Banyak anak-anak di bawah umur yang sudah terjun ke dunia hiburan untuk “mencari nafkah”, baik itu di dunia musik, film, sinetron, bahkan ada juga bayi pun sudah menjadi bintang iklan. Pengahsilan yang diperoleh para artis cilik ini tidak bisa dianggap kecil, seperti halnya orang dewasa yang berkecimpung di dunia hiburan tentunya penghasilan mereka lumayan besar dan apabila dilihat dari aspek perpajakan penghasilan tersebut sudah melampaui PTKP (Penghasilan Tidak Kena Pajak). Lalu bagaimana perundang-undangan perpajakan Indonesia mengatur tentang hal ini sementara artis cilik ini belum dewasa? Jangankan membayar pajak mengelola keuangannya pun mereka belum bisa.
Berbicara soal dewasa, dalam dunia hukum banyak sekali definisi tentang dewasa. Batas usia dewasa ini menjadi sangat penting karena berkaitan dengan boleh tidaknya seseorang melakukan perbuatan hukum. Dalam penjelasan Pasal 8 ayat (4) UU PPh dijelaskan tentang batas usia dewasa “Yang dimaksud dengan “anak yang belum dewasa” adalah anak yang belum berumur 18 (delapan belas) tahun dan belum pernah menikah.” Artinya seorang anak yang belum berusia 18 tahun belum bisa melakukan hak dan kewajiban perpajakannya.
Memang benar bahwa seseorang sudah menjadi subjek pajak sejak ia dilahirkan dan berakhir ketika ia meninggal dunia. Tapi seseorang yang menjadi subjek pajak belum tentu orang itu juga dianggap sebagai Wajib pajak (WP). Terdapat dua syarat untuk menjadi Wajib pajak yaitu syarat subjektif dan syarat objektif. Seseorang sudah memenuhi persyaratan subjektifnya sejak ia dilahirkan ke dunia atau jika orang tersebut berada atau bertempat tinggal di Indonesia melebihi 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan maka orang tersebut telah menjadi subjek pajak. Akan tetapi, ia belum memenuhi syarat subjektifnya yaitu mempunyai penghasilan yang melebihi PTKP. Oleh karena itu, seorang artis cilik seperti yang disebutkan di atas sudah memenuhi syarat ssubjektif dan objektif untuk menjadi Wajib Pajak.
Dalam peraturan perundang-undangan perpajakan Indonesia seorang Wajib Pajak wajib untuk memiliki NPWP. Berdasarkan Pasal 1 angka 6 UU KUP (Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 yang terakhir diubah dengan Undang-undang Nomor 28 Tahun 2007), Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) adalah nomor yang diberikan kepada Wajib Pajak sebagai sarana dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas Wajib Pajak dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya. Jadi, NPWP adalah kartu identitas Wajib Pajak sarana administrasi bagi Wajib pajak dalam rangka melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya, fungsinya mirip dengan kartu identitas lainnya hanya saja tujuannya berbeda.
Berbicara soal dewasa, dalam dunia hukum banyak sekali definisi tentang dewasa. Batas usia dewasa ini menjadi sangat penting karena berkaitan dengan boleh tidaknya seseorang melakukan perbuatan hukum. Dalam penjelasan Pasal 8 ayat (4) UU PPh dijelaskan tentang batas usia dewasa “Yang dimaksud dengan “anak yang belum dewasa” adalah anak yang belum berumur 18 (delapan belas) tahun dan belum pernah menikah.” Artinya seorang anak yang belum berusia 18 tahun belum bisa melakukan hak dan kewajiban perpajakannya.
Memang benar bahwa seseorang sudah menjadi subjek pajak sejak ia dilahirkan dan berakhir ketika ia meninggal dunia. Tapi seseorang yang menjadi subjek pajak belum tentu orang itu juga dianggap sebagai Wajib pajak (WP). Terdapat dua syarat untuk menjadi Wajib pajak yaitu syarat subjektif dan syarat objektif. Seseorang sudah memenuhi persyaratan subjektifnya sejak ia dilahirkan ke dunia atau jika orang tersebut berada atau bertempat tinggal di Indonesia melebihi 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan maka orang tersebut telah menjadi subjek pajak. Akan tetapi, ia belum memenuhi syarat subjektifnya yaitu mempunyai penghasilan yang melebihi PTKP. Oleh karena itu, seorang artis cilik seperti yang disebutkan di atas sudah memenuhi syarat ssubjektif dan objektif untuk menjadi Wajib Pajak.
Dalam peraturan perundang-undangan perpajakan Indonesia seorang Wajib Pajak wajib untuk memiliki NPWP. Berdasarkan Pasal 1 angka 6 UU KUP (Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 yang terakhir diubah dengan Undang-undang Nomor 28 Tahun 2007), Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) adalah nomor yang diberikan kepada Wajib Pajak sebagai sarana dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas Wajib Pajak dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya. Jadi, NPWP adalah kartu identitas Wajib Pajak sarana administrasi bagi Wajib pajak dalam rangka melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya, fungsinya mirip dengan kartu identitas lainnya hanya saja tujuannya berbeda.
Ketika seseorang sudah memiliki NPWP maka ia akan masuk ke dalam sistem admministrasi perpajakan Indonesia. Karena itu, secara formal harus melaporkan pajaknya secara rutin. Tetapi ketika seorang anak belum berusia 18 tahun meskipun sudah menjadi Wajib Pajak, anak tersebut belum dapat memiliki NPWP karena menurut peraturan perundang-undangan perpajakan Indonesia anak tersebut belum dianggap dewasa sehingga tidak boleh melakukan perbuatan hukum yaitu melakukan hak dan kewajiban perpajakannya sendiri.
Berdasarkan penjelasan Pasal 8 UU PPh “Sistem pengenaan pajak berdasarkan Undang-Undang ini menempatkan keluarga sebagai satu kesatuan ekonomis, artinya penghasilan atau kerugian dari seluruh anggota keluarga digabungkan sebagai satu kesatuan yang dikenai pajak dan pemenuhan kewajiban pajaknya dilakukan oleh kepala keluarga. Namun, dalam hal-hal tertentu pemenuhan kewajiban pajak tersebut dilakukan secara terpisah.” Artinya, karena dalam UU PPh menempatkan keluarga sebagai satu kesatuan ekonomis maka penghasilan dari anak yang belum dewasa seperti seorang artis cilik akan digabungkan dengan penghasilan orang tuanya untuk menghitung jumlah pajak terutangnya.
Berdasarkan penjelasan Pasal 8 UU PPh “Sistem pengenaan pajak berdasarkan Undang-Undang ini menempatkan keluarga sebagai satu kesatuan ekonomis, artinya penghasilan atau kerugian dari seluruh anggota keluarga digabungkan sebagai satu kesatuan yang dikenai pajak dan pemenuhan kewajiban pajaknya dilakukan oleh kepala keluarga. Namun, dalam hal-hal tertentu pemenuhan kewajiban pajak tersebut dilakukan secara terpisah.” Artinya, karena dalam UU PPh menempatkan keluarga sebagai satu kesatuan ekonomis maka penghasilan dari anak yang belum dewasa seperti seorang artis cilik akan digabungkan dengan penghasilan orang tuanya untuk menghitung jumlah pajak terutangnya.
Dengan demikian, kewajiban untuk memiliki NPWP dilimpahkan kepada ayah sebagai kepala keluarga kecuali apabila anak tersebut memiliki ayah yang berstatus WPLN (Wajib Pajak Luar Negeri) maka yang kewajibannya dilimpahkan kepada ibunya yang dalam kasus seperti ini dianggap sebagai kepala keluarga menurut peraturan perundang-undangan perpajakan Indonesia.
Seorang anak yang sudah memiliki penghasilan di atas PTKP (Penghasilan Tidak Kena Pajak) baru memiliki kewajiban untuk mendaftarkan dirinya sebagai Wajib Pajak (WP) dengan memiliki NPWP yaitu ketika ia berusia 18 tahun atau belum berusia 18 tahun tetapi sudah menikah, kecuali untuk anak perempuan yang hak dan kewajiban perpajakannya termasuk NPWP ditanggung oleh suami kecuali suaminya berstatus WPLN.
Tetapi masih terdapat grey area dalam UU PPh yaitu terdapat aturan yang belum diatur sehingga terjadi perselisihan. Misalnya seorang anak yang penghasilannya digabung dengan penghasilan orang tuanya untuk menghitung pajak terutangnya dengan tarif progresif tetapi terhadap penghasilan anak yang digabungkan tersebut tidak dapat dikurangkan dengan PTKP seperti halnya seorang istri (ibunya) yang bekerja dan memiliki penghasilan kemudian penghasilannya digabungkan dengan penghasilan keluarga (suami atau suami serta anaknya) yang mendapatkan PTKP. Maka, apabila dicermati lagi, atas penghasilan anak yang digabung dengan penghasilan keluarga akan dikenakan pajak yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan penghasilan istri/ibu dari anak tersebut yang pernghasilannya juga digabung dengan penghasilan keluarga untung menhitung jumlah pajak terutangnya.
Dalam penjelasan Pasal 8 ayat (4) yang berbunyi “Apabila seorang anak belum dewasa, yang orang tuanya telah berpisah, menerima atau memperoleh penghasilan, pengenaan pajaknya digabungkan dengan penghasilan ayah atau ibunya berdasarkan keadaan sebenarnya.” Dalam penjelasan tersebut hanya diatur penggabungan penghasilan anak yang belum dewasa apabila orang tuanya berpisah (HB) sedangkan apabila orang tuanya melakukan perjanjian pisah harta (PH) maka hal ini belum diatur dalam UU PPh atau mungkin kekurangan penulis yang belum menemukan peraturan perundang-undangan perpajakan Indonesia yang belum mengatur hal tersebut.
Berdasarkan hal di atas dapat disimpulkan bahwa setiap orang yang sudah memenuhi syarat subjektif dan objektif sebagai Wajib Pajak Wajib untuk melaksanakan kewajiban perpajakannya. Apabila orang terseebut masih belum dianggap dewasa dan tidak boleh melakukan suatu perbuatan hukum, maka yang akan diwakili oleh orang tuanya sebagaimana yang diatur dalam UU PPh.
Seorang anak yang sudah memiliki penghasilan di atas PTKP (Penghasilan Tidak Kena Pajak) baru memiliki kewajiban untuk mendaftarkan dirinya sebagai Wajib Pajak (WP) dengan memiliki NPWP yaitu ketika ia berusia 18 tahun atau belum berusia 18 tahun tetapi sudah menikah, kecuali untuk anak perempuan yang hak dan kewajiban perpajakannya termasuk NPWP ditanggung oleh suami kecuali suaminya berstatus WPLN.
Tetapi masih terdapat grey area dalam UU PPh yaitu terdapat aturan yang belum diatur sehingga terjadi perselisihan. Misalnya seorang anak yang penghasilannya digabung dengan penghasilan orang tuanya untuk menghitung pajak terutangnya dengan tarif progresif tetapi terhadap penghasilan anak yang digabungkan tersebut tidak dapat dikurangkan dengan PTKP seperti halnya seorang istri (ibunya) yang bekerja dan memiliki penghasilan kemudian penghasilannya digabungkan dengan penghasilan keluarga (suami atau suami serta anaknya) yang mendapatkan PTKP. Maka, apabila dicermati lagi, atas penghasilan anak yang digabung dengan penghasilan keluarga akan dikenakan pajak yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan penghasilan istri/ibu dari anak tersebut yang pernghasilannya juga digabung dengan penghasilan keluarga untung menhitung jumlah pajak terutangnya.
Dalam penjelasan Pasal 8 ayat (4) yang berbunyi “Apabila seorang anak belum dewasa, yang orang tuanya telah berpisah, menerima atau memperoleh penghasilan, pengenaan pajaknya digabungkan dengan penghasilan ayah atau ibunya berdasarkan keadaan sebenarnya.” Dalam penjelasan tersebut hanya diatur penggabungan penghasilan anak yang belum dewasa apabila orang tuanya berpisah (HB) sedangkan apabila orang tuanya melakukan perjanjian pisah harta (PH) maka hal ini belum diatur dalam UU PPh atau mungkin kekurangan penulis yang belum menemukan peraturan perundang-undangan perpajakan Indonesia yang belum mengatur hal tersebut.
Berdasarkan hal di atas dapat disimpulkan bahwa setiap orang yang sudah memenuhi syarat subjektif dan objektif sebagai Wajib Pajak Wajib untuk melaksanakan kewajiban perpajakannya. Apabila orang terseebut masih belum dianggap dewasa dan tidak boleh melakukan suatu perbuatan hukum, maka yang akan diwakili oleh orang tuanya sebagaimana yang diatur dalam UU PPh.