zORB44u1Y5Szogk9hvRg5anbZDydcDDjseaSpgOw

Taman Jenggala


Pukul delapan lewat lima belas menit aku berangkat dari kosan. Semuanya sudah aku susun agar tidak terlambat datang. Pukul sembilan aku harus sudah sampai si Jalan Galuh II Nomor 4, Kantor Indonesia Mengajar. Sepanjang jalan tidak terlihat kemacetan. Angkot-angkot omprengan, bis-bis bau karat, dan mobil-mobil mewah para pejabat tidak tampak di jalanan. Tidak ada kendaraan yang mengular panjang. Tidak ada sumpah serapah para pengguna jalan.

Tua di jalan. Kalimat itu seolah tak lekang dari kehidupan orang-orang Jakarta. Tidak hanya orang-orang Jakarta, juga para komuter dari Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, dan mungkin beberapa kota lainnya. Pagi ini jalanan ibu kota sangat lengang. Sangat jauh dari kondisi jalanan ibu kota di waktu pagi di hari-hari kerja. Mungkin, proses penuaan di jalanan ibu kota juga sedang rehat sejenak.

Aku sampai di Kantor Indonesia mengajar sekitar pukul sembilan kurang seperempat, tidak terlambat. Tapi anehnya, gerbang masih tertutup rapat dan masih sangat sepi. Lalu aku hubungi Mba Shally dan temanku, Ida. Ternyata aku memang tidak terlambat karena acaranya bukan jam sembilan, tapi jam sepuluh, sejam lagi.

Kebetulan tepat di depan kantor ada taman. Kata petugas kebersihan yang sedang membersihkan jalan di sekitar taman, namanya Taman Jenggala. Di Taman Jenggala inilah aku menghabiskan waktu sejam sambil menulis sebuah postingan di blog, postingan yang sebenarnya tidak begitu penting untuk ditulis, apalagi dibaca. Kebetulan juga, hari ini kami harus membawa laptop. Tapi daripada aku hanya bengong duduk di taman kota, lebih baik aku memencet-mencet tuts laptop sambil ditemani wangi rumput yang baru dipotong. Sudah hampir jam sepuluh. Sekian.
Baca Juga
Abah
Generasi Micinial

Artikel Terkait

Posting Komentar