zORB44u1Y5Szogk9hvRg5anbZDydcDDjseaSpgOw

Mati Kering Cara PT KAI


Pengalaman-pengalaman buruk sebagai pengguna kereta api bikin saya tambah gondok ke PT KAI. Mulai dari mekanisme pembatalan tiket yang enggak zaman now banget, hingga petugas loket yang tetap meminta nomor antrean padahal mesin cetak antrean sudah rusak dari zaman Gaj Ahmada masih narik Gojek.

Soal mekanisme pembatalan tiket yang ribet banget itu saya pernah ngomel-ngomel di postingan Setengah Hati PT KAI. Di zaman now yang semuanya sudah terdigitalisasi, pembatalan tiket kereta masih dilakukan dengan mengisi kertas borang di stasiun-stasiun tertentu. Ini yang bikin antrean lama. Saya hitung, setiap orang yang hendak membatalkan tiket harus berdiri di depan loket lebih dari sepuluh menit. Berapa pembatalan yang dapat diproses perjamnya?

Tadi siang, di jam istirahat saya pergi ke Stasiun Gambir buat batalin tiket kereta. Dua hari sebelumnya, saya sudah meminjam KTP sekalian minta surat kuasa, karena nama saya tidak ada dalam tiket yang akan dibatalkan. Jam 12:06 saya mendapat nomor antrean A 323. Saat itu, masih ada 177 nomor antrean yang belum dipanggil. Sambil menunggu saya masih sempat makan, merenung di toilet, dan aktivitas-aktivitas enggak penting lainnya.

Pukul 12:43 saya iseng ambil nomor antrean lagi. Saya dapat nomor A 358 dan nomor antrean yang belum dipanggil masih ada 196. Dari jam 12:06 sampai jam 13:06 saya hitung hanya 21 nomor antrean yang dilayani di dua loket yang ada. Itu belum termasuk antrean yang dibuang karena kelamaan menunggu. Petugas loket juga sempat menghilang beberapa lama tanpa ada pergantian pemain dan membiarkan loketnya kosong begitu saja.

Karena hujan cukup lebat, saya pun izin terlambat kembali ke kantor menunggu hujan reda. Setengah jam kemudian hujan masih saja deras. Saya pun memilih pulang. Antrean saat itu masuk nomor A 187. 

Pembatalan yang masih menggunakan borang manual adalah faktor yang memperlambat proses di loket. Petugas perlu membaca borang yang diisi penumpang, sebelum prosesnya beralih ke layar komputer. Itu pun kalau tulisannnya terbaca. Ibu di samping saya, yang sudah hampir tiga jam menunggu juga mengeluhkan petugas loket yang meladeni curhat penumpang. Padahal, mestinya, penumpang yang meminta layanan informasi diteruskan saja ke bagian customer service.

Apa susahnya PT KAI menyediakan borang daring untuk mempercepat proses pembatalan tiket? Biar petugas loket tinggal klak-klik-klak-klik tanpa perlu rempot baca-baca isi borang yang tulisannya kadang yang nulis sendiri enggak bisa baca tulisannya.

Zaman baheula, antrean yang terkenal sadis itu antrean di Kantor Imigrasi. Orang-orang sampai mengantre dari subuh biar dapet nomor antrean. Tapi itu dulu, sebelum Kantor Imigrasi menerapkan sistem antrean daring yang aplikasinya bisa disedot di App Store dan Play Store.

Mesin antrean Stasiun Gambir rusak

Payahnya lagi, mesin cetak nomor antrean yang ada di stasiun sering banget gangguan. Sebelum saya meninggalkan Stasiun Gambir, saya lihat mesin itu lagi eror. Hal yang sama terjadi sehari sebelumnya di Stasiun Pasar Senen. 

Penumpang mengerubiti mesin antrean rusak di Stasiun Pasar Senen

Hari kemarin, Selasa tepatnya, pas istirahat siang saya pergi ke Stasiun Pasar Senen. Ternyata mesin antreannya rusak. Beberapa calon penumpang yang hendak membatalkan tiket mengambil inisiatif membuat barisan di depat loket pembatalan tiket. Setengah jam lebih menunggu, barisan antrean tanpa nomor ini sampailah di depan loket. Si petugas loket menolak melayani. Saya bilang itu mesikknya sudah rusak dari zaman Gaj Ahmada masih narik Gojek. Barulah dia memanggil orang IT buat membetulkan mesinnya.

Saya sudah lelah sebetulnya, terlalu sering ngomel sama PT KAI. Tapi kalau kayak gini terus kan keterlaluan banget. Kami, penumpang, memilih menggunakan moda kereta api dengan alasan kecepatan. Kereta api cenderung lebih cepat dibanding transportasi darat lainnya. Sayangnya, untuk urusan tiket kita masih buang-buang waktu, enggak praktis, enggak cepat. Sangat jauh dari inovasi, yang jadi salah satu nilai utama yang diusung PT KAI. 

Sore ini, sepulang kerja saya kembali ke Stasiun Gambir. Hingga postingan ini dilansir saya masih termangu di ruang tunggu depan loket stasiun. Kalau kayak begini terus, penumpang bisa mati kering di ruang tunggu.
Baca Juga
Abah
Generasi Micinial

Artikel Terkait

4 komentar

  1. eyaampun, kalau kayak gini gak cuma cape fisik. Tapi juga capek hati :)

    BalasHapus
  2. Let the counter clerk stay click-click-click-click, without having to read and read the contents of the form, which sometimes writes its own records.

    BalasHapus
  3. from your article I learned a lot for myself, now I will know how to behave in such situations

    BalasHapus