Hampir tiga tahun saya berkecimpung aktif di dunia blogging. Sebagai orang yang banyak bicara, melalui tulisan, tentu saja banyak pula orang yang tidak suka dengan saya. Hujatan dan hinaan sudah sering saya terima. Manusiawi saya rasa. Kita tidak mungkin menyeragamkan semua kepala manusia. Kita tidak bisa memaksa orang lain untuk setuju dengan apa yang kita utarakan. Meski mulut berkata "iya", belum tentu hatinya. Apalagi gaya bahasa saya seringkali cukup membuat orang yang merasa tersentil geram, kadang memang saya sengaja.
Blog sering diidentikan sebagai sarana untuk berbagi, berbagi informasi, berbagi ilmu, berbagi cerita, berbagi kegalauan, dan berbagi-berbagi lainnya. Terkait dengan itu, ada yang cukup prinsip bagi saya. Sejak awal saya memutuskan untuk menjadi blogger amatir. Dalam arti sempit, sebagai blogger yang tidak beriklan. Tidak menjadikan blog sebagai lahan bekerja atau berprofesi (profesional). Karena itu pula beberapa kali saya menolak tawaran untuk bekerja sama. Sebuah keputusan yang berat, ketika penghasilan juga masih pas-pasan.
Meski begitu, saya sangat menghargai teman-teman blogger yang memasang iklan di blognya. Itu pilihan. Kecuali... Ada kecualinya juga. Kecuali orang yang dengan gampangnya menyalin tulisan dari blog orang lain dan memasang tulisan itu di blognya untuk dikomersialisasi. Masihkah layak untuk disebut berbagi? Berbagi hanya menjadi dalih. Kalau memang niatnya berbagi, seharusnya kita tidak mengharapkan imbal balik. Kalau memang niatnya untuk mengomersialisasi dengan copycat dari blog orang lain, kenapa justru berlindung di balik kata "berbagi"? Kenapa tidak mengaku saja? Kenapa malah mencak-mencak di blog yang di-copycat-nya?
Internet memudahkan kita untuk bisa berbagi tulisan. Kita bebas untuk berbagi tautan di internet, kalau mau. Mungkin persepsi kita sedikit berbeda. Namun, argumen saya pun beralasan. Apapun niat kita ngeblog, yang penting tidak mengganggu hak orang lain. Itu saja.
Blog sering diidentikan sebagai sarana untuk berbagi, berbagi informasi, berbagi ilmu, berbagi cerita, berbagi kegalauan, dan berbagi-berbagi lainnya. Terkait dengan itu, ada yang cukup prinsip bagi saya. Sejak awal saya memutuskan untuk menjadi blogger amatir. Dalam arti sempit, sebagai blogger yang tidak beriklan. Tidak menjadikan blog sebagai lahan bekerja atau berprofesi (profesional). Karena itu pula beberapa kali saya menolak tawaran untuk bekerja sama. Sebuah keputusan yang berat, ketika penghasilan juga masih pas-pasan.
Meski begitu, saya sangat menghargai teman-teman blogger yang memasang iklan di blognya. Itu pilihan. Kecuali... Ada kecualinya juga. Kecuali orang yang dengan gampangnya menyalin tulisan dari blog orang lain dan memasang tulisan itu di blognya untuk dikomersialisasi. Masihkah layak untuk disebut berbagi? Berbagi hanya menjadi dalih. Kalau memang niatnya berbagi, seharusnya kita tidak mengharapkan imbal balik. Kalau memang niatnya untuk mengomersialisasi dengan copycat dari blog orang lain, kenapa justru berlindung di balik kata "berbagi"? Kenapa tidak mengaku saja? Kenapa malah mencak-mencak di blog yang di-copycat-nya?
Internet memudahkan kita untuk bisa berbagi tulisan. Kita bebas untuk berbagi tautan di internet, kalau mau. Mungkin persepsi kita sedikit berbeda. Namun, argumen saya pun beralasan. Apapun niat kita ngeblog, yang penting tidak mengganggu hak orang lain. Itu saja.
Ini hanya sebuah pendapat, curhatan sih tepatnya, yang tentu saja akan kembali menuai pro dan kontra. Tapi bukan itu tujuan saya. Ada potongan lirik dari salah satu lagu favorit saya, lagunya Pandji Pragiwaksono feat. Davina Raja, "Untuk Sahabatku".
Kutahu kujauh dari sempurna
Mulutku sembarangan dan perangaiku tak beraturanTerimakasih kita masih berjalan bersamaTembus badai opini dan tsunami hujatanTerimakasih atas keyakinanAgak meragukan tapi argumenku beralasanMencoba memahami sebelum membenciMemperkuat tali persahabatanMerangkaikan harapanKalo kita tak sempat bersuaMungkin kapan-kapan kita bisa duduk bersama di udara terbukaBerbincang bagaimana kita kan bangkitkan IndonesiaMembayangkan anak-anak kita hidup di era yang adil, makmur, dan merdesaWalau kini hanya bayangan kenyataan dijembatani dengan kita bergandeng tangan
Salam blogger!
____________________
Sumber gambar: Flickr