zORB44u1Y5Szogk9hvRg5anbZDydcDDjseaSpgOw

Eksklusivisme Zakat dalam Perpajakan Indonesia

Sebagaimana kita ketahui bersama bahwa Indonesia merupakan Negara dengan jumlah pemeluk Islam terbesar di dunia. Di samping itu, penerimaan pajak sangat besar peranannya dalam menyokong penerimaan Negara setiap tahunnya. Dalam APBN, penerimaan pajak merupakan pos penerimaan terbesar. Hal ini dikarenakan sejak tahun 80-an harga minyak dunia terus berfluktuasi sehingga menyebabkan sektor minyak dan gas bumi tidak dapat lagi diandalkan sebagai sumber utama penerimaan negara. Dua hal yang besar, di suatu pihak Islam adalah agama dengan jumlah pemeluk terbesar di Indonesia, sementara di lain pihak pajak adalah sektor penerimaan yang menjadi penyumbang terbesar penerimaan negara. Tentunya hal ini akan memiliki keterikatan yang berdampak cukup luas.

Arti zakat dalam syariat Islam adalah sebagai harta yang wajib diberikan kepada orang-orang yang tertentu, dengan syarat-syarat yang tertentu pula. Secara teknis, zakat berarti menyucikan harta milik seseorang dengan cara pendistribusian oleh kaum kaya sebagiannya kepada kaum miskin sebagai hak mereka, dengan membayaran zakat, maka seseorang memperoleh penyucian hati dan dirinya serta melakukan tindakan yang benar dan memproleh rahmat selain hartanya akan bertambah.1  Dari pengertian tersebut dapat kita simpulkan bahwa zakat adalah jenis sumbangan yang ada dalam suatu ajaran agama (Islam) yang wajib diberikan oleh orang kaya kepada orang miskin dengan syarat-syarat tertentu yang diatur dalam ajaran Islam.

Di dalam UU Pajak Penghasilan (UU PPh) zakat diatur dalam Pasal 4 ayat (3) huruf a angka 1, yaitu sebagai yang dikecualikan dari objek pajak. “Bantuan atau sumbangan, termasuk zakat yang diterima oleh badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah dan yang diterima oleh penerima zakat yang berhak atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui di Indonesia, yang diterima oleh lembaga keagamaan yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah dan yang diterima oleh penerima sumbangan yang berhak, yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah.”

Apabila kita cermati Pasal 4 ayat (3) huruf a angka 1 UU Pajak Penghasilan tersebut, saya melihat ada eksklusivisme zakat dalam peraturan perundangan perpajakan Indonesia khususnya UU Pajak Penghasilan. Menurut KBBI eksklusivisme adalah paham yamg mempunyai kecendrungan untuk memisahkan diri dari masyarakat.2  Di indonesia terdapat lima agama yang diakui yaitu Islam, Katolik, Protestan, Hindu, dan Budha. Tapi kenapa hanya zakat disebutkan secara khusus dalam UU Pajak Penghasilan sedangkan untuk agama selain Islam hanya diatur sebagai penyertaan (sumbangan lain selain zakat) meskipun saya tidak tahu apakah dalam agama selain Islam ada sumbangan keagamaan wajib atau tidak. Terlepas dari hal tersebut, menurut saya itu merupakan suatu bentuk eksklusivisme terhadap zakat. Sebagaimana disebutkan dalam memori penjelasan Pasal 4 ayat (3) huruf a angka 1 UU Pajak Penghasilan. “Serta sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama lainnya yang diakui di Indonesia yang diterima oleh lembaga keagamaan yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah dan yang diterima oleh penerima sumbangan yang berhak diperlakukan sama seperti bantuan atau sumbangan.”

Dengan peraturan perundang-undangan perpajakan Indonesia hanya menyebutkan satu sumbangan keagamaan dari salah satu agama yang ada di Indonesia yang bersifat wajib yang dapat dikecualikan dari objek Pajak Penghasilan, maka hal ini akan membingungkan pemeluk agama selain Islam apakah sumbangan keagamaannya dapat dikecualikan dari objek Pajak Penghasilan atau tidak.

Peraturan Pemerintah yang disebutkan dalam Pasal 4 ayat (3) huruf a angka 1 UU Pajak Penghasilan adalah Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2009 tentang Bantuan atau Sumbangan Termasuk Zakat atau Sumbangan Keagamaan yang Sifatnya Wajib yang Dikecualikan dari Objek Pajak Penghasilan yaitu sebagair berikut, pasal per pasal:
Pasal 1
Bantuan atau sumbangan, termasuk zakat dan sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui di Indonesia, dikecualikan sebagai objek Pajak penghasilan sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di antara pihak-pihak yang bersangkutan.
Pasal 2
Zakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 adalah zakat yang diterima oleh:
a. badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh Pemerintah; dan
b. penerima zakat yang berhak.
Pasal 3
Sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui di Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 adalah sumbangan keagamaan yang diterima oleh:
a. lembaga keagamaan yang dibentuk atau disahkan oleh Pemerintah; dan
b. penerima sumbangan yang berhak.
Pasal 4
Bantuan atau sumbangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 adalah pemberian dalam bentuk uang atau barang kepada orang pribadi atau badan.
Pasal 5
Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2009.

Selain eksklusivisme zakat ada satu poin lagi yang menurut saya masih timpang yaitu sebagaimana yang disebutkan dalam Pasal 4 ayat (3) huruf a angka 1, “penerima sumbangan yang berhak”. Dalam hal sumbangan yang dimaksud adalah selain zakat maka akan terjadi dispute karena dalam sumbangan keagamaan selain zakat saya tidak tahu apakah ada aturan pasti tentang siapa yang “berhak” menerima sumbangan keagamaan tersebut, keterbatasan pengetahuan saya karena saya beragama Islam sehingga saya hanya tahu tentang aturan zakat.

Sebagaimana disebutkan dalam Pasal 2 huruf a Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2009 bahwa zakat yang dikecualikan sebagai objek Pajak Penghasilan adalah zakat yang diterima oleh Badan Amil Zakat (BAZ) atau Lembaga Amil Zakat (LAZ) yang dibentuk atau disahkan oleh Pemerintah. Lebih jelasnya aturan ini diatur dalam SE-80/PJ/2010 tanggal 23 Juli 2010:
  1. zakat atas penghasilan yang dibayarkan oleh Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri pemeluk agama lslam dan/atau Wajib Pajak badan dalam negeri yang dimiliki oleh pemeluk agama lslam kepada badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah dapat dikurangkan dari Penghasilan Kena Pajak (PhKP),
  2. apabila zakat tidak dibayarkan kepada badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah maka zakat tersebut tidak dapat dikurangkan dari Penghasilan Kena Pajak,
  3. Wajib Pajak yang melakukan pengurangan zakat atas Penghasilan Kena Pajak, wajib melampirkan foto kopi bukti pembayaran zakal dari badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah sebagai penerima zakat pada Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan tahun pajak dilakukannya pengurangan zakat atas penghasilan tersebut.

Dalam Surat Edaran tersebut disebutkan bahwa zakat dapat dikecualikan dari objek Pajak Penghasilan hanya zakat yang dibayarkan kepada badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah. Berarti ketentuan ini menghapuskan ketentuan bahwa zakat yang diberikan kepada penerima zakat yang berhak tidak lagi dapat dikecualikan dari objek Pajak Penghasilan sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2009. Dengan begitu Surat Edaran ini dapat menghilangkan dispute sebagaimana saya sebutkan di atas.

Simpulannya, menurut saya peraturan mengenai sumbangan keagamaan yang dikecualikan dari objek Pajak Penghasilan dibuat dengan terlalu mengarah kepada sudut pandang Islam tanpa melihat sumbangan-sumbangan keamaan lainnya dari agama selain Islam. Mungkin hal ini terjadi karena mayoritas penduduk Indonesia memeluk agama Islam seperti disebutkan pada prolog. Seharusnya peraturan perundang-undangan perpajakan Indonesia menyamakan zakat dengan sumbangan keagamaan lainnya tanpa menyebutkan zakat secara eksplisit dalam UU Pajak Penghasilan sehingga tidak menimbulkan kesan eksklusivisme zakat dalam peraturan perundang-undangan perpajakan Indonesia khusunya Undang-undang Pajak Penghasilan. Baru nanti di dalam peraturan pelaksanaannya dijelaskan lebih detil tentang zakat dan sumbangan keagamaan lain yang dapat dikecualikan dari objek Pajak Penghasilan.

____________________
Baca Juga
Abah
Generasi Micinial

Artikel Terkait

Posting Komentar