zORB44u1Y5Szogk9hvRg5anbZDydcDDjseaSpgOw

Mempertanyakan Kehalalan Pre-Opening di Bursa Efek


Pada tahun 2011, Dewan Syariah Nasional – Majelis Ulama Indonesia (DSN – MUI) telah menerbitkan Fatwa Nomor 80 tentang Penerapan Prinsip Syariah dalam Mekanisme Perdagangan Efek Bersifat Ekuitas di Pasar Reguler Bursa Efek (Fatwa 80). Pada intinya fatwa ini mengatur tentang tata cara jual beli saham yang sesuai dengan prinsip-prinsip syariah. Fatwa paling tebal yang pernah diterbitkan DSN – MUI ini merupakan satu-satunya fatwa di dunia yang mengatur tentang cara jual beli saham. Di negara-negara lain yang diatur hanyalah produknya. Seperti di Malaysia, di sana yang diatur hanya kriteria saham yang sesuai dengan prinsip syariah, tidak ada aturan mengenai cara bertransaksinya.

Dalam fatwa yang diterjemahkan ke dalam Bahasa Inggris dan Bahasa Arab ini dijelaskan bahwa transaksi efek di bursa efek menggunakan akad Bai’ al-Musawamah. Bai’ al-Musawamah adalah akad jual beli dengan kesepakatan harga pasar yang wajar melalui mekanisme tawar menawar yang berkesinambungan (continous auction). Contoh sederhananya adalah ketika kita berbelanja sayur ke pasar dan terjadi tawar menawar untuk mendapatkan kesepakatan harga dengan pedagang sayur di sana.


Sejak fatwa ini di buat, bursa saham Indonesia telah mengalami beberapa kemajuan. Di antaranya adalah dengan adanya perubahan jadwal transaksi di Bursa Efek Indonesia (BEI). Saat ini, sebelum reguler market di buka, ada yang namanya pre-opening (call auction). Pre-opening ini bertujuan untuk melindungi investor agar harga tidak dimainkan atau dimanipulasi. Sebelum ada pre-opening, beberapa menit sebelum closing harga bisa menjadi sangat liar. Hal ini dilakukan karena opening price sama dengan previous closing price. Setelah ada pre-opening, opening price belum tentu sama dengan previous closing price.

Pre-opening mirip seperti antrean orang-orang yang mau mebeli tiket konser padahal loketnya belum dibuka. Dalam pre-opening, diibaratkan terdapat dua antrean di dua pintu masuk pasar. Yang satu adalah pintu antrean para pembeli dan yang satunya lagi adalah pintu antrean para penjual. Tugas otoritas pasar modal dalam hal ini adalah mencatat nomor antrean dan harga bid/offer. Sementara itu, transaksinya tetap dilakukan di reguler market.

Yang menjadi masalah adalah pre-opening dan pre-closing belum termasuk ke dalam cakupan objek yang diatur dalam Fatwa 80. Objek yang diatur dalam Fatwa 80 adalah reguler market, belum ada pre-opening maupun pre-closing karena pada saat fatwa ini dikeluarkan kondisi riil di pasar memang belum ada. Ketika belum ada fatwa yang mengatur kemudian mucl sebuah pertanyaan, “Apakah pre-opening (call auction) ini sudah sesuai dengan prinsip-prinsip syariah?"

Secara informal, pihak BEI sudah mengomunikasikan hal ini kepada DSN-MUI. Secara informal pula, pihak DSN – MUI menjawab bahwa selama pre-opening ini tidak merugikan pihak tertentu berarti masih berada dalam koridor syariah, apalagi tujuannya adalah untuk melindungi investor. Kita tunggu saja tanggapan resmi dari DSN – MUI terkait persoalan ini. Mungkin memang sudah semestinya Fatwa 80 ini direvisi agar sesuai dengan perkembangan pasar saat ini.
Baca Juga
Abah
Generasi Micinial

Artikel Terkait

Posting Komentar