zORB44u1Y5Szogk9hvRg5anbZDydcDDjseaSpgOw

Sebuah Senja di Sunda Kelapa


Sebelum menuju Pelabuhan Sunda Kelapa saya singgah dulu di sebuah bangunan bekas gudang rempah-rempah VOC. Bangunan tersebut saat ini beralih fungsi menjadi Museum Bahari. Terletak di tepi teluk Jakarta yang sangat cantik, konon bangunan ini pernah menjadi salah satu pusat perniagaan yang sangat penting.

Tepat di seberang jalan, terdapat Galangan Kapal VOC yang didirikan pada tahun 1628. Selain pernah berfungsi sebagai tempat pembuatan kapal kecil, bangunan ini juga pernah menjadi tempat perbaikan atau dok bagi kapal besar pengangkut rempah-rempah.


Di antara Galangan Kapal VOC dan Museum Bahari terdapat Menara Syahbandar. Menara Syahbandar ini dulunya berfungsi sebagai navigasi kapal-kapal di Pelabuhan Sunda Kelapa. Menara Syahbandar masih sangat terawat. Kita bisa naik ke puncaknya dan melihat pemandangan di sekitarnya. Namun, tangganya yang terbuat dari kayu membuat lutut saya gemetar saat menaikinya, apalagi saat menuruni anak-anak tangganya.


Gambar pertama adalah Galangan Kapal VOC sedangkan gambar di atas adalah gambar bekas gudang rempah-rempahnya.



Di pintu air di dekat situ sedang ada pekerjaan proyek. Awalnya, saya kira proyek tersebut adalah untuk memperbaiki pintu air. Tapi, menurut pedagang es di Pasar Ikan, proyek tersebut adalah untuk membangun sebuah SPBU. Dia juga kaget, karena awalnya sama seperti saya, mengira proyek tersebut untuk memperbaiki pintu air. Tapi seorang petugas di pelabuhan bercerita bahwa akan dibangun SPBU di situ. Jika benar adanya, lalu ke mana airnya akan mengalir?

Memang di sekitar situ tidak ada SPBU. Dulu, di dekat pintu tol sempat ada SPBU. Tapi karena lokasinya dekat dengan lampu merah, SPBU tersebut menimbulkan kemacetan yang sangat parah sehingga izinnya dicabut. Memang awalnya pengelola SPBU diberi pilihan untuk hanya menjual premium, tetapi menolak. Mungkin karena alasan keuntungan yang tidak maksimal.




Saya pernah bermimpi mempunyai sebuah kamar yang terletak di loteng rumah. Seperti rumah-rumah di Eropa. Kira-kira letaknya di loteng seperti ini.





Di pelabuhan Sunda Kelapa saya mendapat tumpangan dari seorang mantan ABK yang sekarang bekerja dengan mengayuh sampan kecil untuk menyeberangkan orang-orang dari pelabuhan ke Kampung Marina. Di tengah perjalanan sampan kami hampir ditabrak sebuah kapal motor yang tentunya berukuran lebih besar. Kami pun meneriaki sang nahkoda. Untungnya, sekitar lima meter sebelum tubrukan, kapal itu sempat berbelok. Kalau tidak bisa-bisa sampan ini hancur berantakan. Dan, saya pulang tinggal nama karena tidak bisa berenang. Fiuh!





Kapal-kapal dari Pelabuhan Sunda Kelapa membawa logistik ke Kalimantan dan Sumatera. Perjalanan mereka sekitar tiga sampai empat hari. Tergantung tujuannya dan tentu saja tergantung cuaca. Saya sendiri sering lupa kalau Jakarta mempunyai pantai, Jakarta mempunyai pelabuhan. Padahal dari sinilah cikal bakal Jakarta bermula.
Baca Juga
Abah
Generasi Micinial

Artikel Terkait

Posting Komentar