zORB44u1Y5Szogk9hvRg5anbZDydcDDjseaSpgOw

Adakah Konsep Negara Islam?

"Tuhan, bisakah aku menerima hukum-Mu tanpa meragukannya lebih dahulu? Karena itu Tuhan, maklumilah lebih dulu bila aku masih ragu akan kebenaran hukum-hukum-Mu. Jika Engkau tak suka hal itu, berilah aku pengertian-pengertian sehingga keraguan itu hilang. Tuhan, murkakah Engkau bila aku berbicara dengan hati dan otak yang bebas, hati dan otak sendiri yang telah Engkau berikan kepadaku dengan kemampuan bebasnya sekali? Tuhan, aku ingin bertanya pada Engkau dalam suasana bebas. Aku percaya, Engkau tidak hanya benci pada ucapan-ucapan yang munafik, tapi juga benci pada pikiran-pikiran yang munafik, yaitu pikiran-pikiran yang tidak berani memikirkan yang timbul dalam pikirannya, atau pikiran yang pura-pura tidak tahu akan pikirannya sendiri." -Catatan Harian Ahmad Wahib 1Juni 1969


Di Indonesia bahkan mungkin di dunia muncul sebuah pemikiran dari beberapa kelompok yang ingin mendirikan Negara Islam. Konsekuensi dari munculnya pemikiran tersebut adalah orang-orang yang tidak sepaham dengannya dianggap tidak menjalankan ajaran Islam. Namun, sebelumnya saya ingin bertanya. Adakah konsep Islam tantang negara?

Kemarin saya sempat menulis tentang Pasar Modal Syariah, di mana syariah (jalan hidup) adalah bagian dari muamalah. Dasar hukum dari muamalah sendiri adalah Al Qur'an dan Sunnah. Di mana dalam bermuamalah semuanya diperbolehkan kecuali apabila terdapat aturan atau hukum yang dengan jelas melarangnya. Hidup bernegara juga merupakan bagian dari muamalah. Dan setahu saya yang ilmunya dangkal ini, tidak ada larangan untuk bernegara dengan berdasarkan pada pancasila dan UUD 1945. Jadi kalau dilihat dari sisi hukum kita tidak akan "berdosa" apabila tetap bernegara dengan berdasarkan pada pancasila dan UUD 1945. Itu apabila dilihat dari segi hukum.

***

Selanjtunya mari kita gali lebih dalam lagi pertanyaan saya di awal tadi. Dalam konsep suatu negara selalu ada dua hal yang tidak bisa dipisahkan, mekanisme pergantian pemimpin dan bentuk nergara. Sebagai contoh, di negara yang berbentuk republik seperti Indonesia maka mekanisme pergantian pemimpinnya yaitu melalui pemilu. Contoh lain, di negara yang berbentuk kerajaan maka mekanisme pergantian pemimpinnya adalah dengan mengangkat seorang putra mahkota.

Dalam sejarah Islam, tidak ada konsep negara yang dicontohkan pada masa Rasulullah SAW sampai dengan  Ali bin Abi Thalib. Pada saat transisi tampuk kepemimpinan dari Rasulullah SAW perlu tiga hari untuk menentukan siapakah khalifah penggantinya. Barulah setelah tiga hari itu semuanya sepakat bahwa Abu Bakar-lah yang akan menggantikan Rasulullah SAW melalui bai'at (presetya).

Kemudian, sebelum meninggal Abu Bakar As-Siddiq menyatakan kepada kaum muslimin yang dipimpinnya bahwa hendaknya kelak Umar bin Khattab-lah yang diangkat untuk menggantikannya. Artinya pergantian pemimpin dari Abu Bakar kepada Umar bin Khattab ditempuh dengan cara penunjukan langsung penggantinya pada saat yang akan digantikan masih hidup. Konsep ini sama dengan konsep Wakil Presiden yang harus menggantikan Presiden ketika Presiden tidak dapat melanjutkan masa kerjanya, baik itu karena meninggal dunia maupun karena alasan lainnya.

Pada akhir masa hidupnya, sebelum wafat karena ditikam oleh Abdurrahman bin Muljam, Umar bin Khattab sempat meminta agar dibentuk suatu electoral college (ahl halli wa al-aqdhi) yang terdiri dari tujuh orang termasuk anaknya, Abdullah. Namun, Andullah tidak diperbolehkan untuk menggantikan ayahnya. Lalu terpilihlah Ustman bin Affan sebagai kepala negara atau kepala pemerintahan. 

Lalu Ustman bin Affan digantikan oleh Ali bin Abi Thalib. Di mana pada masa itu Abu Sufyan telah mempersiapkan anak cucunya untuk menggantikan Ali bin Abi Thalib kelak. Dari situlah kemudian lahir sitem kerajaan yang menurunkan calon-calon raja atau sultan dari satu garis keturunan.

***

Selain konsep pergantian pemimpin yang sudah saya bahas sebelumnya. Dalam Islam juga tidak ada konsep bagaimana seharusnya bentuk dari suatu negara. Pada masa Rasulullah SAW pun tidak dijelaskan bagaimana bentuk dari negara Islam itu sendiri. Kemudian pada masa Umar bin Khattab Islam adalah sebuah Imperium dunia yang membentang dari pantai timur Atlantik sampai dengan Asia Tenggara. Sampai berakhirnya masa kekhalifahan Islam pun tidak ada kejelasan konseptual apakah negara menurut Islam itu harus mendunia, sebuah bangsa saja (wawasan etnis), negara-bangsa (nation-state), atau negara-kota (city-state).

Jadinya konsep tersebut masih belum pasti. Apakah harus mulai dengan sosialisasi sebuah negara-bangsa yang berideologi satu dengan memiliki sebuah negara induk ataukah menunggu sampai seluruh dunia menjadi Islam, yang pada kenyataanya itu sangat sulit terwujud. Baru setelah itu dipikirkan bagaimana bentuk negara dan ideologinya. Ketika belum jelas konsepnya sangat ditakutkan nasibnya akan sama seperti negara komunis. Ketika belum pasti mana yang akan didahulukan antara pendapat Joseph Stalin dan Leon Trotsky sehingga berakhir dengan sangat tragis.

Hal ini sangat penting. Karena mengemukakan gagasan tanpa ada konsep yang jelas hanya akan membuat gagasan itu tercabik-cabik oleh perbedaan pendapat dari para pemimpinnya seperti yang telah saya analogikan tadi. Sebagai contoh, kita lihat pergolakan di Iran antara golongan konservatif seperti Mahmoud Ahmadinejad dengan golongan moderat yang sudah berlangsung cukup lama. Bukan tidak mungkin apa yang mereka perselisihkan itu adalah paham tentang konsep Islam seperti apakah yang akan diterapkan di Iran. Apakah Islam Syi'ah atau Islam yang lebih universal. Karena syi'isme hanyalah satu dari delapan pandangan orang muslim di dunia. Jadi apabila kopsep Syi'ah yang dipakai maka konsep negara Islam yang diterapkan di Iran hanyalah milik sebagian kecil masyarakatnya saja.

***

Sepertinya sudah jelas apabila Islam tidak menjelaskan secara konseptual bentuk dari sebuah negara. Ini juga hanya dipikirkan oleh sebagian kecil orang yang hanya memandang Islam dari sisi institusionalnya saja. Belum lagi apabila dibahas lebih lanjut tentang bagaimana dengan mereka yang menolak gagasan tersbut. Apakah mereka masih layak dianggap sebagai kaum muslimin? Padahal mereka adalah bagian terbesar dari penganut Islam. Lalu dengan cara apakah semua itu akan diwujudkan? Dengan teror seperti yang selama ini sudah terjadi? Apabila demikian adanya maka umat Islam secara keseluruhanlah yang harus menanggung akibat dari terorisme yang dilakukan oleh sekelompok oknum tersebut.

Tulisan ini muncul dari sebuah pertanyaan dan bertanya itu bukan berarti ingkar, tetapi mencari sebuah pembenaran. CMIIW.




Baca Juga
Abah
Generasi Micinial

Artikel Terkait

8 komentar

  1. Salam kenal bang!, :)
    Salam persahabatan!,

    BalasHapus
  2. coba dicek QS Al Maidah ayat 44, 45, dan 47. dan coba renungkan tiap akhir-ayat ayat-ayat di atas. kalo bisa sih baca tafsirnya, bukan cuma terjemahnya apalagi cuma Arabnya doang.
    ada yg namanya bentuk negara khilafah dalam Islam, yg pemimpinnya disebut sebagai khalifah. pengangkatan atau pemilihan khalifah bisa dilakukan dengan berbagai cara karena untuk masalah yg satu ini, Rasulullah saw tidak mencontohkan spesifik. dan yg dicontohkan oleh para khulafaur rasyidin juga berbeda-beda sebagaimana yg sudah dijelaskan di blog ini. tapi saya sendiri mengkritisi pemilihan sesuatu, termasuk pemimpin, dgn metode suara terbanyak sebagaimana anda pernah mengkritisi hal tsb pada suatu acara berbau kedaerahan yg diselenggarakan di kampus. akan tetapi yg terpenting adalah bukan tentang masalah-masalah formal suatu negara yg mengusung Islam sebagai ideologinya. melainkan tentang syariat Islam yang ditegakkan di dalamnya. syariat Islam yang benar-benar syariat Islam. syariat yg mengatur manusia dari mulai bangun tidur sampai tidur lagi. bukan hanya sekadar Islamisasi pada berbagai macam produk ekonomi kapitalis yg sangat sering terjadi di ekonomi Indonesia dan dunia belakangan ini yg salah satu contohnya sudah disebutkan dalam blog ini. kalau boleh jujur, itu hanya salah satu bentuk persaingan pasar yg dilakukan oleh lembaga keuangan syariah walaupun di satu sisi juga saya percaya ada niatan untuk "menyelamatkan" umat Islam dari jeratan dosa yg muncul dari riba, ghurur, dsb.
    dan yg myngkin belum ketahui adalah dulu, pada zaman Rasul, khulafaur rasyidin, dan khalifah-khalifah selanjutnya, warga negara khilafah (negara Islam) tersebut tidak 100% muslim dan memang tidak harus 100% muslim. dalam Islam kan juga diajarkan tidak ada paksaan dalam beragama/memilih agama. silakan kalau mau jadi muslim, kristiani, yahudi, hindu, budha, dll. akan tetapi kalo sudah memilih menjadi seorang muslim, jadilah muslim yg baik. janganlah memahami Islam seenak udel kita sendiri seperti org-org JIL, Ahmadiyah, Lia Eden, dkk. ajaran Islam yg sesungguhnya mulia dan sesuai dgn fitrah manusia jadi hancur berantakan dibuatnya.
    dan coba juga telaah sirah nabawiyah yg saya yakini, tidak lebih sering anda baca dan tidak lebih anda ketahui isinya ketimbang UU No. 36 tahun 2008. bahwa yg pertama kali Rasulullah saw lakukan ketika tiba di kota Madinah adalah membai'at dirinya sebagai pemimpin (khalifah) dan membentuk suatu institusi politik a.k.a negara. negara yg menjamin rakyatnya mengerjakan agamanya sebebas-bebasnya, apapun agamanya. karena yg namanya syariah itu tidak hanya terkait dgn urusan muamalah saja, tapi juga aqidah,ibadah, dan semuanya. itulah makna kaffah.
    ada sebuah pernyataan dari Imam Syafi'i tentang khalifah dalam Islam jika khilafah tersebut adalah seorang yang dapat dikatakan zhalim terhadap rakyatnya. maka selama ia menegakkan syariat Islam, kejelekannya (kezhalimannya) adalah untuk dirinya sendiri. dn jika ia melakukan suatu hal yg baik, maka kebaikannya itu adalah untuk ummat.

    BalasHapus
  3. Coba mas fiscus baca tulisan ini mas... tulisan blogger STAN juga... semoga menambah pencerahan terkait entry point tuk belajar konsep negara Islam... seperti yang mas fiscus tanyakan... Adakah Konsep Negara Islam? Trims...

    http://muslimpeduli.wordpress.com/2010/12/03/serial-negara-sejahtera-belajar-dari-ummat-terdahulu/

    http://muslimpeduli.wordpress.com/2011/03/18/serial-negara-sejahtera-2-negara-ideal-jelas-bukan-negara-agama/

    http://muslimpeduli.wordpress.com/2011/03/26/serial-negara-sejahtera-3-teori-politik-maududi/

    http://muslimpeduli.wordpress.com/2011/03/28/serial-negara-sejahtera-4-beberapa-prinsip-teori-politik-islam/

    http://muslimpeduli.wordpress.com/2011/04/29/tujuan-negara-menurut-islam/

    http://muslimpeduli.wordpress.com/2011/05/09/serial-negara-sejahtera-6-arti-sistem-khilafah/

    http://muslimpeduli.wordpress.com/2011/05/13/serial-negara-sejahtera-7-syariat-islam-agenda-masa-lalu/

    oh yah keraguan yang dituliskan oleh ahmad wahib tersebut sekilas mirip dengan kisah nabi ibrohim yang bertanya kepada Alloh terkait proses penciptaan, saya kurang ingat mungkin ada di surat Al Baqoroh. Namun, keduanya jelas sangat berbeda sekali, ketika Ahmad wahib menyikapinya dengan bolehkah aku meragu... sedang Nabi Ibrohim, Aku yakin hanya saja agar keyakinanku bertambah...


    trima kasih atas kesempatan komennya... ^__^

    BalasHapus
  4. Eh gw kaget lho! biasanya gw baca blog lo buat haha hihi apalagi di senin pagi begini.. sialan, blog yang ini mesti mikir.

    Gw ga percaya ada konsep negara Islam, pun yang berbasis agama apapun. Agama itu "value", sementara negara itu menurut gw sifatnya lebih material, ngurusin batas-batas wilayah. So, mau bentuk negara kayak gimanapun, agama apapun juga bisa masuk. Termasuk di dalamnya bagaimana mengatur hubungan antar orang berlainan keyakinan.

    And sorry to say, agama dan negara (baca: politik) seringkali tumpang tindih, jadinya ya kayak konsep negara Islam itu, arabisasi dengan kedok islam, dsb. Sorry kalo contohnya Islam, karena gw belajarnya dulu agama Islam.

    BalasHapus
  5. saya juga bingung nih bro. saya pernah baca ada artikel kalo islam melarang yang melarang adanya nasionalisme. Tapi islam sendiri katanya adalah sebuah negara? ane bingung nih sob.

    BalasHapus
  6. rekomendasi temen ane gan, empunya blog ini, ada kitab imam al mawardi judulnya ahkam ash shulthaniyyah al wilayah al diniyah. semoga bisa membuat info berimbang.. :)

    BalasHapus
  7. negara yang berkonsep islam insya allah akan makmur. coz menindak tegas orang yang berbuat kejahatan. seperti korupsi yang hukumannya harus potong tangannya. zina harus dirajam sampai mati. biar manusia tersebut menyadari kesalahannya.

    BalasHapus