zORB44u1Y5Szogk9hvRg5anbZDydcDDjseaSpgOw

Mencari Bung Karno yang Hilang


Bung Karno keluar, Latief Hendraningrat memberi aba-aba, rakyat dan barisan pemuda yang sedari pagi menunggu serentak berdiri. Bung Karno, didampingi Bung Hatta, mendekat ke mikrofon. Dengan lantang, Bung Karno menyampaikan sebuah pidato singkat. Setelahnya, kemerdekaan Indonesia diproklamasikan, bendera merah putih dikerek, dan lagu kebangsaan Indonesia Raya dikumandangkan. Dari rumah kediaman Bung Karno itulah gema kemerdekaan digelorakan ke seluruh pelosok negeri dan kepada dunia.

Rumah yang menjadi saksi sejarah kemerdekaan Indonesia itu kini menjelma menjadi Monumen Proklamator. Di area Monumen Proklamator tersebut berdiri Tugu Proklamasi atau Tugu Petir, patung Bung Karno dan Bung Hatta, dan Tugu Wanita. Di lokasi Tugu Petir itulah persisnya Bung Karno dan Bung Hatta memperoklamasikan kemerdekaan Indonesia tepat pukul 10.00 WIB. Konon, rumah itu kemudian dibongkar pada tahun 1962 atas keinginan Bung Karno sendiri dan tidak ada yang tahu alasannya.

Sebenarnya, Ali Sadikin, Gubernur DKI Jakarta pada masa Orde Baru, pernah mengajukan proyek pemugaran kembali kediaman Bung Karno. Akan tetapi, proyeknya ditolak Soeharto. Menurutnya, pembongkaran itu merupakan bagian dari sejarah, sehingga jika dibangun lagi, tidak akan ada riwayat bahwa rumah itu pernah dibongkar. Akhirnya, Soeharto hanya membangun Monumen Proklamator.

Matahari berada tepat di atas ubun-ubun ketika kami berkunjung ke kawasan monumen di Jalan Pegangsaan Timur Nomor 56, Jakarta Pusat, itu. Tidak banyak informasi yang bisa kami dapatkan. Di sana hanya ada beberapa tulisan yang diukur di atas prasasti. Semisal prasasti Tugu Petir, di sana tertulis “DISINILAH DIBATJAKAN PROKLAMASI KEMERDEKAAN PADA TANGGAL 17 AGUSTUS 1945 DJAM 10.00 PAGI OLEH BUNG KARNO DAN BUNG HATTA”. 

Dari prasasti itulah saya tahu lokasi persisnya Bung Karno dan Bung Hatta membacakan teks proklamasi. Mulanya, saya kira lokasi persisnya berada di lokasi patung Bung Karno dan Bung Hatta, yang menghadap ke barat. Ternyata saya keliru, karena Bung Karno dan Bung Hatta membacakan teks proklamasi menghadap ke arah timur, berlawanan arah dengan patungnya sekarang.

Saya pun mencoba berbaik sangka dengan tidak menuduh ini sebagai salah satu strategi Orde Baru untuk menghilangkan Bung Karno dengan meredefinisikan 17 Agustus 1945 sebagai sekadar hari proklamasi, pun Bung Karno dan Bung Hatta sebagai sekadar proklamatornya. Dengan definisi baru tersebut, ide-ide para pendiri bangsa, yang merupakan motor penggerak ideologis bangsa Indonesia dinegasikan. Buktinya, selama Orde baru berkuasa, tulisan-tulisan Bung Karno dilarang. Letak pembacaan teks proklamasi pun disamarkan.


Belum menemukan Bung Karno di Monumen Proklamator, kami pun bergerak menuju Museum Perumusan Naskah Proklamasi (Munasprok) di Jalan Imam Bonjol Nomor 1, Jakarta Pusat. Lokasinya tidak jauh dari Taman Suropati, tepatnya di samping tepat di samping gereja GPIB Paulus. Di sana kami hanya disambut petugas keamanan yang juga bertugas sebagai penjaga loket tiket. Menurut petugas keamanan tadi, pemandu di museum sedang enggan turun karena sedang mengurusi administrasi kepegawaiannya. Sayang memang, karena dari sekadar membaca poster tidak banyak informasi yang dapat kami gali.

Waktu itu, sekembalinya dari Rengasdengklok dan pulang sebentar ke rumah masing-masing, ditemani Ahmad Soebardjo, Bung karno dan Bung Hatta menemui Laksamana Tadashi Maeda untuk meminjam rumahnya sebagai tempat perumusan naskah proklamasi. Bangunan rumah itulah yang saat ini difungsikan sebagai Munasprok. Pada tahun 1945, banyak dari isi rumah yang juga merupakan bukti sejarah dijarah. Karena itu, furnitur dan mebel yang berada di Munasprok adalah bentuk replikanya, bukan barang asli seperti pada masa kemerdekaan.

Sebenarnya, ketika berkunjung ke Munasprok, ini saya tidak menaruh banyak harapan untuk menemukan Bung Karno bersama ide-ide besarnya. Karena dari namanya saja, saya sudah bisa menebak kalau di museum ini kita hanya disuguhi informasi tentang bagaimana proses naskah proklamasi itu dirumuskan: mulai dari persiapan, perumusan konsep oleh Bung Karno, Bung Hatta, dan Ahmad Soebardjo, pengetikan dan pengeditan oleh Sayuti Melik, serta pengesahan dan penandatanganan oleh Bung Karno dan Bung Hatta.
Baca Juga
Abah
Generasi Micinial

Artikel Terkait

Posting Komentar