zORB44u1Y5Szogk9hvRg5anbZDydcDDjseaSpgOw

Paris Van Java


Suatu ketika Ucen dan seorang temannya ditugaskan untuk menghadiri undangan dari salah satu institusi pemerintah yang mengurusi bidang pertambangan dan energi. Kebetulan acaranya diadakan di Bandung. Kota di mana delapan tahun lalu Ucen, seorang anak manja, pernah belajar tentang bagaimana menjadi manusia dewasa di sana. Meski kemudian Ucen harus meninggalkan kota itu sebelum dia benar-benar tumbuh menjadi seorang manusia dewasa, antara prematur atau telat masak.

Makan malam menutup agenda kali itu. Selesai makan malam Ucen dan temannya berniat untuk sekadar mencari oleh-oleh karena besoknya Ucen harus bergegas kembali ke Jakarta. Sayangnya, malam itu hujan cukup deras mengguyur Kota Kembang. Kelopak-kelopak bunga yang baru bermekaran kembali menguncup, kedinginan. Pun, dengan Ucen. Dia memutuskan untuk kembali ke kamar.

Malam telah larut, Ucen masih belum bisa memejamkan matanya. "Ah, sayang banget kalau gue cuma berdiam diri di kamar." bisiknya kepada cicak yang mengendap-endap sambil menanti seekor nyamuk yang memberinya sebongkah harapan kosong.

Ucen pun keluar dari hotel, sendirian. Hujan sudah berangsur mereda, meski masih ada rintik yang turun dari wajah muram tanpa kerlip bintang. Untungnya masih ada angkot. Tanpa berpikir panjang dan tanpa melihat jurusan angkot itu, Ucen langsung naik, curhat dengan supir angkot. Cuaca galau Kota Bandung membuat penghasilan supir angkot di sana semakin seret. Hujan rintik membuat orang-orang semakin enggan untuk keluar rumah.

Syahdan, Ucen turun di Jalan Dewi Sartika, Kebon Kalapa. Berjalan gontai di bawah temaram lampu jalanan. Berpapasan dengan tukang bajigur dan beberapa anak muda yang masih asyik bermain skateboard di depan toko souvenir khas Viking dan Bobotoh Persib. Dan, masih banyak lagi dari perjalanan Ucen malam itu yang tidak akan semuanya bisa diceritakan di sini. "Yang namanya jalan-jalan itu ya jalan kaki." lirih. Perjalanan Ucen malam itu berujung disebuah convenience store, sekadar untuk menghilangkan dahaga dan membeli sikat gigi.

Esoknya Ucen kembali ke Jakarta, sendirian. Temannya sudah pulang lebih dulu. Ucen memilih menggunakan kereta api. Selalu ada banyak hal tak kasat mata yang bisa dilihat dari dalam gerbong kereta. Kebetulan Ucen duduk di samping seorang perempuan paruh baya. Yang ternyata berasal dari Pangkal Pinang dan baru saja menyelesaikan perjalanan dinasnya di Bandung. Dia baru pertama kali naik kereta dari Bandung ke Jakarta. Karena itu, dia meminta Ucen untuk mengantarnya sampai dia bertemu dengan orang yang akan menjemputnya di jakarta.

Bandung masih tetap memesona. Itulah kenapa setiap akhir pekan banyak orang Jakarta yang mengungsi ke Bandung. Sampai dalam benak Ucen kembali terbersit untuk suatu saat nanti bisa kembali dan menetap di Bandung. Tapi itu nanti, kalau Ucen sudah mempunyai karir dan bisa hidup dengan mapan, bersama kamu.

___________________
Sumber gambar: Flickr
Baca Juga
Abah
Generasi Micinial

Artikel Terkait

6 komentar

  1. keren bang cerpennya komen back y

    BalasHapus
  2. asik bener ceritanya, bandung memang selalu bikin kangen

    BalasHapus
  3. mana oleh2 dari Bandungnya, mat? Bagi sini... ahaha

    *tetiba kangen baca2 blog kamu. ahahaha

    BalasHapus