zORB44u1Y5Szogk9hvRg5anbZDydcDDjseaSpgOw

Pisang Bisa Lebih Berbahaya Ketimbang PLTN

#15HariCeritaEnergi

Masih ingat iklan jadul konsep link and match LP3I yang menampilkan parodi Obama KW? LP3EI mengklaim konsep link and match yang mereka kembangkan terbukti berhasil, ketika hampir 80 persen lulusannya diterima bekerja sesuai dengan bidang kuliahnya. Bahkan konon, banyak perusahaan yang sudah memesan lulusan LP3I sebelum mereka lulus. Namun, sepertinya nasib serupa tidak akan berlaku bagi jebolan Program Studi Teknik Nuklir Jurusan Teknik Fisika Universitas Gadjah Mada (UGM).

Teknik nuklir adalah penerapan praktis bidang ilmu inti atom yang disarikan dari prinsip-prinsip fisika nuklir dan interaksi antara radiasi dan material. Bidang keteknikan ini mencakup perancangan, pengembangan, percobaan, operasi dan perawatan sistem dan komponen fisi nuklir, khususnya reaktor nuklir, PLTN dan/atau senjata nuklir. Bidang ini juga dapat mencakup studi tentang fisi nuklir, aplikasi radiasi pada kedokteran nuklir, keselamatan nuklir, perpindahan panas, teknologi pengelolaan bahan bakar nuklir, proliferasi nuklir, dan efek limbah radioaktif atau radioaktivitas lingkungan.

Selain UGM yang merupakan unit di bawah Kemenristek dan Dikti, Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN) juga memiliki Sekolah Tinggi Teknologi Nuklir (STTN). STTN adalah perguruan tinggi kedinasan yang mencetak Sarjana Sains Terapan bidang nuklir. Kedua lembaga pendidikan tersebut sama-sama berada di Yogyakarta. Keberadaan STTN semakin mempersuram nasib jebolan Prodi Teknik nuklir UGM untuk bisa begerja sesuai dengan bidangnya. Karena BATAN sudah punya sekolah pencetak SDM-nya sendiri.

Sampai saat ini, nasih jebolan Prodi keren di salah satu kampus “Ivy League” itu tampaknya masih melum menemukan sinarnya. Pasalnya, Menteri ESDM Ignasium Jonan menegaskan belum akan garap energi nuklir, khususnya sebagai Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN). Pemerintah masih menunggu waktu yang tepat untuk mengembangkan energi nuklir tersebut. Hal itu ditegaskan Jonan dihadapan perwakilan pemerintah Prancis saat peluncuran klub energi terbarukan French Renewable Energy Group (FREG) untuk Indonesia.

“Saya tahu Prancis maju dalam tenaga nuklir, tapi saat ini tidak akan masuk ke arah sana. Mungkin saja di masa depan,” tegas Menteri ESDM di Gedung Kementerian ESDM, Jakarta, Selasa 28 Februari 2017. Menteri Jonan menuturkan, pemerintah saat ini fokus mengembangkan energi terbarukan dengan target 23 persen dalam bauran energi listrik pada 2025. Rencana tersebut juga didukung sejumlah politikus di Tanah Air.

Sementara itu, Dirjen EBTKE Kementerian ESDM Rida Mulyana menuturkan, pemerintah harus memenuhi dua syarat dalam mengembangkan PLTN berskala besar. Dua syarat tersebut ialah pengembangan energi nuklir mendapat dukungan dari masyarakat. Kemudian Pemerintah harus memiliki kemauan kuat untuk mengembangkan nuklir sebagai sumber energi. “Pertama, resistensi masyarakat. Kedua, political will. Ini kan tergantung syarat yang pertama itu. Kalau masyarakatnya menolak, percuma juga. Jadi lihat dulu tingkat penerimaan masyarakat,” jelasnya.

Namun, sepertinya dalam waktu dekat masyarakat kita belum akan bisa menerima PLTN hadir di sekelilinya. Pasalnya, tiap membahas soal nuklir, yang terbersit adalah Perang Dunia II, ketika kota Hiroshima-Nagasaki dibom atom oleh sekutu. Juga soal kebocoran reaktor nuklir di Chernobyl, Ukraina tahun 1986, yang melepaskan radioaktif 400 kali lebih banyak dibandingkan bom atom Hiroshima-Nagasaki. Dampak yang sangat fatal itu membuat negara-negara yang bisa mengembangkan teknologi nuklir dengan baik dianggap negara adikuasa yang cukup disegani.

Jelas bahwa PLTN memancarkan radiasi ke lingkungan, tetapi dosisnya sangat kecil. Nuclear Regulatory Commission menunjukkan bahwa orang yang tinggal di area sekitar PLTN hanya mendapat dosis tambahan sekitar 1 milirem tiap tahunnya. Untuk perbandingan, dosis rerata radiasi yang diterima publik tiap tahun adalah 300 milirem. Sangat kecilnya kadar radiasi PLTN yang dipancarkan ke lingkungan dikarenakan sistem keselamatan dalam PLTN itu sendiri.

Bila seseorang berdiri di samping teras reaktor, tempat terjadinya reaksi fisi nuklir untuk menghasilkan panas, dalam hitungan detik orang itu pasti mati. Untungnya, berdiri di sana adalah mustahil. Sebagai gantinya, teras reaktor dikungkung oleh bejana baja yang tebalnya sekitar 8-10 inci. Itu ditambah dengan beton baja yang digunakan sebagai pengungkung reaktor, yang kira-kira tebalnya 3 meter.

Meski sama-sama tidak cukup berbahaya bagi kesehatan, nyatanya PLTU batubara justru memancarkan lebih banyak radiasi ke lingkungan daripada PLTN, kira-kira 100 kali lebih tinggi. Batubara mengandung banyak sekali material, termasuk dalam jumlah kecil uranium dan thorium. Dua material radioaktif ini ikut terlepas ke udara bersama asap pembuangan PLTU, sehingga lebih banyak radiasi yang terpapar pada masyarakat di sekitar PLTU.

Semua klaim mengenai radiasi dari PLTN memberi efek berbahaya pada kesehatan sudah ditolak oleh United Nations Scientific Committee of the Effects of Atomic Radiation (UNSCEAR), National Research Council’s BEIR VII Study Group, National Cancer Society, dan berbagai lembaga kredibel lainnya. Faktanya, tinggal di area sekitar PLTN selama setahun cuma membuat seseorang menerima paparan radiasi 200 kali lebih kecil ketimbang paparan radiasi kosmik sekali terbang naik pesawat dari Jakarta ke Vienna. 

Dalam istilah pengukuran dosis radiasi dikenal istilah Banana Equivalent Dose (BED), yaitu setiap kita makan satu pisang dosis radiasi nuklir pada tubuh kita bertambah sebanyak 10 microrem. Sementara itu, seperti kata Nuclear Regulatory Commission tadi, bahwa orang yang tinggal di area sekitar PLTN hanya mendapat dosis tambahan sekitar 1 milirem tiap tahunnya. Artinya, kalau kita makan satu pisang tiap hari selama satu tahun, dosis radiasi yang dipaparkan ke tubuh kita malah bisa lebih tinggi ketimbang ketika kita tinggal di area PLTN.

Jadi, masih takut sama reaktor nuklir?
Baca Juga
Abah
Generasi Micinial

Artikel Terkait

1 komentar