zORB44u1Y5Szogk9hvRg5anbZDydcDDjseaSpgOw

Golput Bukan Apatis Kok



Pemira, pemilihan amburadul! Iya amburadul, karena tiap kali Pemira sistemnya selalu aja ada yang ga beres. Anehnya kejadiannya selalu terulang tiap tahunnya. TAP Pemira masih dalam bentuk draft? Belum punya payung hukum kok udah berani ujan-ujanan. Kayak yang ga pernah belajar dari pengalaman. Wong pernah ada yang bilang sama gue, “Ngapain ngomongin kejadian yang udah lewat?” Mungkin dia lupa kalau dia juga pernah belajar sejarah. Sejarah itu kejadian yang udah lewat. Bahkan lewatnya bisa sampai ratusan bahkan ribuan tahun. Kalaupun misalnya Panitia Pemira mau bilang “Kami udah bekerja sekuat tenaga, banting tulang siang malem, kok kayak yang ga dihargain gini?” Minjem kalimat seorang temen, “Layaknya seorang entertainer seperti penyanyi, penonton tidak mau tau apakah si penyanyi sedang sakit, kurang enak badan dsb, yang penonton mau adalah penampilan si penyanyi sebagaimana seharusnya.”

Gue bukan mahasiswa lagi, meski kantong gue masih kantong mahasiswa. Lewat tulisan ini gue cuma pengen sedikit komentar tentang gonjang-ganjing Pemira di kampus almamater gue yang sangat gue banggain. Tentunya dengan gaya tulisan gue yang frontal, nyinyir, dan sok tahu. Karena gue percaya hak buat nyampein aspirasi masih dijamin sama konstitusi dan Habib Rizieq. Ini bukan tahun pertama gue ngomentarin masalah Pemira, meski gue ga pernah jadi pengurus oraganisasi maupun kepanitiaan di level kampus. Bukan karena gue apatis. Itu pilihan gue dan gue punya alasan buat itu.

Oke kembali fokus! Menurut gue pemimpin yang dibutuhin KM STAN saat ini adalah pemimpin yang merakyat. Merakyat dalam artian mampu merangkul semua rakyatnya, kedengerannya klise memang. Bukan figur yang hobinya bikin HOAX, kayak pura-pura ilang misalnya. Sepeti kata temen gue, “Dalam lingkungan kampus adanya orang apatis karena dua hal: memang orang tersbut tidak minat dalam hal kampus atau organisasi yang tersedia tidak mampu merangkul, mengajak, dan mengakomodasi apa yang diinginkan mahasiswa tersebut.”

Sikap apatis terhadap politik itu emang bahaya, tapi jadi golput bukan bukan berarti kita apatis. Apatis adalah justru ketika kita cuma diam ngelihat keamburadulan yang ada. Kita ga berani nyampein opini kita, dengan cara kita tentunya, terhadap pelanggaran-pelanggaran yang terjadi. Sekadar pergi ke TPS supaya ga dianggap ga ikut berpartisipasi atau karena pengen dapet pin atau stiker pemira pun sebenarnya sikap yang apatis.

Soal jadi golput atau goltam, itu pilihan. Justru ketika kita menjadi golput dengan suatu sikap terbuka bahwa kita tidak atau belum percaya terhadap kandidat yang ada, ideologi, atau sistem pemilihan, itu artinya kita ga apatis. Apalagi kalau kandidatnya cuma ada satu, golput bisa jadi alternatif pilihan yang lebih baik. Mundur banget emang, menurut gue tahun kemaren Pemira lebih berwarna karena banyak bermunculan kandidat-kandidat alternatif.

Dari segi regulasi, golput merupakan hak asasi tiap orang yang ga perlu dipermasalahin. Di sisi lain golput bisa dipandang sebagai kegagalan sosialisasi Panitia Pemira dan kandidat-kandidat yang manggung di Pemira. Ga cuma gagal dalam memenej Pemira dan gagal dalam mencuri hati pemilih. Tapi juga kegagalan dalam hal pendidikan politik. Terkait legitimasi, angka golput emang sama sekali ga mempengaruhi legitimasi si pemimpin terpilih. Meski kayak gitu, golput tetap berpengaruh pada position power dari si pemimpin terpilih itu.

Mengenai kandidat tunggal, okelah kalau emang kita “terpaksa” harus ngadain Pemira dengan kandidat tunggal dan AD/ART KM STAN ngizinin buat itu. Masalahnya, AD/ART KM STAN menurut gue lupa ditambahin sama pasal tong sampah. Harusnya kalau multi kandidat ga bisa dipenuhi kemudian diatur bahwa perolehan suara untuk Capresma harus sekian persen dari total mahasiwa, bukan dari jumlah mahasiswa yang nyoblos. Kalau angka tadi bisa tercapai berarti si Capresma tadi berhak buat dilantik jadi Presma. Tapi, kalau ternyata suara yang dikantonginya kurang dari jumlah yang ditentun tadi ya terpaksa si Capresma tadi ga berhak buat dilantik. Kemungkinannya bisa dilakukan Pemira ulang atau milih buat ga punya Presma. Tapi itu cuma saran dan sayangnya kita ga punya Mahkamah Mahasiswa yang bisa jadi tempat mengadu dan berkeluh kesah. Kalau cuma Panwasra sih ga bisa karena ini bukan justifikasi mereka.

Hal yang bikin gue ngenes adalah karena tahun ini bisa dibilang sebagai tahun terakhir KM STAN sebelum dibunuh oleh sistem yang emang sampai sekarang kabarnya kampus belum akan nerima mahasiswa D3 Reguler lagi. Tapi lebih bikin ngenes lagi kalau justru kita yang bunuh diri sebelum sistem yang membunuh KM STAN. Harusnya kita bersama-sama, bergandengan tangan dan kaki buat bikin kesan yang ga bakalan bisa dilupain di tahun terakhir ini. Gajah mati ninggalin gading, harimau mati ninggalin belang, KM STAN mati ninggalin? Cuma kita yang bisa jawab pertanyaan gue itu. Iya kita, meski gue ga bisa ngelakuin apa-apa karena bukan anggota KM STAN lagi.

Meski ga ada Presma sekalipun, misalnya, kita tetep bisa ngelakuin sesuatu kok. Mari kita tengok kampus tetangga. Bulan kemaren, di acara yang di adain di kampus STAN, gue sempet ngobrol-ngobrol sama anak Universitas Prof. DR. Moestopo. Gue kaget pas mereka cerita kalau di kampusnya ga ada makhluk yang namanya BEM. Alesannya karena dulu rektorat sempet ngelarang. Tapi pas rektorat udah ngizinin juga jadinya ga ada yang berani naik buat ngebentuk BEM. Anehnya mereka tetep punya UKM dan menurut gue UKM di sana lebih eksis di forum-forum eksternal kampus daripada UKM (elemen kampus) yang ada di STAN.

Gue tegasin lagi kalau tulisan gue ini ga ngajak buat jadi apatis. Tapi ngajak buat milih. Mau milih kandidat terbaik dari kandidat-kandidat yang ada atau milih buat golput kalau emang kandidatnya cuma ada satu dan ga sreg sama hati kita. Iya, karena golput bukan berarti apatis.

Lucu emang kalau nontonin Pemira di kampus STAN. Lucu ga selalu menghibur. Lucu ga selalu buat kita ketawa. Pas nulis blog ini gue sama sekali ga tertawa, gue mengigil!


Baca Juga
Abah
Generasi Micinial

Artikel Terkait

Posting Komentar