The Simpsons episode tentang bencana nuklir dilarang di tiga negara Eropa: Jerman, Australia, dan Swiss. Film kartun itu dilarang lantaran membuat lelucon soal krisis nuklir yang ketika itu sedang terjadi di Jepang. Jaringan Austria ORF juga melarang seluruh delapan episode The Simpsons, termasuk yang menceritakan ilmuwan Marie Curie dan Pierre Curie yang tewas keracunan radiasi. Jaringan SF di Swiss juga melakukan hal yang sama.
Homer adalah karakter The Simpsons yang bekerja di reaktor nuklir. Homer yang ceroboh kerap lalai hingga mengancam keselamatan warga Springfield. Salah satu episode menceritakan kisah sampah nuklir yang dibuang ke taman bermain, plutonium digunakan sebagai penindih kertas, menara pendingin yang rusak, tikus bercahaya, juga ikan mutan yang berada disekitar lelehan bahan radioaktif.
Sebuah survey menunjukkan masyarakat di Jerman resah atas bahaya nuklir, juga pengapalan sampah radioaktif yang dilakukan secara rutin. Rusaknya Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) Jepang akibat gempa 8,9 skala Richter yang disusul tsunami telah membuat dunia—termasuk Jerman—khawatir. Maret 2011, sebagai reaksi terhadap bencana nuklir tersebut, kira-kira 250 ribu orang berdemonstrasi di Jerman. Menanggapinya, Kanselir Jerman Angela Merkel mengumumkan penghentian operasional nuklirnya selama tiga bulan. Merkel juga memerintahkan tujuh reaktor yang ada ditutup.
Jauh sebelum itu, tanggal 16 Juli 1945, dalam sebuah percobaan bernama Trinity, Amerika Serikat, meledakan senjata nuklir pertamanya di dekat Alamogordo, New Mexico. Percobaan tersebut dilakukan untuk menguji cara peledakan nuklir. Sebulan kemudian, tanggal 6 Agustus 1945, bom uranium, Little Boy, diledakan di kota Hiroshima dan diikuti dengan peldakkan bom plutonium Fat Man di Nagasaki. Dengan segera ledakan itu menghentikan Perang Dunia II.
Setengah dari korban yang tewas di Hiroshima dan Nagasaki meninggal dua hingga lima tahun setelah ledakan nuklir akibat radiasi. Sejak kedua serangan tersebut, tidak lagi ada senjata nuklir yang dilepaskan secara ofensif. Meski begitu, banyak negara berlomba-lomba untuk mengembangkan senjata pemusnah massal. Empat tahun berikutnya, tanggal 29 Agustus 1949, Uni Soviet meledakkan senjata fisi nuklir pertamanya. Inggris mengikuti pada tanggal 2 Oktober 1952, Prancis pada tanggal 13 Februari 1960, dan Cina pada tanggal 16 Oktober 1964.
Irak termasuk negara yang ikut berlomba mengembangkan senjata nuklir dan telah menandatangani Perjanjian Nonproliferasi Nuklir. Pada dekade 1970-an hingga 1980-an, Irak memiliki sebuah program riset senjata nuklir. Pada tahun 1981, Israel menghancurkan reaktor nuklir Irak Osiraq. Lima belas tahun kemudian, Hans Blix melaporkan bahwa Irak telah melucuti dan menghancurkan semua kemampuan nuklirnya.
Meski begitu, pada Tahun 2003, sebuah koalisi multinasional yang dipimpin Amerika Serikat menginvasi Irak berdasarkan laporan intelijen yang menyatakan bahwa Irak memiliki senjata yang dilarang oleh Dewan Keamanan PBB. Ketika itu Irak menolak untuk bekerja sama dengan inspeksi PBB. Hal itu membuat banyak anggota Dewan Keamanan PBB curiga memiliki program nuklir. Akan tetapi, tahun 2004, Laporan Duelfer menyimpulkan bahwa Irak tidak lagi memiliki program nuklir Irak sejak tahun 1991.Banyak pihak karena itu menduga bahwa nuklir telah dipolitisasi untuk tujuan invasi militer.
Awal tahun 2016 kemarin, Menteri Perdagangan dan Industri Rusia Denis Manturov bertolak ke Jakarta untuk menindaklanjuti berbagai proyek kerja sama antara Rusia dan Indonesia. Dalam kunjungan tersebut Manturov bertemu dengan Presiden Joko Widodo dan sejumlah menteri Kabinet Kerja. Dalam sebuah sesi jumpa pers, Manturov mengungkapkan harapan Rusia agar Indonesia mengambil keputusan yang tepat terkait pengembangan energi nuklir.
Meki begitu, ia sadar hal itu akan memakan waktu karena Indonesia masih berada dalam tahap awal pembangunan Reaktor Daya Eksperimental (RDE) di Tangerang Selatan, Banten. RDE adalah sebuah PLTN mini di kawasan Pusat Penelitian Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Puspiptek), yang ditargetkan akan beroperasi pada tahun 2020. RDE yang dipilih berbasis high temperature gas-cooled reactor (HTGR}. Tidak hanya menghasilkan energi listrik, RDE ini juga didesain memproduksi hidrogen, desalinasi air laut, dan pencairan batubara. Gas hidrogen yang dihasilkan nantinya dapat dimanfaatkan untuk industri pupuk.
RDE tersebut dibangun berdekatan dengan Reaktor Serbaguna G.A. Siwabessy (RSG-GAS) 30 MW yang telah beroperasi sejak 1987. Penamaan Reaktor Serba Guna G.A. Siwabessy merupakan penghargaan kepada dr. G.A. Siwabessy, ahli radiologi yang telah berjasa besar dalam merintis pengembangan program nuklir di Indonesia. G.A. Siwabessy adalah Direktur Jenderal Lembaga Tenaga Atom (LTA) pertama. LTA kemudian berkembang menjadi Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN).
Sebetulnya, proyek PLTN sudah diluncurkan Presiden Sukarno semenjak tahun 1958. Meski begitu, nasibnya masih saja terombang-ambing. Presiden Suharto, karena itu, membangun Reaktor Serbaguna G.A. Siwabessy untuk kembali menaikkan pamor nuklir yang sempat meredup.
Tahun 2015, Kementerian ESDM telah menyusun Buku Putih PLTN 5000 MW. Angka 5000 MW diperoleh dari simulasi Ditjen Ketenagalistrikan yang dilakukan tahun 2014. Dari simulasi tersebut disimpulkan bahwa guna mencapai tagret 23 persen pangsa energi baru terbarukan (EBT) pada tahun 2025, tahun 2024-2025 dibutuhkan PLTN dengan total kapasitas 5000 MW. Target 23 persen tersebut tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2014 tentang Kebijakan Energi Nasional.
Meski demikian, pengembangan PLTN masih terkendala berbagai hal. Di antaranya adalah masih tinnginya resistensi masyarakat terhadap isu keamanan PLTN. Padahal, industri dalam negeri memiliki pengalaman cukup mumpuni untuk pengembangan PLTN. PT Siemen Indonesia berpengalaman dalam membuat dan memasok kondenser untuk PLTN Olkiluoto unit 3 di Finlandia dengan kapasitas daya 1.600 MWe.
Juga berpengalamannya mengekspor komponen inner casing turbine untuk PLTN Susquehanna (Amerika Serikat) dan PLTN Forsmark (Swedia). Industri nasional juga memiliki kemampuan memproduksi sistem turbin-generator uap kapasitas daya hingga 18 MWe serta keterlibatan industri nasional pada pembangunan reaktor penelitian Reaktor Serba Guna, G.A. Siwabessy (RSG-GAS) adalah sebesar 35 persen.
Padahal, Dirjen EBTKE Kementerian ESDM Rida Mulyana pernah bilang bahwa dukungan masyarakat merupakan salah satu dari dua syarat yang harus dipenuhi pemerintah dalam mengembangkan PLTN skala besar. Hal itu akan sulit jika pamor PLTN masih—yang bisa jadi radiasi yang dipancarkannya tidak lebih berbahaya dari pisang itu—masih meredup.