zORB44u1Y5Szogk9hvRg5anbZDydcDDjseaSpgOw

Now Everyone Can Fly


Mudik Idul Adha tahun ini merupakan pengalaman perjalanan mudik paling buruk yang pernah saya alami. Bagaimana tidak, perjalanan pulang-pergi harus saya tempuh dengan akumulasi waktu lebih dari 30 jam. Normalnya, saya hanya membutuhkan waktu sekitar 16 jam pulang-pergi Jakarta-Ciamis. Kemarin saja, saya berangkat dari rumah (Ciamis) pukul 8.30 pagi dan baru sampai di kosa (Jakarta) pukul 1.00 esok dini harinya.

Sebuah alasan klasik, kemacetan. Ketika SD saya diajarkan bahwa jalan tol merupakan jalan bebas hambatan, bebas macet. Namun, sekarang hal itu sudah tidak berlaku lagi. Mau tidak mau kita harus menerimanya sebagai sebuah konsekuensi. Konsekuansi atas pesatnya pertumbuhan jumlah kendaraan yang tidak diimbangi dengan pembangunan infrasutruktur jalan. Apalagi daerah perkotaan. Ibarat semut yang mengerumuni gula. Kemacetan tidak dapat terhindarkan lagi. Sebuah kondisi yang sangat membosankan dan membuang-buang waktu. Pun ikut menjadi faktor penyebab stres.

Merasakan sendiri kondisi yang sangat tidak mengenakkan tersebut, membuat saya teringat kepada seorang tokoh yang cukup besar pengaruhnya bagi industri transportasi. Khususnya industri penerbangan. Lebih khususnya lagi industri penerbangan di kawasan Asia Tenggara. Sosok yang memberikan alternatif ketika jalur darat tidak bisa lagi dijadikan sebagai tumpuan utama. Dari judul yang saya pilih, judul yang meminjam tag line salah satu maskapai penerbangan, sepertinya sudah bisa ditebak siapa tokoh yang saya maksud. Betul, dialah Tony Fernandes. Seorang enterpreneur yang memperkenalkan penerbangan bertarif murah.


Sosok yang cukup berpengaruh dalam open skies agreements ini pernah dianggap gila ketika menjaminkan rumahnya untuk membeli Air Asia. Sebuah perusahaan penerbangan yang saat itu hanya memiliki dua buah pesawat Boeing yang sudah berumur dan nyaris gulung tikar karena lilitan utang. Apalagi Tony membeli Air Asia beberapa saat pasca tragedi nine eleven. Namun, Tony sudah berhasil membantah semua keraguan yang ditujukan kepadanya. Saat ini, kita dipaksa untuk mengakui bahwa Air Asia merupakan salah satu maskapai penerbangan raksasa di kawasan Asia Tenggara.

Satu dasawarsa yang lalu berapa banyak orang yang pernah naik pesawat? Lalu bandingkan dengan saat ini. Air Asia juga merupakan pelopor yang menghidupkan rute penerbangan ke Bandung. Yang akhirnya membuat Tony hijrah ke Jakarta dan mendirikan kantor regional Air Asia untuk kawasan Asia Tenggara. Tentu saja tidak sembarangan Tony memutuskan untuk memilih Jakarta. Banyaknya destinasi wisata yang dapat dikunjungi dan geografis Indonesia yang berbentuk kepualuan dinilainya sebagai sebuah potensi yang sangat besar. Menjadi surat tantangan tersendiri bagi maskapai-maskapai lokal. Juga merupakan sebuah cambukkan bagi Garuda Indonesia, sebagai pemain terbesar Indonesia, agar segera mengepakkan sayapnya lebih lebar lagi.


Siapa tahu, beberapa puluh tahun ke depan saya bisa mudik ke Ciamis dengan menggunakan pesawat. Karena bahkan Ciamis sudah mempunyai seorang Susi Pudjiastuti. Juragan Susi Air yang mempunyai pesawat-pesawat beserta bandaranya sendiri. Saya melihat kesamaan antara Tony Fernandes dan Susi Pudjiastuti. Keduanya bisa sukses dengan maskapai masing-masing dengan berawal dari sebuah mimpi masa kanak-kanak. Mimpi untuk mempunyai pesawat sendiri. Mimpi yang sudah mereka wujudkan.

Hambatannya saat ini adalah sulitnya mengembangkan bandara yang tentu saja sangat-sangat berpengaruh terhadap industri penerbangan. Karena sampai detik ini pengembangan bandara masih dimonopoli oleh pemerintah. Tidak seperti pembangunan infrastruktur transportasi darat maupun laut yang sudah melibatkan pihak swasta. Karena tentu saja dengan segala keterbatasaannya, pemerintah saja tidak akan cukup mampu untuk membangun bandara sendiri demi mengimbangi industri penerbangan yang kian bergerak pesat ini.

___________________
Sumber gambar: merdeka.com | brit-asian | Tempo
Baca Juga
Abah
Generasi Micinial

Artikel Terkait

5 komentar

  1. bagus bos

    pengembangan bandara emang cukup sulit. di daerah saya, Kulon Progo mau dijadikan bandara internasional yg rencananya akan menggantikan bandara Adisucipto di Sleman, itu pasti terkendala dgn pembebasan lahan.

    btw ada Susi Air??

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ada, pemiliknya seorang enterpreneur perempuan dari Ciamis. :D

      Hapus
  2. wih gila ya, amaze banget. bermula dari mimpi dan sedikit kegilaan untuk mendobrak commonsense sekarang dua2nya udah sukses. coba Indonesia punya lebih banyak pemimpi yang 'gila' ya. hahaha.

    BalasHapus
  3. nice
    visit: http://paicube.blogspot.com/

    BalasHapus