Hari ini muncul lagi sebuah pertanyaan ketika saya membaca sebuah buku. Saya penasaran dengan nama Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) yang dalam buku itu disangkutpautkan dengan OJK. Bappebti merupakan unit eselon I di Kementerian Perdagangan. Tugasnya yaitu membina, mengatur, dan mengawasi kegiatan perdagangan berjangka komoditi (PBK).
Di beberapa negara, lembaga yang berwenang untuk melakukan pembinaan, pengaturan, dan pengawasan kegiatan perdagangan berjangka adalah lembaga sejenis OJK. Di Inggris misalnya, lembaga yang berwenang adalah Financial Services Authority (FSA). Memang untuk hal ini tidak ada standar baku internasional. Tergantung pada kebijakan negara masing-masing.
Apa itu perdagangan berjangka komoditi?
Berdasarkan UU Perdagangan Berjangka Komoditi, perdagangan berjangka adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan jual beli komoditi dengan penyerahan kemudian berdasarkan kontrak berjangka dan opsi atas kontrak berjangka.
Ahirnya saya berdiskusi dengan teman kantor yang sama-sama masih bau kencur di bidang finansial. Ternyata sistem perdagangan berjangka komoditi ini identik dengan sistem ijon. Hanya saja sistemnya sudah lebih modern. Ijon adalah bentuk kredit uang yang dibayar kembali dengan hasil panen. Biasanya hasil panennya berupa komoditi pertanian. Pada saat terjadi transaksi ijon komoditinya belum ada.
Perdagangannya dilakukan di bursa berjangka yang memperdagangkan kontrak berjangka berbagai komoditinya. Tempat untuk memperdagangkan kontrak berjangka juga disebut pasar berjangka atau pasar derivatif. Jadi akan ada banyak pasar berjangka di bursa. Sesuai dengan komoditi yang diperdagangkan. Di bursa, pembeli dan penjual bertemu dan melakukan transaksi jual beli sejumlah komoditi untuk di kemudian hari, sesuai isi kontrak. Komoditi yang diperdagangkan adalah komoditi pertanian, kehutanan, pertambangan, industri hulu, produk finansial, dan jasa. Spesifikasi terkait jumlah, kualitas, dan waktu penyerahan ditetapkan secara jelas.
Manfaat dari perdagangan berjangka komoditi yaitu sebagai sarana pengelolaan resiko (risk management) melalui kegiatan lindung nilai (hedging). Harga komoditi primer sering berfluktuasi karena ketergantungannya pada faktor-faktor yang sulit dikuasai seperti kelainan musim atau bencana alam. Resiko tersebut dapat diminimalisasi dengan hedging menggunakan kontrak berjangka. Produsen komoditi dapat menjual komoditi yang baru akan mereka panen beberapa bulan kemudian pada harga yang telah tentukan sekarang sehingga ada jaminan harga karena tidak terpengaruh oleh naik turunnya harga jual di pasar tunai. Manfaat ini juga dapat dirasakan oleh eksportir yang harus melakukan pembelian komoditi di masa yang akan datang atau pengolah yang harus membeli komoditi secara berkesinambungan.
Manfaat kedua dan sarana pembentukan harga (price discovery). Di Bursa, pembentukan harga komoditi berlangsung secara transparan sehingga harga tersebut benar-benar mencerminkan kurva permintaan dan penawaran. Karena transaksi hanya dilakukan oleh atau melalui anggota bursa, yang terdiri dari pialang berjangka dan pedangan berjangka, yang mewakili nasabah atau dirinya sendiri. Harga yang terbentuk di bursa umumnya dijadikan harga acuan (reference price) untuk melakukan transaksi di pasar fisik.
Indonesia merupakan salah satu produsen produk komoditi primer terbesar di dunia seperti karet, kelapa sawit, timah, emas, tembaga, dan batubara. Dengan posisi tersebut seharusnya Indonesia bisa mengontrol harga atau menjadi referensi harga di dunia. Sayangnya saat ini yang terjadi justru kita disandera oleh para pelaku usaha di luar negeri. Salah satu penyebabnya mungkin karena bursa berjangka pertama di Indonesia, PT. Bursa Berjangka Jakarta atau Jakarta Futures Exchange (JFX), baru beroperasi mulai tahun 2000. Selain JFX, ada juga bursa berjangka lain yang beroperasi di Indonesia, yaitu PT. Bursa Komoditi dan Derivatif Indonesia atau Indonesia Commodity and Derivative Exchange (ICDX).
Selain hedger atau pihak yang menggunakan kontrak berjangka untuk mengurangi resiko, ada juga investor atau spekulator yang ingin mencari keuntungan dari adanya fluktuasi harga. Berbeda dengan pasar modal, di pasar berjangka secara jelas dinyatakan adanya spekulator. Sepekulator inilah yang menjadi subjek yang mengambil alih resiko kerugian dari produsen dan konsumen karena fluktuasi harga di pasar nyata.
Perdagangan berbasis margin dilakukan dengan dasar roll over yang tidak melibatkan pergerakan dana dalam bentuk apapun. Meski terjadi transaksi jual beli. Rekening nasabah akan didebet atau dikredit tergantung hasil likuidasi nasabah apakah laba atau rugi. Hal seperti ini disebut sebagai leverasi. Leverasi adalah fasilitas yang diberikan kepada nasabah sehingga nasabah hanya menggunakan sejumlah kecil margin untuk bisa mentransaksikan sebuah kontrak yang jauh lebih besar. Artinya transaksi derivative (futures) berdasarkan margin yang nilainya relatif sangat kecil dibanding dengan nilai kontrak. Misallnya pada kontrak valuta asing (forex). Dengan margin $1 kita dapat melakukan transaksi atas kontrak senilai $100.
Pengguna pasar berjangka diwajibkan untuk menyerahkan sejumlah uang yang di sebut margin awal (initial margin) tanda itikad baik untuk membuka account sebagai akses untuk masuk ke pasar. Besarnya berkisar antara 5%-10% dari nilai kontrak. Berbeda-beda tergantung pada komoditi, waktu, dan gejolak harga yang terjadi. Dalam perjalanannya, margin ini memerlukan tambahan (margin call), karena berkurang dari margin awalnya akibat pergerakan harga yang berlawanan perkiraan sebelumnya. Apabila saldo margin mencapai batas tertentu, setiap nasabah yang memiliki posisi terbuka, baik beli maupun jual, harus mengembalikannya ke margin awal.
Pasar berjangka adalah pasar dua arah. Nasabah memiliki kesempatan untuk mengambil keuntungan tidak hanya pada saat harga naik. Tetapi juga pada saat harga turun. Pada saat harga naik, nasabah dapat mengambil posisi beli terlebih dahulu baru kemudian dilikuidasi dengan cara dijual. Begitu pula apabila harga turun, nasabah dapat mengambil posisi jual dahulu baru kemudian dilikuidasi dengan posisi beli.
Kalau tidak salah, menurut prinsip syariah sistem ijon adalah riba. Tapi bursa sudah meluncurkan komoditi syariah. Sayangnya saya belum sempat mepelajari sistem perdagangan berjangka komoditi berdasarkan prinsip syariah. Mungkin lain kali. Apabila terdapat kesalahan dari apa yang saya paparkan silahkan dikoreksi di kolom komentar.
Sumber gambar: www.tempo.co
menarik juga, kalau dipikir bursa komoditi memang seperti ijon seperti yang dipraktekkan petani jaman dulu. bedanya, kalau ijon yang bertransaksi adalah petani langsung dengan tengkulak (pemodal). tapi kalau bursa komoditi, yang saya tau (cmiw), yang bertansaksi adalah pemodal yang punya komoditi dengan pemodal juga yang mencari untung. terus yang punya komoditas (petani) tidak bertransaksi langsung.
BalasHapussepintas, ijon terlihat lebih fair. karena yang bertransaksi langsung yang punya barang dengan yg punya uang. kalau bursa komoditi yang bertransaksi dan kemungkinan yang untung gede hanyalah pemilik modal.
sekali lagi cmiw ya.
mungkin karena petani kurang paham mengenai sistem di bursa komoditi ini makanya cuma orang-orang tertentu aja yang terjun di dalamnya, kan sistemnya lumayan rumit.
Hapusmakasih ya tambahan inponya. :)