zORB44u1Y5Szogk9hvRg5anbZDydcDDjseaSpgOw

Peran Twitter dalam Reformasi KM STAN

“Sampaikanlah pada ibuku, aku pulang terlambat waktu ku akan menaklukkan malam, dengan jalan pikiranku. Sampaikanlah pada bapakku, aku mencari jalan atas semua keresahan-keresahan ini, kegelisahan manusia.” –Eross feat. Okta, OST GIE

Gonjang-ganjing twitter yang akan disensor membuat banyak tweeps kebakaran jenggot. Sensor ini dianggap sebagai pengebirian atas kebebasan bersuara. Penyensoran ini bertujuan untuk memblokir kicauan-kicauan yang dianggap membahayakan kedaulatan suatu negara. Diduga kuat twitter terpaksa harus melakukan pemblokiran ini demi kepentingan bisnis. Namun, secara sengaja isu ini membuat ingatan saya melambung beberapa bulan lampau. Ketika twitter ikut menjadi aktor dalam perubahan suatu iklim politik. Bukan, bukan tagar #Jan25 dalam revolusi Mesir yang saya maksud. Melainkan peran twitter dalam menumbangkan suatu rezim yang telah berkuasa di KM STAN.

Saya sebut rezim karena dari mulai saya masuk menjadi mahasiswa, bahkan bukan tidak mungkin sejak beberapa dekade lalu, situasi politik kampus STAN dimonopoli oleh salah satu kelompok mahasiswa. Ini mirip dengan situasi politik Indonesia pada jaman orde baru. Setiap periodenya sudah bisa ditebak siapa-siapa yang akan menduduki kursi eksekutif dan legislatif. Jika pada jaman orde baru partai Golkar menjadi partai yang berkuasa maka di kampus STAN juga ada suatu organisasi yang terus-menerus berkuasa. Sebut saja MBM. Ah, sepertinya saya terlalu liar dan kurang ajar dengan berani menyebut namanya. Meski sudah menjadi rahasia umum, isu ini dianggap begitu tabu untuk diperbincangkan. Seorang kontributor Warta Kampus, sebuah media milik Depkominfo BEM STAN, sempat membuat liputan investigatif atas isu ini. Walau hasil investigasinya dirasa tak begitu garang. Saya maklum karena Warta Kampus masih berada dalam lingkup penguasa.

Memang MBM bukanlah sebuah partai karena sistem politik kampus STAN tidak mengenal partai politik. Namun, setiap kali pemira calon-calon yang diangkat sudah pasti berasal dari organisasi yang bermarkas di gerbang utara ini. Saya jadi teringat pemilihan lurah di kampung saya. Ketika hanya ada satu calon yang maju maka pada hari H pencoblosan gambarnya ditarungkan dengan gambar kohkol (kentongan). Hal ini mirip dengan apa yang terjadi dalam Pemira STAN selama beberapa tahun ke belakang. Ketika salah seorang calon harus ada yang dikorbankan menjadi kohkol-nya. Dengan begitu sudah pasti siapapun juaranya pastilah berasal dari organisasi yang merupakan sayap dari PKS ini. Sampai-sampai ada yang memelesetkat BEM menjadi MBeM.

Ya semakin santer isu yang menyebutkan keterkaitan antara MBM dengan PKS. Sebuah partai yang telah lancang menyerobot student government kampus STAN dengan melebarkankan sayap politiknya ke dalam organisasi dakwah kampus. Tapi saya tidak suka menyangkutpautkan antara dakwah dengan politik. Karena itu saya tidak masuk ke ranah dakwah meski memang telah diduetkan dengan kepentingan politiknya. Kalaupun politik eksternal yang masuk berasal dari partai dengan faham sosialis, pancasilais, mahhaenis, bahkan marxisme bukan dari agamais, bagi saya itu sama saja. Tetap membuat politik kampus STAN menjadi tidak sehat.

Saya berani menyebut MBM sebagai sayap politik PKS karena banyak anggota oraganisasi tersebut yang di luar kampus menjadi kader aktif partai tersebut. Lihat juga beberapa jebolannya yang menjadi calon eksekutif dan legislatif dari PKS baik dalam Pemilu nasional maupun Pemilu daerah. Beberapa kali saya juga pernah masuk ke toko buku yang dikelola organisasi tersebut. Simbol-simbol PKS dengan gampangnya dapat saya temukan di sana. Meski secara legal formal hal ini tidak dapat dibuktikan tetapi aroma yang tercium terasa begitu menyengat untuk dibantahkan. Ini jugalah yang menyebabkan kekuasaan absolut bisa dipertahankan oleh organisasi yang menurut AD/ART KM STAN termasuk salah satu Lembaga Keagamaan (LK) ini. Larangan lembaga eksternal berkecimpung dalam politik internal kampus memaksa organisasi ekstra universiter, dalam hal ini partai politik, untuk menginfiltrasi organisasi intra universiter yang kemudian digunakan sebagai "panggung" untuk menempatkan anggotanya dalam student government.

Kadang-kadang kita bertanya pada diri kita sendiri “Siapakah saya?” Apakah saya seorang fungsionaris partai yang kebetulan menjadi mahasiswa sehingga harus patuh pada instruksi bapak-bapak saya dalam partai. Apakah saya seorang politikus yang harus selalu realistis dan bersedia menerima kompromi-kompromi prinsipial dan tidak boleh punya idealisme yang muluk-muluk? Apakah saya seoraang kecil yang harus selalu patuh pada setiap keputusan dalam DPP ormas saya, atau pimpinan fakultas saya, atau pemimpin-pemimpin saya? Ataukah saya seorang manusia yang sedang belajar dalam kehidupan ini dan mencoba terus-menerus untuk berkembang dan menilai secara kritis segala situasi. Walaupun pengetahuan dan pengalaman saya terbatas?
Setiap hari pertanyaan tadi datang. Saya katakan pada diri saya sendiri: Saya adalah seorang mahasiswa. Sebagai mahasiswa saya tak boleh mengingkari wujud saya. Sebagai pemuda yang masih belajar dan mempunyai banyak cita-cita, saya harus bertindak sesuai dengan wujud tadi. 
Karena itu saya akan berani berterus terang, walaupun ada kemungkinan saya akan salah tindak. Lebih baik bertindak keliru daripada tidak bertindak karena takut salah. Kalaupun saya jujur terhadap diri saya, saya yakin akhirnya saya akan menemukan arah yang tepat. saya adalah seorang manusia dan bukan alat siapapun. Kebenaran tidaklah datang dalam bentuk instruksi dari siapapun juga, tetapi harus dihayati secara “kreatif”. A man is as he thinks.
Kadang saya bertanya pada kenalan-kenalan saya “Siapakah kamu?”. Seorang tokoh mahasiswa menjawab: “Saya adalah antek partai saya. Kebenaran ditentukan oleh DPP partai.

Paragraf-paragraf di atas saya kutip dari sebuah tulisan Soe Hok Gie, “Siapakah Saya?”. Tulisan ini diterbitkan dalam buku “Soe Hok-gie …sekali lagi”. Hey, sudahlah jangan terlalu dalam merasuk ke sana. Ah, tangan ini nakal sekali rupanya dengan terus saja menjentikkan jarinya di atas keyboard dan mengetikkan namanya.

Menjelang Pemira STAN 2011 saya sempat menulis “Bergaung Tapi Tak Bergema”. Angaplah itu suara kebosanan melihat situasi politik kampus yang begitu monoton. Bosan melihat orang itu-itu juga yang berada dalam lingkaran kekuasaan. Lagipula waktu itu saya hanya seorang mahasiswa labil yang hobi menggalau. Jadi tak mungkin juga suara saya didengar. Ternyata kebosanan saya juga dirasakan banyak mahasiswa lainnya. Lihat saja berapa persen pemilih dalam Pemira 2010 dan pemira-pemira sebelumnya. Kalaupun ada kenaikan jumlah pemilih saya yakin itu disebabkan adanya iming-iming “bonus stiker, pin, atau chocolatos” bukan karena benar-benar ingin mencoblos calon pemimpin dan wakilnya di BEM dan BLM. Setidaknya itulah yang menjadi motivasi motivasi saya kala itu untuk ikut nyoblos

Ternyata prediksi saya meleset. Diskusi-diskusi di bangku usang di sudut-sudut Plasa Mahasiswa telah menetaskan telur-telur kemonotonan politik kampus yang sudah mengalir selama beberapa dekade. Sekelompok mahasiswa ini cukup cerdik melihat celah yang ada. Menarik simpati mahasiswa-mahasiswa apatis yang merupakan mayoritas penduduk KM STAN. Pertarungan-pertarungan individu sebagai capresma dan calon ketua HMS ini lebih mudah daripada mengalahkan aktivis agamis secara organisasi. Melihat jaringan mereka yang begitu luas hingga di level LK spesialisasi. Apalagi dengan basisnya yang cukup militan.

Momentum ini diperkuat oleh munculnya sebuah akun twitter dengan admin anonim yang memperkenalkan dirinya sebagai STANLeaks. Dengan status anonimnya akun ini cukup beringas membuka hal-hal yang selama ini dianggap tabu untuk diperbincangkan. Hingga berani mengungkapkan suatu pelanggaran AD/ART. Meski bukti yang ada tidak membuat BLM bergerak dan menyeret pejabat yang melanggar AD/ART tersebut. Harus diakui bahwa akun ini telah membuat konfrontasi besar dengan MBM. Terbukti dari kicauan-kicauannya yang begitu liar terdengar. Tapi itulah yang namanya politik, tidak ada hukum yang mengikatnya. Yang ada hanyalah jalan menuju kekuasaan. Cara setan ataupun malaikat tak ada beda karena bagi penguasa suci adalah semu.

Secara langsung kicauan-kicauan STANLeaks berhasil menjangkau kaum mayoritas di kampus STAN yang sedang tertidur lelap, kaum apatis. Hal inilah yang membangunkan kesadaran mereka-mereka yang menjadi apatis karena merasa jengah melihat politik yang monoton untuk menjadikan kehidupan politik kampus STAN lebih berwarna. Memang sejatinya masyarakat KM STAN adalah masyarakat yang majemuk. Replika dari NKRI. Penduduk KM STAN berasal dari seluruh penjuru negeri dengan kebudayaan dan kepercayaan yang begitu beragam.

Klimaksnya, untuk pertama kali dalam sekian dekade Presiden Mahasiswa KM STAN berasal dari luar kelompok aktivis agamais yang selama ini berkuasa. KM STAN kembali dikuasai mahasiswa bukan parpol yang merasuk dengan menunggangi organisasi intra universiter KM STAN. Mau tidak mau kita harus mengakui bahwa besar kecil akun STANLeaks cukup berperan dalam hal ini. Lagipula setelah Pemira selesai akun ini langsung dihapus oleh adminnya. Jadi rasanya pantas ketika saya menuduh akun ini merupakan bentuk slacktivism dalam rangka Pemira STAN 2011. Slacktivism merupakan istilah ekstrim yang diperkenalkan oleh Evgeny Morozov, seorang pakar jejaring sosial ternama, untuk menyebut salah satu bentuk dari aktivisme digital (cyberactivism). Istilah ini memberikan gambaran bahwa perubahan sosial atau politik bisa terjadi cukup dengan melakukan aktivitas online.

Slacktivism memang cocok bagi kaum apatis di Republik KM STAN. Twitter menjadi mata, telinga, dan mulut atas apa yang sebenarnya terjadi dan reaksi publik terhadapnya. Apalagi isu yang sering diungkap dalam kasus ini adalah isu-isu yang sebelumnya dianggap tabu untuk diperbincangkan dan isu-isu yang merupakan TOP SECRET dalam Republik KM STAN. Cukup tegas untuk mempertahankan reputasi atas nama yang disandangnya, STANLeaks, yang mengadopsi dari WikiLeaks. Ditunjang lagi dengan fitur retwit (RT) dari twitter yang memiliki efek domino yang semakin mempercepat penyebaran informasi. Termasuk bagi kaum apatis yang seringkali malas untuk membaca leaflet, mading, apalagi majalah yang membahas isu-isu politik kampus. Tapi melalui twitter bisa saja mereka secara tidak sengaja mereka mendengar kicauan yang di-RT temannya. Sehingga tersadar bahwa selama beberapa dekade KM STAN terjebak dalam ruang gelap yang membutakan. 

Untuk para mahasiswa di Jurangmangu sana, tetaplah menjadi mahasiswa. Bukaan antek politik eksternal kampus. Bergeraklah atas nama kesadaran dan kemurnian diri sendiri. Sehingga kalian, mahasiswa, bisa lebih banyak berkontribusi agar kebermanfaatan mahasiswa lebih dirasakan oleh rakyat di luar sana yang selalu membutuhkan peran dan kehadiran mahasiswa untuk perubahan. Janganlah seperti saya yang tidak pernah menjadi mahasiswa yang bermanfaat bagi rakyat yang telah membiayai sekolah kita. Apabila muncul lagi di Pemira 2012 semoga saja kicauan-kicauan STANLeaks tidak disensor karena dianggap mengancam kedaulatan KM STAN. Dan jangan lupa untuk tetap mengawal bola reformasi KM STAN yang masih terus bergulir.

Tulisan ini bisa membuat Anda merasa tergelitik, tersentil, ataupun tercubit. Karena itu janganlah terlalu dihiraukan. Ini hanyalah sebuah coretan sampah, tolol, dan sok kritis dari seorang mantan mahasiswa labil yang hobi menggalau. Tarik nafas, tahan sebentar, lalu keluarkan sekaligus dari mulut. Maka Anda akan tahu apakah Anda sudah menggosok gigi atau belum. SEKIAN.


Baca Juga
Abah
Generasi Micinial

Artikel Terkait

Posting Komentar