zORB44u1Y5Szogk9hvRg5anbZDydcDDjseaSpgOw

Hari Kesaktian Orde Baru


Hari ini di kantor-kantor pemerintah dilaksanakan upacara peringatan Hari Kesaktian Pancasila. Pagi tadi tampak sebagian besar PNS mengenakan pakaian kebanggaannya, batik KORPRI. Saya sebut sebagian besar karena memang tidak semua PNS menjadi anggota KORPRI. PNS Kementerian Keuangan adalah salah satunya. Saya pernah mencoba menelusuri alasan PNS Kementerian Keuangan keluar dari keanggotaan KORPRI. Tapi sampai saat ini, saya belum menemukan jawaban yang memuaskan.

Tujuh belas tahun pasca reformasi, mulai banyak fakta mengenai peristiwa Gestapu, Gestok, dan peristiwa pembantaian yang mengikutinya yang terkuak. Melalui buku-buku dan pelbagai ulasan di media cetak maupun elektronik, sedikit banyak mata kita memandang lebih jernih tentang yang sesungguhnya terjadi. Tidak sekadar dongeng horor sebelum tidur ala Pengkhinatan G30S PKI besutan Arifin C. Noer.

Karena itu, rasanya sudah bukan saatnya lagi untuk membicarakan bagaimana malapetaka 1965 itu terjadi. Namun, kita juga harus sadar bahwa sebagian besar masyarakat Indonesia masih menelan bulat-bulat mitos ala Orde Baru itu. Memang tidak mudah melepaskan diri dari jeratan propaganda Orde Baru yang sudah terlanjur bercokol di kepala sebagian rakyat Indonesia. 

Semua hal dilakukan Orde Baru untuk melanggengkan kekuasaannya. Selain menggunakan KORPRI untuk menyetir aspirasi politik PNS, Orde Baru juga menanamkan pemahaman bahwa sejarah yang mereka tulis adalah sesahih-sahihnya sejarah. Penanaman pemahaman itu diperkuat dengan berbagai simbolisasi. Di antaranya adalah ditetapkannya 30 September sebagai Hari Peringatan Gerakan 30 September dan 1 Oktober sebagai Hari Kesaktian Pancasila.

Hari Kesaktian Pancasila adalah hari peringatan kemenangan pertama kontrarevolusi Orde Baru untuk memutarbalikkan arus politik yang saat itu sedang berkembang. Tindakannya tidak sebatas untuk mengadili segelintir orang, melainkan merupakan awal dari sebuah proses membasmi dan menindas gerakan sosial, politik, dan budaya yang didukung jutaan rakyat Indonesia yang berbasis ideologi sosialisme.

Proses tersebut semakin jelas terlihat ketika Orde Baru dengan terang-terangan memdeklarasikan kaum komunis sebagai musuh politiknya. Hal tersebut memang tidak serta merta membuat Indonesia menjadi negara prokapitalis, bahkan Soeharto berusaha membela kesaktian Pancasila dengan sila tentang keadilan sosial. Namun, pada praktiknya, Indonesia sudah masuk dalam kubu kapitalis ketika mengundang IMF dan Bank Dunia, dua lembaga internasional versi kubu kapitalis, dan investor global, dengan ditetapkannya UU Penanaman Modal Asing (PMA) tahun 1967, masuk ke Indonesia.

Jadi, apakah 1 Oktober masih laik untuk diperingati sebagai hari Kesaktian Pancasila?

Bukannya saya anti Pancasila, tapi karena 1 Oktober memang tidak ada hubungannya dengan kesaktian Pancasila. Justru 1 Oktober adalah hari ketika Pancasila disalahgunakan militer untuk menumbangkan pemerintah, preman membunuh rakyat tidak bersalah, Soeharto memulai rezim pemerintahan yang korup dan otoriter, dan negara asing menguasai sumber daya alam di Indonesia. Lagi pula, sebelum tahun 1965, yang diperingati adalah 1 Juni sebagai hari lahirnya Pancasila. Bahwa 1 Oktober selaiknya diperingati untuk mengenang enam jenderal yang tewas, itu baru tepat.
Baca Juga
Abah
Generasi Micinial

Artikel Terkait

Posting Komentar