zORB44u1Y5Szogk9hvRg5anbZDydcDDjseaSpgOw

Jagoan Ikut PAUD


Hari kemarin Jagoan ikut belajar di PAUD Inklusi Bintang Bangsaku RW 07 Kelurahan Pasir Gunung Selatan. Lokasinya persis di bibir Kali Ciliwung, Depok. PAUD tersebut adalah milik komunitas yang didirikan emak-emak Kader Posyandu. Sasarannya adalah anak-anak usia dini yang bermukim di seputar kali Ciliwung. Mahalnya biaya pendidikan dan kondisi topografis menjadi hambatan anak usia dini di sana untuk dapat menjangkau dua PAUD formal terdekat. Itulah salah satu latar belakang pendiriannya.

Pendidikan adalah hak setiap anak, tidak terkecuali anak-anak usia dini di pinggir Kali Ciliwung. Sayangnya, masyarakat setempat memiliki kesadaran yang terbilang rendah mengenai peran penting stimulasi anak sejak dini. Mayoritas keluarga di sana hidup dengan keadaan ekonomi menengah ke bawah. PAUD Inklusi Bintang Bangsaku RW 07 Kelurahan Pasir Gunung Selatan karena itu tidak mengenakan biaya pendidikan secara tetap kepada peserta didik agar tidak membebani orangtua. 

Kondisi tersebut membuat emak-emak Kader Posyandu tergerak untuk mendirikan dan mengembangkan PAUD non-formal. Dengan begitu, perkembangan anak usia dini di wilayahnya dapat terstimulasi melalui pendidikan. Selama ini, PAUD Inklusi Bintang Bangsaku RW 07 Kelurahan Pasir Gunung Selatan hanya menyediakan kotak infak bagi orangtua yang ingin ikut mengiur. Selain itu, biaya PAUD berasal dari tokoh lingkungan dan donatur, sehingga proses pendidikan dapat berjalan dengan optimal.


Sabtu minggu kemarin, kawan saya, Emak Vina menulis ihwal kejengkelannya terhadap komentar di Facebook yang mendiskreditkan emak kampung saat kawannya membagikan status tokoh partai sabit padi. "Duh lelaki kok mulutnya kayak ember bobrok, demennya ghibah, kalah emak-emak kampung" demikian komentar satu akun dengan foto prempuan. Sebagai anggota konsorsium emak-emak kampung, Emak Vina jelas merasa terhina dengan komentar tersebut.

Sewaktu hendak mendaftarkan PAUD Inklusi Bintang Bangsaku RW 07 Kelurahan Pasir Gunung Selatan ke Dinas Pendidikan, emak-emak yang menjadi pengajar PAUD, termasuk Emak Yuyun, musti mengumpulkan ijazah SMA. Sayang, semua ijazah Emak Yuyun hilang. Alhasil, secara administratif, Emak Yuyun tidak bisa didaftarkan sebagai pengajar PAUD. Tetapi itu tidak membuatnya patah arang. Mendaftarlah ia di program Kejar Paket A, Kejar Paket B, dan Kejar Paket C demi kembali mendapatkan ijazah SD, SMP, dan SMA yang hilang.

Di abad XIX, saat para perempuan borjuis berdiskusi dan menghasilkan pemikiran filsafat feminisme. Emak-emak kampung sudah lama mempraktikkannya, lebih dari setara dengan laki-laki bahkan hampir menggantikan posisi laki-laki. Emak Yuyun dan emak-emak kampung di Depok, yang berupaya memajukan pendidikan di kampungnya, adalah boekti.
Baca Juga
Abah
Generasi Micinial

Artikel Terkait

Posting Komentar