zORB44u1Y5Szogk9hvRg5anbZDydcDDjseaSpgOw

Ngewongke


Hari-hari kemarin, Mbak Tuti Ismail bertutur ihwal satu teman yang tidak dikenali pimpinannya. Di acara perpisahan sang pimpinan, yang hendak purnabakti, semua staf mengucapkan salam perpisahan, tidak terkecuali teman Mbak Tuti. Namun, sang pimpinan malah merespon dengan pertanyaan ajaib yang membikin hati hancur mumur: “Kamu anak baru ya di sini?”.

Saya pun pernah—untuk tidak bilang sering—mengalami hal serupa. Sedikitnya, tiga dari empat pejabat eselon II yang pernah menjadi pimpinan saya tidak mengenali saya sebagai stafnya. Saya tidak ingin menyalahkan beliau-beliau, karena bisa jadi sebabnya ada pada kiprah saya yang tak terlampau berdampak bagi organisasi. Saya pun tak ingin menggeneralisasi bahwa semua pimpinan di Kementerian Keuangan seperti itu. 


Bulan kemarin, Kak Dian, Kak Fitri, dan saya bertandang ke ruang kerja Bu Dwi Pudjiastuti Handayani. Beliau adalah Direktur Anggaran Bidang Politik, Hukum, Pertahanan dan Keamanan, dan Bagian Anggaran Bendahara Umum Negara. Pada kesempatan itu, Bu Ani bertutur panjang, sepanjang nama jabatannya, termasuk soal kekagumannya pada beberapa sosok (mantan) pimpinan pucuk Kementerian Keuangan.

Salah satu yang amat diidolakannya adalah Pak Agus D. W. Martowardojo, mantan Menteri Keuangan yang kini menjabat Gubernur Bank Indonesia. Bu Ani teramat mengaguminya, terutama caranya mengenal dan ngewongke (memanusiakan) staf-stafnya. Pak Agus mengenal semua pejabat eselon II Kementerian Keuangan, selain pejabat eselon I tentu saja. Juga orang-orang yang ada di garis edar terdekat dengannya.

Pernah di hari libur Bu Ani ada rapat kerja di Yogyakarta. Karena hari itu juga ada rapat di DPR, Bu Ani berangkat malam harinya. Namun, keesokan harinya, pagi-pagi beliau harus kembali ke Jakarta karena Pak Agus meminta beberapa staf, termasuk Bu Ani, untuk rapat di kediamannya. Usai rapat, Pak Agus bahkan membukakan pintu pagar dan pintu mobil dengan tangannya sendiri, mengantarkan Bu Ani hingga masuk ke dalam mobil. Sampai sekarang, bila bertemu di DPR, Pak Agus tetap menyapa semua orang Kementerian Keuangan dan dengan fasih melafalkan nama-namanya.

Saya setuju bahwa seorang panglima harus bisa mengenali prajurit-prajuritnya. Sederhananya, seorang panglima tidak akan bisa memberi penghargaan atau sanksi kepada prajurit yang berkinerja baik atau buruk bila ia tidak mengenalnya. Namun, mestinya seorang panglima juga tidak sebatas mengenal nama dan ciri-ciri fisik, tapi juga karakter prajurit-prajuritnya. Saat ini, hampir separuh pegawai Kementerian Keuangan merupakan generasi milenial. Maka, menjadi penting bagi para panglima di Kementerian Keuangan untuk mengenali tabiat prajurit dari generasi milenial ini.

BERSAMBUNG
Baca Juga
Abah
Generasi Micinial

Artikel Terkait

Posting Komentar