zORB44u1Y5Szogk9hvRg5anbZDydcDDjseaSpgOw

Ilmu Rumah Tangga


Rumah tangga itu rumit. Sebuah rumah akan semakin rumit sejalan dengan semakin tingginya tangga yang ada di rumah tersebut. Rumah tiga lantai dengan dua tangga akan lebih rumit daripada rumah dua lantai dengan satu tangga, apalagi jika dibandingkan dengan rumah satu lantai yang tanpa ada tangga. Kerumitan itulah yang mendorong manusia menciptakan ilmu ekonomi.

Ekonomi berasal dari bahasa Yunani, yaitu οἶκος (oikos) yang berarti keluarga atau rumah tangga dan νόμος (nomos) yang berarti peraturan, aturan, atau hukum. Sederhananya, ekonomi bisa diartikan sebagai aturan rumah tangga. Sebuah aturan dibuat untuk dilanggar. Salah! Sebuah aturan dibuat agar sesuatu yang rumit dapat ditata dengan rapi. Begitu pula dengan motivasi manusia menciptakan ilmu ekonomi. Hingga kemudian ilmu ekonomi dikembangkan secara luas menjadi salah satu ilmu sosial yang mempelajari aktivitas manusia yang berhubungan dengan produksi, distribusi, dan konsumsi terhadap barang dan/atau jasa.

Sebenarnya topik ini tidak sengaja muncul ketika saya dan sahabat saya tengah berdiskusi mengenai rencana kami untuk melanjutkan pendidikan. Jika statusnya sudah berubah, jika sudah menikah, sahabat saya lebih memilih untuk melanjutkan pendidikan di dalam negeri dan menanggalkan obsesinya untuk bersekolah di luar negeri. Menurutnya ini bukan soal jender, karena walau bagaimanapun seorang perempuan mempunyai tugas penting menyangkut anak.

Sebagai seorang laki-laki, saya sempat heran ketika beberapa orang teman saya yang sudah menikah harus menanggalkan impian melanjutkan kuliah di luar negeri demi mengurus anak-anaknya. Padahal saya yakin, dengan kemampuan yang mereka miliki, mereka akan mampu meraih obsesinya. Karena kesempatan pun bertebaran di depan mereka. Bahkan beberapa di antaranya memutuskan untuk berhenti bekerja agar bisa mengurus anak. Tidak ada paksaan yang mengharuskan mereka berhenti bekerja. Semuanya dilakukan dengan tulus.

Mendengar cerita sahabat saya tadi, saya mulai sedikit paham kenapa banyak perempuan yang memilih untuk lebih fokus mengurus keluarganya. Katanya, ketika perempuan memutuskan untuk menikah, artinya dia sudah siap untuk menanggalkan obsesinya demi melaksanakan tanggung jawab sebagai seorang ibu dan isteri. Ketika bekerja dia akan menoleransi stagnasi-stagnasi karir yang bukan orientasi utamanya.

Banyak perempuan yang memutuskan untuk berhenti bekerja karena mereka sudah siap dan sudah puas dengan dengan prestasi kerja mereka sebelumnya. Mereka memutuskan untuk berhenti bekerja dan merubah orientasi untuk bagaimana membuat prestasi agar anaknya bisa berkembang dengan optimal. Di sisi lain, beberapa penelitian telah memperlihatkan dampak negatif yang terjadi jika seorang perempuan memutuskan untuk menikah padahal belum siap menjadi seorang ibu.

Baik perempuan yang di usia mudanya sudah memutuskan untuk menikah karena sudah siap menjadi seorang ibu maupun yang merasa belum siap, pasti mereka mempunyai alasan masing-masing. Setiap orang pasti memiliki alasan yang berbeda yang mendasari keputusan yang diambilnya. Kita tidak akan pernah benar-benar paham jika kita tidak pernah mencoba berada di posisi mereka.

Pada masa-masa cinta monyet, rumah tangga hanya sesederhana dongeng Pangeran Kodok dan Putri Cantik yang menikah dan hidup bahagia selamanya. Padahal kenyataannya rumah tangga tidaklah sesederhana itu. Buktinya, kita harus belajar ilmu ekonomi, ilmu yang mempelajari aturan-aturan rumah tangga.
Baca Juga
Abah
Generasi Micinial

Artikel Terkait

Posting Komentar