zORB44u1Y5Szogk9hvRg5anbZDydcDDjseaSpgOw

Sengketa Pematang Jalan


"Tap tap tap!"

Dengan hati-hati saya meniti pematang jalan. Hampir tidak ada lagi lahan yang tersisa untuk menginjakkan kaki saya. Ibarat meniti tepian tebing sempit. Bedanya, yang menjadi pegangan adalah tenda-tenda kaki lima, bukan batuan tebing. Kebetulan malam itu kami memilih untuk berjalan kaki dari Pal Putih sampai perempatan Senen. Hujan yang membuat jalan semakin macet menjadi alasannyaa. Lagipula jaraknya cukup dekat.

Memang jarak yang kami tempuh cukup dekat. Namun ternyata perjalanan yang harus ditempuh tidak semudah yang saya bayangkan. Seperti tadi, ketika harus tergusur oleh para pedagang kaki lima yang membuat saya harus berjalan di badan jalan atau menerbos tenda-tenda kaki lima. Tidak hanya tenda kaki lima. Beberapa rumah makan padang pun menyambung atapnya hingga menutupi trotoar dan menghalangi pejalan kaki. Bebera kali kaki saya harus tercebur ke dalam genangan air hujan karena kehilangan keseimbangan saat berjalan di lahan sempit yang tersisa. Mau berpagangan ke tiang tenda, takut tendanya rubuh.

Beberapa lama kemudian, saya cukup lega karena tidak ada lagi pedagang yang berjualan di atas pematang jalan. Tapi ternyata itu hanya harapan kosong. Saya masih harus tergusur dari atas pematang jalan. Kali ini bahkan saya tidak diberi pilihan, karena baik pematang jalan maupun badan jalan sudah dikuasai kendaraan bermotor, khususnya sepeda motor.

Menyuruh para pengendara itu turun dari trotoar sepertinya sia-sia saja. Malah bisa dikira menantang berkelahi. Om Budiman Hakim pernah mengalaminya. Terpaksa saya pun harus berjalan melawan derasnya arus sepeda motor. Kabetulan malam itu saya berjalan di pematang jalan sebelah kanan, jadi saya langsung berhadapan dengan motor-motor itu. Bahkan sempat hampir terserempet. Beruntung masih ada kata "hampir".

Sederhana saja motivasi saya menulis cerita ini. Setidaknya ketika saya berperan sebagai pengendara motor, saya ingat tulisan ini dan malu untuk tidak merampas hak pejalan kaki. Ah, semoga saja sengketa pematang jalan ini segera terselesaikan.

____________________
Sumber gambar: Medan Bisnis
Baca Juga
Abah
Generasi Micinial

Artikel Terkait

10 komentar

  1. serem ni d jakarta untung ane tggl d surabaya jd jalan kaki enak hhehehe smoga dilihat pak jokowi ni post komen back y

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ini bukan hanya tugas dan tanggung jawab Jokowi.

      Hapus
  2. kalau tambah sempit pak jokowi gak bisa jalan - jalan ke warga donk hehhe

    BalasHapus
    Balasan
    1. Tetap bisa lah, ini kan trotoar bukan gang.

      Hapus
  3. jumlah kendaraan bermotor berbanding terbalik dengan luas jalan raya hehhehehe....

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sebenarnya tidak akan bermasalah jika semuanya mau ikut aturan.

      Hapus
  4. di jakarta pejalan kaki selalu tergusur di areanya sendiri ya..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Mungkin memang hanya ada dua pilihan untuk PKL, digusur (Satpol PP) atau menggusur (pejalan kaki).

      Hapus
  5. Baca postingan ini cocoknya sambil dengerin lagu dari Sir Dandy - Jakarta Motor City.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya. Wah, penggemar musisi indie juga ternyata.

      Hapus