zORB44u1Y5Szogk9hvRg5anbZDydcDDjseaSpgOw

Lima Puluh Hari


“Mba, aku berangkat!!”

“Mau ke mana?”

“Ke Ancol”

“Ngapain?”

“Siapa tahu ketemu yang lain di sana, biar ga galau lagi.”

“Amiin..” kakakmu mengamini.


Di sudut lain ibu kota, perhatianku tertuju pada salah satu poster Kerja Bakti.

“Ah, siapa tahu bisa ketemu.” gumamku.

Mungkin ucapmua hanya canda. Mungkin gumamku hanya iseng. Tapi siapa sangka pertemuan di Kerja Bakti hari itu menjadi awal dari pertemuan-pertemuan berikutnya. Benar kata orang, ucapan adalah doa.

Sore itu kamu mengundangku ke acara pengajian keluarga. Mengajakku untuk tak hanya bertemu dengan orang tuamu, tapi seluruh keluarga besarmu. Padahal dengan orang tuamu saja aku belum pernah bertemu. Hampir sejam keringat dingin menetes dari kepalaku hingga aku memberanikan diri untuk memenuhi undanganmu. Kikuk, hanya itu yang bisa aku tunjukkan. Aku pun dihujani pertanyaan-pertanyaan yang seolah ingin menegaskan bahwa kita adalah pasangangan yang unik dan memiliki banyak sekali perbedaan.

Banyaknya perbedaan di antara kita tidak cukup untuk menciutkan tekadku yang sudah kadung membulat. Tidak terasa, waktu terus bergulir hingga pada titik saat aku dan kamu harus dipisahkan jarak dan waktu yang sangat lama, lima puluha hari. Kata orang, kita sedang dipingit.

“Seharus bisa senang, liburan yang panjang, bisa bangun siang, tak penat memikirkan pekerjaan, tak suntuk di tengah hiruk pikuk Jakarta. Kalau tak ada kamu, ini liburan yang kuharapkan, bisa lama di rumah disambung dengan melancong jalan-jalan di banyak tempat. Kira-kira berapa tempat ya kalau aku bisa libur sebanyak lima puluh hari? Tapi sekarang hatiku milik kamu, sesak ninggalin Jakarta yang sesak, gundah menghitung lima puluh hari, galau merasakan jauh darimu, gulana atas kesanggupan diri menanti dirimu.” itu yang kamu uangkapkan di awal masa pingintan.

Bagiku pingitan bukan sekadar tradisi yang harus kita lalui. Bagiku pingitan adalah evaluasi terakhir yang harus kita lalui sebelum kita berjalan ke depan. Pagi ke malam selalu terlintas dibenakku “Sudah siapkah kita untuk berjalan ke depan?” 

Ada yang hilang ketika jarak menjadi sekat. Ada yang kurang ketika rindu datang menikam. Aku ingin kamu bahagia sekarang dan nanti karena sekarang dan nanti ada aku di hidupmu. Di dekatmu aku tenang. Tanpamu aku berlinang. Aku hidupmu kamu hidupku, selamanya.
Baca Juga
Abah
Generasi Micinial

Artikel Terkait

1 komentar

  1. Katanya, pingitan memang bentuk evaluasi diri terakhir sebelum ke jenjang yang lebih jauh. Dimana, seseorang harus membuktikan bahwa apakah dia masih tetap akan patuh pada orang tua dan norma jika kelak sudah berumah tangga. Katanya begitu.

    BalasHapus