zORB44u1Y5Szogk9hvRg5anbZDydcDDjseaSpgOw

APBN dan Mazhab Ekonomi Kita


Kemarin, BPS merilis pertumbuhan ekonomi kuartal III-2018. Pada periode kuartal III-2018 ekonomi Indonesia tumbuh 5,17% (year on year). Sektor konsumsi, termasuk pengeluaran pemerintah, menjadi salah satu penyumbang terbesar angka pertumbuhan ekonomi. 

Pengeluaran pemerintah dialokasikan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). APBN berisi daftar sistematis dan terperinci yang memuat rencana penerimaan dan pengeluaran negara selama satu tahun anggaran. Dalam sistem keuangan negara kita, APBN bisa dimetaforakan serupa jantung. 

Guna utama jantung adalah memompa darah ke sekujur tubuh. Darah yang dipompa mendistribusikan nutrisi dan oksigen yang dibutuhkan organ-organ. Bilik kanan jantung memompa darah menuju paru-paru. Oksigen diterima darah dari paru-paru. Darah yang membawa oksigen kembali ke jantung dan masuk melewati serambi kiri yang kemudian didistribusikan ke sekujur tubuh melalui bilik kiri.

Bila jantung merupakan organ yang mendistribusikan dan mengalokasikan oksigen untuk metabolisme tubuh, APBN merupakan instrumen yang mendistribusikan penerimaan negara dalam wujud pengeluaran pemerintah untuk membiayai pelaksanaan kegiatan pemerintahan dan pembangunan.

Meski bagus untuk meningkatkan metabolisme, kadar oksigen yang berlebih justru sangat membahayakan dan malah bisa menjadi racun. Keracunan oksigen mengakibatkan kerusakan sel, bahkah lebih buruk lagi: kematian. Kekurangan oksigen pun efeknya tidak kalah berbahaya dengan efek keracunan oksigen. Karena itu, kadar oksigen yang diserap harus pas.

Sama pula halnya dengan pendapatan negara yang dipungut untuk membiayai belanja pemerintah, takarannya harus pas. Dalam postur APBN, pendapatan negara terdiri dari penerimaan perpajakan dan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). Sama seperti oksigen, pajak yang dipungut kadarnya harus pas, tidak lebih, tidak kurang. 

Pungutan pajak yang terlampau tinggi akan mengganggu kondisi perekonomian. Pemungutan pajak jangan merugikan kepentingan masyarakat dan menghambat laju usaha, terutama UMKM. Pungutan pajak juga tidak boleh kelewat rendah. Pungutan pajak yang rendah akan menyulitkan pemerintah dalam mengisi pos-pos pengeluaran pemerintah, yang pada akhirnya pertumbuhan ekonomi akan tersendat.

Saat berlari, kita kerap mengalami kram perut. Kram perut terjadi akibat jantung, pada saat yang bersamaan, meningkatkan alokasi peredaran darah menuju otot dan mengurangi alokasi untuk usus. Imbasnya, sistem percernaan yang melambat. Kondisi yang hampir sama terjadi ketika pemerintah mencoba berlari untuk mengerek percepatan angka pertumbuhan ekonomi yang sedang lambat.

Baru-baru ini misalnya, pemerintah merayu investor dengan mengeluarkan kebijakan tax holiday. Tax holiday adalah pengurangan atau penghilangan pajak penghasilan sementara waktu. Tax holiday bisa jadi, dalam jangka pendek, malah membuat pemerintah melakukan efisiensi atau mengurangi pos-pos belanjanya. APBN bisa kram karenanya. Akan tetapi, pada saat yang sama, pemerintah sedang meningkatkan alokasi oksigen menuju otot-otot investasi untuk mengakselerasi pertumbuhan ekonomi.

Mengapa pertumbuhan ekonomi menjadi amat penting? Mazhab ekonomi kita masih percaya pada resep trickle-down economics, sehingga kebijakan-kebijakan yang dibuat terfokus pada pada pertumbuhan ekonomi, privatisasi, pengurangan anggaran publik dan peran negara, serta deregulasi dan debirokratisasi bisnis dan investasi. Kebijakan tax holiday tadi, pengurangan subsidi, dan kebijakan pengupahan adalah buahnya.

Kebijakan pengupahan diatur dalam PP Nomor 78 tahun 2015 yang merupakan Paket Kebijakan Ekonomi jilid IV. Penetapan kenaikan upah minimum setiap tahun akan dihitung berdasarkan berdasarkan pertumbuhan ekonomi nasional dan angka inflasi. Rumusnya: upah tahun ini × (pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) + persentase inflasi). 

PDB, yang menjadi bagian dari rumus kenaikan upah, dihitung dengan memakai dua pendekatan: pendekatan pengeluaran dan pendekatan pendapatan. Formula umum PDB dengan pendekatan pengeluaran adalah: konsumsi + investasi + pengeluaran pemerintah + (ekspor - impor). Sekarang, kita bisa melihat alasan pentingnya pertumbuhan ekonomi, yang di antaranya bisa dikerek dengan menggenjot pengeluaran pemerintah dalam APBN. Meski tentu saja, mazhab pemikiran ekonomi yang kita anut bukan tanpa cacat.
Baca Juga
Abah
Generasi Micinial

Artikel Terkait

Posting Komentar