zORB44u1Y5Szogk9hvRg5anbZDydcDDjseaSpgOw

Renegosiasi Kontrak Pertambangan


Indonesia dikenal sebagai negeri yang sangat kaya akan sumber daya alam. Termasuk di antaranya adalah sumber daya alam mineral dan batubara (minerba). Minerba merupakan sumber daya alam tak terbarukan yang mempunyai peranan penting dalam memenuhi hajat hidup orang banyak. Oleh karena itu, pengelolaannya harus dikuasai oleh negara dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. Hal tersebut diamanatkan dalam konstitusi kita.

Dalam melaksanakan amanat konstitusi tersebut negara memerlukan sumber pembiayaan anggaran yang tidak sedikit. Sumber pembiayaan tersebut diutamakan berasal dari penerimaan dalam negeri. Karena itulah diperlukan upaya intensifikasi sumber-sumber penerimaan dalam negeri. Salah satu sumber penerimaan negara tersebuat adalah penerimaan dari sektor pertambangan minerba itu sendiri.

Industri pertambangan, termasuk pertambangan minerba, memiliki karakteristik yang cukup unik jika dibandingkan dengan industri lainnya. Industri pertambangan bersifat padat modal dan padat teknologi tetapi tidak menentu (gambling). Usaha pertambangan yang sifat hakikinya adalah membuka lahan, mengubah bentang alam, dan pada umumnya terletak di kawasan terpencil menuntut adanya sinergi dari seluruh pemangku kepentingan, yaitu pemerintah (baik pusat maupun daerah), pengusaha, dan masyarakat. Hal tersebut diperlukan agar industri pertambangan dapat berjalan dengan baik dan benar sehingga keberadaan serta kebermanfaatan sumber daya minerba tersebut dapat memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat.

Usaha pertambangan dilihat dari karateristiknya merupakan salah satu usaha yang mampu menjadi penggerak pembangunan di daerah terpencil serta memberikan efek ganda yang besar. Maka dari itu, seharusnya kegiatan pertambangan didukung oleh seluruh lini sektor agar kemampuan tersebut dapat dioptimalisasi. Sayangnya, koordinasi antar sektor bisa dibilang masih lemah. Pembangunan sering kali dilakukan secara parsial bahkan terjadi semacam konflik kepentingan atau konflik pengaturan antar sektor yang ada.

Bentuk perikatan antara pemerintah dengan badan usaha yang melakukan usaha di bidang pertambangan umum terdiri dari Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B), Kontrak Karya (KK), dan Kuasa Pertambangan (KP). Sementara jenis komoditinya meliputi batubara, mineral logam(contoh: emas, perak, tembaga, dan nikel), mineral bukan logam (contoh: intan dan zircon), dan batuan (contoh: granit, belerang, dan yodium).

Sebagai salah satu sumber penerimaan negara, sektor pertambangan umum memiliki potensi penerimaan yang cukup besar, baik penerimaan perpajakan maupun Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). Pada dasarnya PNBP mempunyai dua fungsi, yaitu fungsi budgetair dan fungsi reguler. Dalam fungsi budgetair, PNBP merupakan sumber pembiayaan pembangunan. Sementara dalam fungsi reguler PNBP merupakan sarana untuk mengatur kebijakan pemerintah dalam rangka menggerakkan roda pembangunan.

PNBP dari sektor pertambangan umum terdiri atas landrent (iuran tetap), iuran eksploitasi/produksi (royalti), dan Penjualan Hasil Tambang (PHT). Iuran tetap adalah iuran atas wilayah izin usaha pertambangan yang dikenakan sejak diterbitkannya Izin Usaha Pertambangan (IUP). Besar iuran tetap dihitung dari tarif dikalikan dengan luas area pertambangan. Sementera itu, royalti adalah pungutan yang dibebankan atas produk pertambangan kepada pemilik IUP Eksplorasi atau IUP Produksi pada saat minerba yang digali terjual. Besarnya royalti yang harus disetor ke kas negara dihitung berdasarkan tarif yang dikalikan dengan volume penjualan dan harga jualnya. Terakhir, PHT adalah pungutan yang dikenakan terhadap pemegang PKP2B. PHT dihitung berdasarkan formula Dana Hasil Produksi Batubara (DHPB) dari PKP2B (13,5%) dikurangi tarif royalti.

Bagian negara dari PKP2B tersebut terdiri dari PHT batubara dengan tarif antara 6,5%-8,5% dan royalti dengan tarif antara 5%-7% tergantung besar kalori batubara sehingga jumlah PHT dan royalti menjadi 13,5%. Berikut contoh perhitungan royalti untuk batubara (open pit):
  1. Untuk batubara kalori ≤ 5.100 besar royalti adalah 3% dari harga jual dan besar PHT yang harus dibayar adalah 10,5%;
  2. Untuk batubara kalori > 5.100 – 6.100 besar royalti adalah 5% dari harga jual dan besar PHT yang harus dibayar adalah 8,5%; dan
  3. Untuk batubara kalori > 6.100 besar royalti adalah 7% dari harga jual dan besar PHT yang harus dibayar adalah 6,5%.

Perhitungan tersebut berlaku pula untuk royalti atas usaha pertambangan dalam rangka KP dan KK. Untuk perhitungan royalti batubara (under ground), perbedaannya terletak pada besar royalti yang dipungut untuk setiap jenis batubara menurut kualitas kalorinya, yaitu 2%, 4%, dan 6% berturut-turut untuk besar kalori yang sama dengan batubara (open pit).

PNBP dari sektor pertambangan umum, khususnya yang terkait royalti, merupakan salah satu isu dalam renegosiasi KK dan PKP2B. Royalti untuk KK dan PKP2B telah diatur dalam PP Nomor 45 tahun 2003 tentang Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak (PP 45/2003) yang berlaku di Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). Di lain pihak, persahaan pemegang KK dan PKP2B menghendaki agar kewajiban pembayaran royalti tetap mengacu pada ketentuan kontrak yang ada. Oleh karena itu, pemerintah terus melakukan renegosiasi kontrak yang di dalamnya termasuk isu PNBP, dalam hal ini royalti, di mana pemerintah akan menetapkan sepenuhnya ketentuan PP 45/2003 terhadap setiap badan usaha yang memiliki KK dan PKP2B.

Renegosiasi kontrak terkait isu PNBP tersebut sesuai dengan  Pasal 3 ayat (1) dan (2) UU PNBP yang mengamanatkan bahwa tarif atas jenis PNBP ditetapkan dalam UU atau PP dengan memerhatikan dampak pengenaan terhadap masyarakat, biaya penyelenggaraan kegiatan pemerintah, dan aspek keadilan dalam pengenaan beban kepada masyarakat. Dan, tarif atas Jenis PNBP ditetapkan dalam UU atau PP yang menetapkan jenis PNBP yang bersangkutan. Renegosiasi juga diamanatkan dalam UU Pertambangan Mineral dan Batubara.

Selain isu terkait royalti, isu strategis lain yang turut menjadi perhatian dalam renegosiasi adalah luas wilayah kerja, perpanjangan kontrak, kewajiban pengolahan dan pemurnian, kewajiban divestasi, dan kewajiban penggunaan barang/jasa pertambangan dalam negeri.

Dalam hal penerimaan perpajakan, pertambangan umum juga turut menjadi sumber penerimaan yang terdiri dari penerimaan pajak, bea, dan cukai pada hampir semua jenis penerimaan perpajakan. Berikut lebih rincinya:
  1. PPh Badan atas penghasilan yang diterima atau diperoleh perusahaan;
  2. PPh Orang Pribadi (PPh Pasal 21/26);
  3. Kewajiban pemotongan pajak PPh Pasal 23 dan/atau Pasal 26 atas pembayaran deviden, bunga termasuk imbalan karena jaminan pengembalian utang, sewa, royalti, dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta, imbalan atas jasa teknik dan jasa menajemen serta jasa lainnya;
  4. Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM) atas impor dan penyerahan barang kena pajak dan atau jasa kena pajak;
  5. Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD);
  6. Bea Materai;
  7. Bea Masuk atas barang impor;
  8. Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) untuk Wilayah Kontrak Karya (WKK) atau Wilayah Pertambangan (WP) dan penggunaan bumi dan bangunan dimana perusahaan membangun fasilitas untuk operasi pertambangannya; dan
  9. jenis penerimaan perpajakan lainnya baik yang dikelola oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah yang telah disetujui oleh pemerintah pusat.

Penerimaan negara dari sektor industri pertambangan minerba tidak bisa dipandang sebelah mata. Sektor industri pertambangan minerba telah menjadi salah satu penyumbang PNBP yang cukup besar. Meski memang angkanya belum bisa melampaui angka penerimaan dari sektor industri pertambangan migas. Akan tetapi, langkah renegosiasi kontrak tetap diperlukan dalam rangka intensifikasi PNBP. Selain itu, langkah optimalisasi ini juga akan berdampak terhadap penerimaan perpajakan karena sektor industri pertambangan umum juga memiliki potensi penerimaan perpajakan yang tidak sedikit. Antara PNBP dan penerimaan perpajakan pada sektor industri pertambangan minerba ibarat dua sisi koin yang tidak dapat dipisahkan.

Sekian catatan seorang mantan mahasiswa yang semasa kuliahnya sangat jarang mencatat. Betulkan jika saya salah.
Baca Juga
Abah
Generasi Micinial

Artikel Terkait

Posting Komentar