zORB44u1Y5Szogk9hvRg5anbZDydcDDjseaSpgOw

Reformasi Sumir


Mesin hand key masih menunjukkan pukul 17.19. Saya yang pagi tadi absen mepet-mepet pukul 7.59 tentu saja harus “distrap” setengah jam. Sebenarnya absen mepet-mepet itu ibadah, menghibur teman. Karena ternyata ada juga yang senang menonton dan menyemangati temannya yang harus berlari mengejar mesin absen.

Kebetulan di lobi ada seorang senior di divisi saya yang sedang menunggu temannya. Meski setiap hari saya yang berkutat dengan dunia pertambangan sementara dia tidak, tapi sebenarnya dia jauh lebih mengerti tentang teknis pertambangan dibandingkan dengan saya yang masih bau kencur. Wajar saja senior saya ini lulusan teknik pertambangan dari sebuah perguruan tinggi ternama di Kota Kembang. Gayanya cuek banget, tidak terlalu mempedulikan penampilan. Ciri khas anak teknik.

Karena temannya tak kunjung datang, kami pun berbincang tentang banyak hal, ngalor-ngidul. Dari mulai dari soal pendidikan dan rencananya untuk mulai fokus mencari beasiswa di luar negeri sampai dengan soal reformasi birokrasi di kantor kami, Kementerian Keuangan. “Memang Kemenkeu sudah reformasi birokrasi, Mat. Tapi kita masih setengah jalan.”

Dalam hati saya mengamini kalimat yang terlontar dari mulutnya. Memang Kementerian Keuangan adalah kementerian yang bisa dibilang sebagai pelopor reformasi birokrasi di republik ini. Jauh sebelum ada Kementerian Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, Kementerian Keuangan sudah memulai reformasi dengan dimulainya reformasi pada tubuh Direktorat Jenderal Pajak. Pengakuan pun datang dari jajaran istana yang mengemukakan bahwa ada dua kementerian yang pola perekrutan pegawainya sangat baik, Kementerian Keuangan dan Kementerian Luar Negeri.

Namun, jangan-jangan kita malah terlena dengan titel pelopor reformasi birokrasi. Jangan-jangan kita sudah merasa sangat puas dengan reformasi yang ada saat ini, reformasi yang masih setengah matang. Jangan-jangan pola perekrutan yang sangat baik pun masih belum cukup untuk mematangkan reformasi birokrasi di tubuh Kementerian Keuangan.

Beberapa hari yang lalu saya membaca sebuah blog post yang ditulis oleh seorang senior. Dalam tulisannya, dia menyoroti soal "PMK Dzalim" yang terkait pengelolaan SDM di Kementerian Keuangan. Ternyata benar, pola perekrutan saja masih belum cukup untuk mematangkan reformasi yang masih setengah matang. Ya, tentu saja pengelolaan SDM sangat erat kaitannya dengan reformasi birokrasi.

Berbicara tentang reformasi, rasanya kurang mantap apabila kita tidak menyinggung era tahun 1998. Tahun di mana teriakan reformasi pernah menggetarkan hati para aktivis mahasiswa. Ternyata pola yang terjadi pada masa orde reformasi masih sama dengan pola pada saat orde lama. Pada masa orde lama, mantan-mantan aktivis seolah melupakan apa yang mereka perjuangkan selama masih menjadi mahasiswa. Seorang Soe Hok-Gie dengan sangat jelas menceritakan hal ini dalam catatan hariannya. Pun, pada era yang disebut sebagai orde reformasi. Orang yang pernah berkeliling Monas bersama Amin Rais untuk meneriakan pekik reformasi kemudian menjadi sekjen salah satu partai politik. Ketua senat yang pernah menjadi singa podium pun ikut-ikutan menjadi anggota legislatif. Bahkan sempat tersentil kasus korupsi.

Reformasi yang dulu diperjuangkan seolah menemui jalan buntu ketika para pelakunya bergerak secara linier. Ketika ternyata reformasi hanya diperjuangkan dengan menduduki kursi. Seolah pekik reformasi berakhir di atas kursi. Ketika reformasi hanya diidentikan dengan pergantian tampuk kekuasaan. Ketika reformasi adalah re- dan formasi.

Harus kita akui bahwa dalam pola kenaikan pangkat pun masih ada yang mengutamakan suka atau tidak suka, bukan karena orang itu memang layak untuk naik pangkat karena prestasinya. Dan, jika memang reformasi birokrasi kita sudah matang, tidak akan ada seorang menteri yang hanya dalam semalam dapat memindah-mindahkan bawahannya sesuai dengan arah telunjuknya hanya untuk menunjukkan bahwa dia mempunyai kuasa atasnya.

Sekali lagi, mungkin memang benar apa yang diucapkan senior saya tadi, reformasi birokrasi masih setengah jalan. Tapi itu bukan alasan untuk pesimis dan menghentikan langkah kita. Jika tidak, reformasi birokrasi hanya akan menjadi reformasi sumir.
Baca Juga

Artikel Terkait

2 komentar

  1. kemarin berbagi cerita dengan teman saat perjalanan di atas bus p44, memang ajaib ada yang cuma semalam bisa teleportasi kemana saja. kok masih ada yang kekanak2an gitu....

    BalasHapus