zORB44u1Y5Szogk9hvRg5anbZDydcDDjseaSpgOw

Filosofi Devolusi PBB-P2

Fuad Rahmany (Dirjen Pajak)
Sangat menarik bagi saya untuk mengetahui filosofi yang melatarbelakangi suatu kebijakan. Karena tentu saja suatu kebijakan tidak serta-merta diambil tanpa ada dasar yang kuat yang melatarbelakanginya. Begitu pula dengan landasar filosofi di balik kebijakan devolusi PBB-P2 (Pajak Bumi dan Bangunan) sebagaimana yang diamanatkan dalam UU PDRD (Undang-undang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah).

Dalam UU PDRD disebutkan bahwa paling lambat tanggal 1 Januari 2014 PBB-P2 akan dikelola oleh kabupaten/kota. Apabila sebelum tahun 2014 terdapat kabupaten/kota sudah siap untuk mengelola PBB-P2, kabupaten/kota dimaksud dapat mengelola PBB-P2 mulai tahun tersebut. Kesiapan tersebut dibuktikan dengan telah disahkannya Perda di kabupaten/kota. 

Devolusi adalah salah satu dari empat bentuk desentralisasi: dekonsentrasi, delegasi, devolusi, dan privatisasi. Devolusi adalah pembentukan dan pemberdayaan unit-unit pemerintahan di tingkat lokal oleh pemerintah pusat dengan kontrol pusat seminimal mungkin dan terbatas pada bidang-bidang tertentu saja. Ini sangat sesuai dengan semangat desentralisasi atas PBB-P2 sebagaimana telah saya singgung sebelumnya.

Devolusi PBB-P2 sejatinya berpangkal kepada kebijakan desentraisasi fiskal. Pada masa orde baru sangat terasa kesenjangan pembangunan antardaerah. Oleh karena itu, pada masa reformasi daerah diberikan kewenangan lebih yang disebut sebagai otonomi daerah. Pemberian kewenangan kepada daerah dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan publik yang semakin besar berdampak kepada semakin besarnya anggaran yang dibutuhkan oleh pemerintah daerah. Oleh karena itu, pemerintah pusat mengimbanginya dengan desentralisasi fiskal. Desentralisasi Fiskal dilaksanakan dengan prinsip money follows functions. Karena perimbangan kewenangan harus diikuti dengan perimbangan keuangan. Hal tersebut mengakibatkan semakin besar pula kewenangan daerah dalam perpajakan dan retribusi.

Selain itu, desentralisasi fiskal juga dilatarbelakangi oleh ketergantungan daerah pada dana intergovermental transfer dalam membiayai desentralisasi kewenangan. Hal ini terjadi karena local taxing power masih belum optimal. Oleh karena itu, local taxing power harus diperkuat demi perbaikan implementasi desentralisasi fiskal. Penguatan local taxing power dapat dilakukan melalui beberapa aspek, di antaranya: 
  1. perluasan objek pajak daerah dan retribusi daerah;
  2. penambahan jenis pajak daerah dan retribusi daerah;
  3. pengalihan pajak pusat;
  4. pemberian diskresi penetapan tarif pajak kepada daerah; dan
  5. penyerahan fungsi pajak sebagai instrumen penganggaran dan pengaturan kepada daerah.

Maka PBB-P2 tepat untuk dialihkan menjadi pajak daerah karena bumi dan bangunan bersifat immobile. Tidak semua objek pajak bumi dan/atau bangunan sebagaimana yang diatur dalam UU PBB (Undang-undang Pajak Bumi dan Bangunan) kewenangannya diserahkan kepara pemerintah daerah.  Definisi tanah dan/atau bangunan yang menjadi objek PBB-P2 dalam UU PDRD berbeda definisi dalam UU PBB. Dalam UU PDRD objeknya bumi dan/atau bangunan, kecuali kawasan yang digunakan untuk kegiatan usaha perkebunan, perhutanan, dan pertambangan.

Devolusi PBB-P2 menjadi pajak daerah merupakan bagian dari upaya memperkuat local taxing power. Karena seluruh penerimaan dari PBB-P2 akan masuk ke pemerintah kabupaten/kota. Saat dikelola oleh pemerintah pusat, dalam hal ini DJP (Direktorat Jenderal Pajak), pemerintah kabupaten/kota hanya mendapatkan porsi sebesar 64,8%. Devolusi PBB-P2 meliputi proses pendataan, penilaian, penetapan, pengadministrasian, pemungutan/penagihan, dan pelayanan.

___________________
Sumber gambar: DJP.
Baca Juga
Abah
Generasi Micinial

Artikel Terkait

4 komentar

  1. tiba-tiba berubah jdgede nih kalo baca yg ini. hehehe

    BalasHapus
  2. Wah, sekarang kamu udah jadi nggak absurd lagi, horeee

    BalasHapus
    Balasan
    1. ._______.
      tapi tetep labil dong. kadang nulis serius, kadang engga. :P

      Hapus