial dan ekonomi. Tinggi rendahnya nila sumber energi bergantung pada kegunaannya dalam memenuhi kebutuhan manusia, kuantitas dan kemudahn memperolehnya. Ketika suatu sumber energi terbilang langka, maka nilainya akan menjadi tinggi. Karena itu, konservasi diperlukan untuk mengendalikan nilai dan persediaannya.

Konservasi atau penghematan energi merupakan pemanfaatan energi secara efisien dan rasional tanpa mengurangi penggunaan energi yang memang benar-benar diperlukan untuk menunjang pembangunan nasional. Konservasi energi adalah penggunaan energi yang optimal sesuai dengan kebutuhan, sehingga berimplikasi pada pengurangan biaya energi yang dikeluarkan. Konservasi energi bertujuan memelihara kelestarian sumber energi melalui kebijakan pemilihan teknologi dan pemanfaatan energi secara efisien dan rasional.

Sejak Krisis Minyak Pertama pada 1973, Jepang sudah menorehkan perkembangan yang menakjubkan di bidang konservasi energi, sebagai buah dari kompaknya kerjasama yang terjalin antara masyarakat dan pemerintahnya. Ketika krisis melanda, ketergantungan Jepang terhadap minyak bumi dalam konsumsi energi primernya masih sekitar 80 persen. Ketika lonjakan harga minyak bumi kala itu berhasil memukul telak perekonomian Jepang, pemerintah Jepang tidak melewatkan momentum tersebut untuk menata struktur energinya dengan ketat.

Diversivikasi energi dari sisi penawaran (supply) dilakukan dengan menyubstitusikan pemakaian minyak bumi dengan gas bumi dan tenaga nuklir. Indonesia kala itu termasuk negara yang menjadi penyuplai minyak bumi bagi Jepang. Tenaga nuklir digunakan sebagai pembangkit listrik. Dari sisi permintaan (demand), Jepang menerapkan konservasi energi terutama untuk kegiatan-kegiatan industri.

Tahun 1978 terjadi Krisis Minyak Ke Dua. Untuk meneruskan upaya konservasi energi yang telah dilakukan sebelumnya, Jepang membentuk Pusat Konservasi Energi. Selain itu, pada tahun 1979, untuk kali pertama, Jepang juga menetapkan UU konservasi Energi pertama yang dikemudian hari dilakukan penyermpurnaan terhadapnya.

Upaya konservasi energi yang dilakukan untuk menekan ketergantungan terhadap minyak bumi membuat pangsa minyak bumi dalam bauran portofolio konsumsi energi Jepang terpangkas hampir separuhnya. Dari sisi permintaan, upaya konservasi, utamanya pada sektor industri, telah berhasil mengerek peringkat Jepang menjadi negara paling unggul di dunia dalam hal produktivitas pemanfaatan energi per Gross Domestic Product (GDP).

Keberhasilan konservasi energi yang diraih Jepang tidak lepas dari beberapa faktor seperti penetapan UU Konservasi Energi, pembentukan Pusat Konservasi Energi, dan adanya dukungan pemerintah. Jepang juga memanfaatkan keunggulan spesifiknya. Misalnya dalam pemanfaatan Total Quality Management (TQM) yang dikembangkan untuk kepentingan konservasi energi. Masyarakat pun turut serta dalam mengembangkan gaya hidup hemat energi. Gaya hidup itulah yang menjadi faktor penting dalam keberhasilan konservasi energi yang dilakukan Jepang.

Gaya hdup hemat energi di kalangan masyarakat Jepang merupakan salah satu buah kerja Pusat Konservasi Energi. Indikator yang paling nyata dari program yang digagas Pusat Konservasi Energi beserta elemen masyarakat lainnya adalah berhasilnya Jepang menempatkan diri sebagai negara yang produktivitas pemakaian energinya paling baik di dunia dan mempertahankan posisi tersebut hingga saat ini.

Di Indonesia, konservasi energi sebagai pilar manajemen energi nasional belum menjadi perhatian. Berdasarkan data intensitas energi, Indonesia merupakan negara yang produktivitas pemanfaatan energinya sangat rendah dibandingkan banyak negara lain di Asia. Intensitas energi adalah rasio antara konsumsi energi dengan GDP. Intensitas energi kerap kali digunakan sebagai indikator produktivitas pemanfaatan energi suatu negara. Energi di Indonesia, termasuk BBM, masih digunakan dengan boros.

Bahkan, sejak dekade 1990-an, ketika konsumsi energi sudah jauh membengkak, kegiatan konservasi energi nyaris dilupakan. Konsumsi energi cenderung makin boros, harga energi tidak disesuaikan dengan nilai keekonomiannya, dan beban subsidi yang ditanggung oleh APBN untuk membiayai pemakaian energi oleh masyarakat (dalam bentuk subsidi BBM dan listrik) semakin bengkak. Akibat lainnya adalah polusi yang makin parah karena kegiatan pemakaian energi, khususnya dalam transportasi perkotaan.

Pelaksanaan program konservasi energi merupakan program yang harus mendapat dukungan dari seluruh lapisan yang ada di republik ini, terutama para pemangku kebijakan, termasuk di Kementerian ESDM, yang memiliki kuasa untuk mengambil kebijakan. Tanpa dukungan dari masyarakat, sangat mustahil tujuan konservasi energi bisa tercapai secara optimal. Diversifikasi dan konservasi energi, karena itu, sudah saatnya untuk tidak lagi menjadi alternatif. Sudah saatnya isu energi baru terbarukan dan konservasi energi menjadi isu arus utama (mainstream).

____________________
Data-data ihwal konservasi energi yang dilakukan Jepang dirujuk dari risalah yang berjudul “Konservasi Energi Sebagai Keharusan yang Terlupakan dalam Manajemen Energi Nasional Indonesia: Belajar dari Jepang dan Muangthai.” karya Dr. Ir. Hanan Nugroho, perencana energi Kementerian PPN.
Baca Juga
Abah
Generasi Micinial

Artikel Terkait

Posting Komentar