Pada saat berhasil meraih kemerdekannya, Indonesia mewarisi ratusan perusahaan yang sebelumnya kepemilikan perusahaan-perusahaan tersebut dipegang oleh penjajah. Kemudian Ir. Soekarno mengambil kebijakan untuk menasionalisasi perusahaan-perusahaan tersebut. Saat ini, persahaan-perusahaan hasil nasionalisasi tersebut berada di bawah Kementerian BUMN (Badan Usaha Milik Negara). Memang tidak semua perusahaan BUMN adalah hasil nasionalisasi perusahaan warisan penjajah.
Dalam operasionalnya, BUMN mendapat dukungan penuh dari pemerintah. Salah satu bentuk dukungan tersebut adalah dukungan sektoral. Hampir di seluruh sektor usaha, terutama sektor-sektor yag cukup vital, didominasi oleh perusahaan-perusahaan BUMN. Salah satu sektor vital tersebut adalah sektor industri listrik. Telah kita ketahui bersama bahwa PLN (Perusahaan Listrik Negara), yang merupakan salah satu perusahaan BUMN, adalah satu perusahaan yang sangat mendominasi dalam sektor industri listrik nasional.
Kedudukan PLN yang secara langsung berada di bawah tangan pemerintah membuatnya kesulitan untuk dapat keluar dari intervensi politik. Selain itu, sebagai sebuah perusahaan besar, tentunya
PLN memiliki potensi yang besar dalam hal terjadinya penyelewengan seperti korupsi, kolusi, dan nepotisme. Tentu saja manajemen tidak cukup hanya memastikan bahwa proses tata kelola berjalan dengan efisien. Diperlukan instrumen baru untuk memastikan bahwa manajemen berjalan dengan baik. Instrumen baru tersebut adalah GCG (Good Corporate Governance).
Seiring dengan dikeluarkannya Surat Keputusan Menteri Negara BUMN Nomor 117 Tahun 2002 yang mewajibkan seluruh BUMN untuk menerapkan GCG, PLN merespon dengan menegaskan komitmennya untuk menjalankan praktik penyelenggaraan korporasi yang bersih dan bebas dari praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme, sekaligus menegakkan GCG dan anti korupsi dalam penyediaan tenaga listrik bagi masyarakat.
Penerapan prinsip-prinsip GCG tidak boleh hanya sekadar pemenuhan kewajiban dari Kepmen BUMN tersebut. Sudah seharusnya penerapan GCG menjadi kebutuhan dalam menjalankan kegiatan bisnis perusahaan dalam rangka menjaga pertumbuhan usaha secara berkelanjutan, meningkatkan nilai perusahaan, dan sebagai upaya agar perusahaan mampu bertahan dalam persaingan. Terdapat dua hal yang ditekankan dalam konsep GCG ini. Pertama, pentingnya hak pemegang saham untuk memperoleh informasi dengan benar dan tepat pada waktunya. Kedua, kewajiban perusahaan untuk melakukan pengungkapan (disclosure) secara akurat, tepat waktu, dan transparan terhadap semua informasi kinerja perusahaan, kepemilikan, dan stakeholder.
Esensi dari GCG adalah peningkatan kinerja perusahaan melalui supervisi atau pemantauan kinerja manajemen dan adanya akuntabilitas manajemen terhadap pemangku kepentingan lainnya, berdasarkan kerangka peraturan yang berlaku. Esensi tersebut tercermin dalam prinsip GCG itu sendiri. Secara umum terdapat lima prinsip dasar GCG sebagaimana disebutkan pula dalam Peraturan Menteri Negara BUMN Nomor 1 Tahun 2011 tentang Penerapan Tata Kelola Perusahaan yang Baik (Good Corporate Governance) pada Badan Usaha Milik Negara. Lima prinsip dasar GCG tersebut meliputi:
Selanjutnya mari kita tinjau penerapan kelima prinsip dasar GCG tersebut dalam manajemen PLN. Tinjauan ini hanyalah tinjauan sekilas untuk mengetahui contoh-contoh kebijakan yang telah diambil oleh manajemen PLN dalam rangka penerapan GCG.
Transparency
Salah satu bentuk ketegasan komitmen untuk “PLN Bersih“ dalam hal transparansi dinyatakan melalui aksi korporasi yang nyata, yakni menjalin kerjasama dengan jaringan organisasi global anti korupsi TII (Transparency International Indonesia).
Accountability
Dengan tidak tidak menghapus tanggung jawab pemegang saham untuk memantau pelaksanaan prinsip-prinsip GCG dalam proses pengelolaan perusahaan, pemegang saham tidak diperkenankan mencampuri kegiatan operasional perusahaan yang menjadi tanggung jawab direksi sesuai dengan ketentuan Anggaran Dasar PT PLN (Persero) dan peraturan perundang-perundangan yang berlaku. Di sini terlihat adanya kejelasan pembagian fungsi masing-masing organ sehingga pengelolaan perusahaan berjalan efektif.
Responsibility
Asesmen atas penerapan tata kelola perusahaan pada Dewan Komisaris dan Komite Dewan Komisaris yang dilaksanakan oleh BPKP (Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan). Asesmen tersebut bertujuan untuk menilai kesesuaian/kepatuhan di dalam pengelolaan perusahaan terhadap peraturan perundang-undangan dan prinsip-prinsip korporasi yang sehat.
Independency
Independensi ini diimplementasikan melalui sebuah komitmen. Komitmen untuk meminimalisasi adanya intervensi dari luar. Komitmen yang di mulai dari hal kecil seperti melarang seluruh pejabat dan karyawan PLN untuk meminta, menerima, memberi, dan/atau menjanjikan hadiah/bingkisan dalam bentuk apapun yang berhubungan dengan jabatan dan pekerjaan.
Fairness
Pemegang saham mempunyai hak untuk turut serta dalam pembuatan keputusan. Bentuk implementasi dari hak tersebut adalah memilih anggota komisaris dan direksi PLN serta hak untuk memberi suara dalam hal-hal penting lainnya dalam RUPS (Rapat Umum Pemegang Saham). Hal ini sesuai dengan Pasal 1 angka 13 Undang-undang BUMN, RUPS adalah organ perusahaan perseroan yang memegang kekuasaan tertinggi dan memegang segala wewenang yang tidak diserahkan kepada direksi atau komisaris.
Sudah semestinya komitmen dan konsistensi pelaksanaan GCG tidak hanya sekadar formalitas. Akan tetapi dilaksanakan atas dasar kebutuhan untuk memperbaiki diri. Sesuai dengan tujuan awal mendirikan dan menasionalisasi perusahaan milik negara, tak terkecuali PLN, yang menurut Ir. Soekarno adalah untuk mendorong perekonomian nasional.
Sebagai salah satu perusahaan BUMN yang menjadi agen pembangunan, PLN harus mampu bekerja secara efisien, efektif, profesional, mandiri, dan memiliki daya saing dalam percaturan bisnis internasional. Eksistensi PLN sebagai salah satu perusahaan milik negara sudah seharusnya lebih bermanfaat bagi pembangunan, bukan malah menjadi benalu yang menggerogoti keuangan negara. Itulah harapan kami, harapan masyarakat Indonesia, atas komitmen “PLN Bersih“. Sebuah komitmen tata kelola yang akan membuat PLN terus berkembang menjadi lebih baik. Seperti kata Vin Scully, good is not good when better is expected.
___________________
Daftar Referensi Gambar dan Kepustakaan:
Laporan Keberlanjutan Tahun 2011
PLN: Implementasi GCG
PLN: Pedoman Good Corporate Governance
Peraturan Menteri Negara BUMN Nomor 1 Tahun 2011
Good Corporate Governance dan Penerapannya di Indonesia
Undang-undang BUMN
Seiring dengan dikeluarkannya Surat Keputusan Menteri Negara BUMN Nomor 117 Tahun 2002 yang mewajibkan seluruh BUMN untuk menerapkan GCG, PLN merespon dengan menegaskan komitmennya untuk menjalankan praktik penyelenggaraan korporasi yang bersih dan bebas dari praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme, sekaligus menegakkan GCG dan anti korupsi dalam penyediaan tenaga listrik bagi masyarakat.
Penerapan prinsip-prinsip GCG tidak boleh hanya sekadar pemenuhan kewajiban dari Kepmen BUMN tersebut. Sudah seharusnya penerapan GCG menjadi kebutuhan dalam menjalankan kegiatan bisnis perusahaan dalam rangka menjaga pertumbuhan usaha secara berkelanjutan, meningkatkan nilai perusahaan, dan sebagai upaya agar perusahaan mampu bertahan dalam persaingan. Terdapat dua hal yang ditekankan dalam konsep GCG ini. Pertama, pentingnya hak pemegang saham untuk memperoleh informasi dengan benar dan tepat pada waktunya. Kedua, kewajiban perusahaan untuk melakukan pengungkapan (disclosure) secara akurat, tepat waktu, dan transparan terhadap semua informasi kinerja perusahaan, kepemilikan, dan stakeholder.
Esensi dari GCG adalah peningkatan kinerja perusahaan melalui supervisi atau pemantauan kinerja manajemen dan adanya akuntabilitas manajemen terhadap pemangku kepentingan lainnya, berdasarkan kerangka peraturan yang berlaku. Esensi tersebut tercermin dalam prinsip GCG itu sendiri. Secara umum terdapat lima prinsip dasar GCG sebagaimana disebutkan pula dalam Peraturan Menteri Negara BUMN Nomor 1 Tahun 2011 tentang Penerapan Tata Kelola Perusahaan yang Baik (Good Corporate Governance) pada Badan Usaha Milik Negara. Lima prinsip dasar GCG tersebut meliputi:
- Transparency (transparansi/keterbukaan informasi), yaitu keterbukaan dalam melaksanakan proses pengambilan keputusan dan keterbukaan dalam mengungkapkan informasi material dan relevan mengenai perusahaan,
- Accountability (akuntabilitas), yaitu kejelasan fungsi, pelaksanaan, dan pertanggungjawaban organ sehingga pengelolaan perusahaan terlaksana secara efektif,
- Responsibility (pertanggungjawaban), yaitu kesesuaian/kepatuhan di dalam pengelolaan perusahaan terhadap peraturan perundang-undangan dan prinsip-prinsip korporasi yang sehat,
- Independency (kemandirian), yaitu keadaan di mana perusahaan dikelola secara profesional tanpa benturan kepentingan dan pengaruh/tekanan dari pihak manapun yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan prinsip-prinsip korporasi yang sehat, dan
- Fairness (kewajaran), yaitu keadilan dan kesetaraan di dalam memenuhi hak-hak stakeholder (pemangku kepentingan) yang timbul berdasarkan perjanjian dan peraturan perundang-undangan.
Selanjutnya mari kita tinjau penerapan kelima prinsip dasar GCG tersebut dalam manajemen PLN. Tinjauan ini hanyalah tinjauan sekilas untuk mengetahui contoh-contoh kebijakan yang telah diambil oleh manajemen PLN dalam rangka penerapan GCG.
Transparency
Salah satu bentuk ketegasan komitmen untuk “PLN Bersih“ dalam hal transparansi dinyatakan melalui aksi korporasi yang nyata, yakni menjalin kerjasama dengan jaringan organisasi global anti korupsi TII (Transparency International Indonesia).
Accountability
Dengan tidak tidak menghapus tanggung jawab pemegang saham untuk memantau pelaksanaan prinsip-prinsip GCG dalam proses pengelolaan perusahaan, pemegang saham tidak diperkenankan mencampuri kegiatan operasional perusahaan yang menjadi tanggung jawab direksi sesuai dengan ketentuan Anggaran Dasar PT PLN (Persero) dan peraturan perundang-perundangan yang berlaku. Di sini terlihat adanya kejelasan pembagian fungsi masing-masing organ sehingga pengelolaan perusahaan berjalan efektif.
Responsibility
Asesmen atas penerapan tata kelola perusahaan pada Dewan Komisaris dan Komite Dewan Komisaris yang dilaksanakan oleh BPKP (Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan). Asesmen tersebut bertujuan untuk menilai kesesuaian/kepatuhan di dalam pengelolaan perusahaan terhadap peraturan perundang-undangan dan prinsip-prinsip korporasi yang sehat.
Independency
Independensi ini diimplementasikan melalui sebuah komitmen. Komitmen untuk meminimalisasi adanya intervensi dari luar. Komitmen yang di mulai dari hal kecil seperti melarang seluruh pejabat dan karyawan PLN untuk meminta, menerima, memberi, dan/atau menjanjikan hadiah/bingkisan dalam bentuk apapun yang berhubungan dengan jabatan dan pekerjaan.
Fairness
Pemegang saham mempunyai hak untuk turut serta dalam pembuatan keputusan. Bentuk implementasi dari hak tersebut adalah memilih anggota komisaris dan direksi PLN serta hak untuk memberi suara dalam hal-hal penting lainnya dalam RUPS (Rapat Umum Pemegang Saham). Hal ini sesuai dengan Pasal 1 angka 13 Undang-undang BUMN, RUPS adalah organ perusahaan perseroan yang memegang kekuasaan tertinggi dan memegang segala wewenang yang tidak diserahkan kepada direksi atau komisaris.
Sudah semestinya komitmen dan konsistensi pelaksanaan GCG tidak hanya sekadar formalitas. Akan tetapi dilaksanakan atas dasar kebutuhan untuk memperbaiki diri. Sesuai dengan tujuan awal mendirikan dan menasionalisasi perusahaan milik negara, tak terkecuali PLN, yang menurut Ir. Soekarno adalah untuk mendorong perekonomian nasional.
Good is not good when better is expected. -Vin Scully
Sebagai salah satu perusahaan BUMN yang menjadi agen pembangunan, PLN harus mampu bekerja secara efisien, efektif, profesional, mandiri, dan memiliki daya saing dalam percaturan bisnis internasional. Eksistensi PLN sebagai salah satu perusahaan milik negara sudah seharusnya lebih bermanfaat bagi pembangunan, bukan malah menjadi benalu yang menggerogoti keuangan negara. Itulah harapan kami, harapan masyarakat Indonesia, atas komitmen “PLN Bersih“. Sebuah komitmen tata kelola yang akan membuat PLN terus berkembang menjadi lebih baik. Seperti kata Vin Scully, good is not good when better is expected.
___________________
Daftar Referensi Gambar dan Kepustakaan:
Laporan Keberlanjutan Tahun 2011
PLN: Implementasi GCG
PLN: Pedoman Good Corporate Governance
Peraturan Menteri Negara BUMN Nomor 1 Tahun 2011
Good Corporate Governance dan Penerapannya di Indonesia
Undang-undang BUMN
wow rinci bnget. klo lomba psti top dan juara deh. komen back yaw
BalasHapusaamiin. :)
Hapusdi Stabat masih sering mati lampu mas... :(
BalasHapuseh, malah curcol. :P
HapusHwaduh, smakin ke sni bahasa nya smakin tinggi .__.
BalasHapussukses yakk lombanya...
baru tau ada lomba ini, bagus jg sih, jd org2 gak cuma bisa protes kalo lampu padam, tp sekaligus menyampaikan aspirasi :D
makasih kakak. :P
Hapuswah, masa anak PLN baru tahu. ikutan juga dong. haha
bener gan... system yg dirubah..
BalasHapussama gan, aku juga nulis tentang GCG pln juga, mampir ya gan :
http://www.pikamed.com/2012/10/aku-dan-pln-menerangi-bersama-bersama.html
Semoga bisa menjadi referensi pihak PLN untuk melakukan perubahan... :)
BalasHapusDitunggu kunjungan dan komen baliknya yaa.. :)
iya, semoga saja tulisan sederhana ini bisa bermanfaat. :)
Hapussukses buat tulisannya.. pengen ikutan juga, tapi belum terkumpul ide brilian seperti tulisan ini.. :D
BalasHapusmakasih. :D
Hapus