"Hape Android kok ada keyboard-nya, kayak hape Cina?" Begitulah komentar beberapa orang ketika melihat penampakan hape yang saya pegang. Ketika memutuskan untuk memilih hape ini ada beberapa pertimbangan saya. Tentunya dengan melihat skala prioritasnya juga.
Pertimbangannya adalah harga dan fitur-fiturnya. Kala itu saya belum menerima "gaji", harga menjadi prioritas yang harus didahulukan. Fitur-fiturnya pun sudah bisa mencukupi kebutuhan saya. Selain fungsi dasar: telepon dan SMS, saya bisa membuka media sosial, chatting, dan yang tidak kalah penting adalah email. Dengan hape sederhana ini saya bisa membuka email pribadi dan email kantor. Kadang saya suka miris, ada yang punya hape yang lebih canggih dari ini tapi untuk membuka email pun tidak pernah digunakannya. Fungsinya tidak dimaksimalkan, sayang sekali.
Yang tidak kalah penting untuk menjadi perhatian saya adalah kondisi tangan saya yang mudah berkeringat. Saya merasa agak risih ketika harus mengetik di layar sentuh. Layarnya akan cepat kotor. Intinya adalah kenyamanan. Soal layar yang tidak terlalu besar, tidak begitu soal. Saya belum membutuhkan layar yang lebar. Untuk ngeblog saya lebih suka menggunakan laptop. Main game juga jarang, paling keponakan saya yang suka main game di hape.
Bukan, saya bukan mau pamer hape. Lagi pula saya yakin banyak pembaca blog ini yang hapenya jauh lebih bagus lagi. Saya hanya ingin berbagi tentang bagaimana pentingnya menentukan prioritas. Bagi saya, hape ini sudah cukup. Fitur-fiturnya sudah bisa memenuhi kebutuhan-kebutuhan saya. Mungkin bagi orang lain belum. Tapi itu hal yang wajar. Setiap orang pasti mempunyai prioritas kebutuhan yang berbeda-beda.
Misalnya ada orang yang prioritasnya adalah berkeluarga. Ada pula yang prioritasnya lebih ke karir. Ingin karirnya naik dulu, sebelum berkeluarga. Tidak ada yang lebih baik karena semuanya tergantung kepada prioritas masing-masing, yang sudah direncanakan dengan matang.
Sering kali kita terpengaruh orang lain. Orang lain mempunyai A, kita juga ingin A. Padahal kita tidak terlalu membutuhkannya. Pun ketika orang lain mempunyai B, kita justru mengeritiknya karena kita belum atau tidak membutuhkan B. Padahal orang itu memang benar-benar membutuhkan B, tidak seperti kita.
Tetaplah fokus pada apa yang telah kita rencanakan dan telah kita susun skala prioritasnya. Jangan mudah terpengaruh orang lain. Apa yang orang lain butuhkan belum tentu kita membutuhkannya. Pun sebaliknya. Apa yang kita butuhkan belum tentu orang lain membutuhkannya. Terkadang, kita perlu untuk menjadi Katak Tuli.