zORB44u1Y5Szogk9hvRg5anbZDydcDDjseaSpgOw

Satanic Finance

Waktu kecil kita sering nonton film kartun tentang super hero yang melawan monster yang ingin menguasai dunia. Namun, apakah monster yang ingin menguasai dunia itu hanya ada dalam film kartun? Buktinya banyak juga bangsa yang menjajah bangsa lain karena ingin menguasai dunia. Malah, konon katanya sekarang ini tidak perlu mengangkat senjata dan membunuh untuk dapat menjajah suatu negeri. Kalau itu memang benar, bukan tidak mungin sekarang ini kita juga sedang dijajah. Misalnya saja, Indonesia adalah sebuah negeri kaya raya bak "serpihan surga". Namun, dengan kekayaannya yang berlimpah itu Indonesia tetap saja menjadi negara pengutang yang tak kunjung menjadi negara maju.

Pernah ada yang bilang bahwa tidak ada yang kebetulan di dunia ini. Mungkin narablog pernah mendengar bahwa katanya ada sekelompok manusia yang berkonspirasi untuk menguasai dunia. Banyak cara yang mereka tempuh untuk menguasai dunia. Salah satunya dengan menjajah melalui sektor ekonomi. Masih ingat krisis yang terjadi tahun 1998 dan 2008? Konon katanya krisis ini merupakan sebuah keberhasilan dari kelompok yang ingin menguasai dunia dengan menjajah sektor ekonomi.

Kenapa melalui penetraasi ekonomi atau rekayasa keuangan? Karena dengan menguncang perekonomian suatu negara kemiskinan dan pengangguran akan sangat cepat merebak. Lihat saja apa yang terjadi tahun 1998. Berapa banyak orang yang kena PHK pada saat itu? Apabila angka pengangguran bertambah otomatis angka kemiskinanpun ikut melonjak.

Ada yang bilang bahwa krisis ekonomi adalah ulah dari spekulator global. Namun, krisis ekonomi disebabkan sistem ekonomi dunia saat ini. Lebih tepatnya sistem moneter yang digunakan. Setiap saat sektor moneter akan terus tumbuh. Memang sektor riil pun akan terus tumbuh tetapi memiliki batasan. Sektor riil akan berhenti tumbuh ketika sudah mencapai titik jenuh. Tidak seperti sektor moneter yang dapat terus tumbuh tanpa ada batasnya. Ketidakseimbangan antara sektor moneter dan sektor riil ini bisa meledak kapanpun yaitu berupa krisis ekonomi. Sebuah krisis yang bahkan bisa lebih menyengsarakan daripada perang.


Ada tiga pilar yang selama ini telah berhasil menciptakan sistem ekonomi yang rentan. Ketiga pilar tersebut adalah fiat money (mata uang kertas), fractional reserve requirement (persyaratan cadangan wajib), dan interest (bunga).

1. Fiat Money

Mekanisme bertransaksi sempat mendapatkan bentuk idealnya ketika mata uang emas berhasil menggantikan sistem barter. Namun, sistem ekonomi modern kemudian memperkenalkan uang kertas yang dianggap sebagai terobosan dalam bertransaksi. Suatu jenis uang yang tidak didukung oleh nilai intrinsik berupa logam mulia secuil pun. Uang kertas bisa dicetak seberapa pun banyaknya oleh penguasa. Satu-satunya limit yang membatasi banyaknya uang yang harus dicetak adalah nilai inflasi. Inflasi terjadi ketika jumlah uang beredar lebih banyak daripada jumlah barang dan jasa yang dihasilkan.

Padahal uang kertas tidak bisa diandalkan sebagai alat penyimpan nilai. Misalnya Indonesia menerbitkan uang kertas pecahan Rp1.000,00 dengan biaya produksi senilai Rp100,00. Ketika pemerintahnya kolaps, misalnya, maka uang tadi menjadi sampah yang tidak ada nilainya. Karena nilai mata uang kertas hanya tergantung kepada penguasa bukan kepada nilai intrinsik yang terkandung di dalamnya.

Fenomena inflasi yang timbul tadi menyebabkan harga barang dan jasa memiliki tren naik dari masa ke masa. Masih ingat berapa ongkos angkot tahun 1997? Lalu bandingkan dengan ongkos angkot sekarang. Berapa kali llipat kenaikannya? Tren yang selalu naik ini tentunya cukup menyiksa bagi orang-orang yang memiliki penghasilan yang sifatnya tetap. Misalnya ketika dalam dalam kurun waktu 2002 sampai 2012 saya mendapatkan penghasilan tetap senilai Rp1.000.000,00 maka riilnya apa yang saya dapatkan sudah terpotong oleh inflasi.

Akibatnya apa? Orang akan cenderung lebih materialistis. Melihat pekerjaan apa yang dapat menghasilkan uang dan mana yang tidak menghasilkan uang. Ketika dulu bangsa kita terkenal gotong-royong bahkan untuk membangun sebuah rumah. Tapi lihat apa yang terjadi sekarang? Inflasi memaksa kita untuk lebih banyak lagi mendapatkan uang atau kalau tidak kita akan tergerus. Maka tidak heran ketika kemuadian muncul sebuah kalimat yang dianggap sebagai kata mutiara, "time is money". Bukan tidak mungkin orator MetroMini yang mengancam saya dengan kata "tusuk" kemarin juga merupakan korban yang terkena dampak sistemik dari sistem moneter kita saat ini. Cukup sedikit ngawur memang tapi itu bukan hal yang mustahil.

2. Fractionaal Reserve Requirement

Dalam operasional sebuah bank, Bank Central di sebuah negara akan menyaratkan agar setiap bank yang berada di bawah otoritasnya menyediakan sebagian kecil uang yang disetor oleh deposan sebagai cadangan. Inilah yang disebut sebagai fractional reserve requirement (FRR). Cadangan ini diperlukan untuk memenuhi kondisi normal permintaan dari deposan yang menarik tabungan atau depositonya. Jumlah ini umunya jauh dibawah 100%. Itulah kenapa dinamakan fractional atau sebagian kecil.

Apabila Bank Central menyaratkan untuk menyediakan FRR sebesar 10%. Maka untuk deposit sebesar Rp10.000.000,00 misalnya, perlu disediakan FRR sebesar Rp1.000.000,00. Dengan aturan ini, bank bisa leluasa meminjamkan 90% lainnya kepada nasabah lain. Secara logis memang tidak ada masalah untuk hal ini. Namun, secara langsung sistem ini menjadikan bank sebagai agen yang turut mempengaruhi penawaran uang (money supply). Dengan kata lain bank telah ikut berperan seperti Bank Central sebagai pencetak uang. Karena angka jumlah uang yang beredar akan lebih besar dibandingkan dengan angka jumlah uang sebenarnya yang dikelola oleh bank. Misalnya simpanan sebesar Rp1.000.000,00 tadi, dari sisi bank uang tersebut bisa digandakan menjadi sampai pada level maksimum yaitu Rp10.000.000,00. Sederhananya, bank menciptakan tambahan deposit baru melalui kredit yang ditawarkannya. Bisa dibayangkan bagaimana satu bank saja mampu mencetak uang sampai sembilan kali lipat.

3. Interest

Interest atau bunga adalah biaya servis yang dikenakan oleh bank kepada nasabahnya yang meminjam uang melalui pinjaman atau kredit. Dari segi nasabah, bunga adalah termasuk sebagai biaya. Maka kemudian bunga ini disebut sebagai price of money or capital yang dianggap wajar sebagai kompensasi dari hilangnya kesempatan bank atau pemilik dana untuk mendapatkan keuntungan lebih dari uangnya tersebut apabila diinvestasikan di tempat lain. Padahal, di atas pada saat memaparkan mengenai FRR sudah diketahui dengan jelas bahwa nilai uang yang dipinjamkan kepada nasabah hanyalah nilai fiktif.

Hampir semua negara menerapkan sistem ini. Padahal dalam kitab-kitab suci agama samawi pun sudah diiperingatkan mengenai hal ini: "Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan setan lantaran (tekanan) penyakit gila." (QS. Al-Baqarah 2:275),  "Jika kamu meminjamkan uang kepada hamba-hambaku di antara kemu yang memerlukan, jangan berlaku layaknya orang yang memberi pinjaman, jangan bebankan bunga." (Taurat. Exodus 22:25), dan "Jangan menarik bunga atau bagian lain dari itu, takutlah kamu kepada Tuhanmu, sehingga orang-orang desa (yang memerlukan pertolonganmu) bisa melanjutkan hidup di sekelilingmu." (Injil. Leviticus 25:36).

Ada tiga konsekuensi yang harus diambil dengan berlakunya bunga dalam sistem ekonomi.
  1. Bunga akan terus menerus menuntut adanya pertumbuhan ekonomi meskipun pada kenyataanya pertumbuhan ekonomi tersebut sudah mencapai titik jenuh.
  2. Bunga mendorong persaingan di antara para pemain dalam suatu suatu sistem ekonomi.
  3. Bunga cenderung hanya menjanjikan kesejahteraan bagi segelintir orang dan menyengsarakan bagi banyak orang.
Ketiga pilar tersebut saling berkaitan sehingga menciptakan suatu sistem ekonomi yang rentan yang sewaktu-waktu bisa meledak dan menyengsarakan banyak orang. Coba saja bayangkan dampak yang akan terjadi apabila fiat money, fractional reserve requirement, dan interest bertemu dalam suatu sistem ekonomi. Mungkin narablog pernah mendengar bahwa setiap bayi yang baru lahir di Indonesia sudah menanggung utang sekitar sekian juta. Itulah contoh kecil dampak yang ditimbulkan oleh sistem keuangan yang konon merupakan bagian dari konspirasi yang disusun sekelompok manusia yang ingin menguasai dunia. Mirip cerita film kartun yang sering kita tonton ketika masih kecil memang. Bedanya ini adalah kisah nyata yang kita alami. Kita tinggal menunggu saja kapan lagi sistem ini akan kembali meledak. Semoga narablog tidak puas dengan apa yang saya paparkan dan mecari referensi yang lebih baik lagi. Allahu a'lam.

Baca Juga
Abah
Generasi Micinial

Artikel Terkait

6 komentar

  1. suseh nih kalo yang nulis mantan anak STAN, berbau ekonomi xp

    *manggut2* :))

    BalasHapus
    Balasan
    1. @Irvina: berbau ekonomi sama berbau cowok cakep. :P

      Hapus
  2. jaman dulu kala, uang kertas itu digunakan sebagai bukti kepemilikan emas. jadi jika punya uang yang bernilai Rp1000,- itu artinya kamu punya simpanan emas senilai Rp 1000,-.
    akan tetapi, fungsi uang sebagai alat bukti kepemilikan berubah & tidak lagi dijamin emas sejak berakhirnya PDII yang dimenangkan sekutu.

    BalasHapus
  3. Yah, gw kira lebih ke "organisasi" yg mau menguasai dunia bang. Ane gagal paham kalo tentang ekonomi. Hehe :))

    BalasHapus
    Balasan
    1. sama aja, organisasi itu juga yang diomongin sistemnya. :D

      Hapus