zORB44u1Y5Szogk9hvRg5anbZDydcDDjseaSpgOw

Toleransi Doa di Sekolah Inklusif


Kasus Menteri Anies Baswedan tentang kebijakan Tata Tertib berdoa di sekolah, kemudian publik bereaksi keras, lalu akhirnya Menteri klarifikasi dan ngeles itu hanya wacana, semakin menguatkan dugaan berbagai pihak kalau Umat Islam sedang mengalami 'Test The Water'. Sejauh mana reaksi umat Islam terhadap kebijakan. Kalau diam, maka kebijakan dilanjutkan. Kalau berekasi keras, maka tinggal klarifikasi dan bilang 'itu hanya wacana'.

"Test case seperti melempar batu ke dalam air seberapa riak ummat ini. Satu-Satu. Ada tesa-antitesa, aksi-reaksi, sebab-akibat," ujar bu Wirianingsih Mutammimul Ula melalui akun twitternya @wirianingsih, Selasa (10/12/2014). 

Siapa yang kemarin menerima broadcast message seperti ini? Saya juga menerimanya. Broadcast message ini juga diakhiri dengan kicauan-kicauan dari Tras Rustamaji, seorang konsultan IT (bukan konsultan pendidikan apalagi pakar kebijakan publik). Dalam salah satu twitnya, Tras berkicau “Dan, kalau ust. @Yusuf_Mansur nggak teriak, mereka nggak akan ngeles kayak gini.” 

Setelah saya telusuri, ternyata isi broadcast message ini awalnya dimuat di laman PKS Piyungan. Saya hanya tepok jidat. Tahu sendiri kredibilitas beritanya seperti apa. Sudah banyak yang membahas dan menguak kebohongan-kebohongan berita yang pernah dimuatnya. Terbukti, Ustadz Yusuf Mansyur, melalui akun twitter sudah mengklarifikasi pernyataanya yang cukup emosional di media sosial. Ustadz Yusuf Mansyur mengakui kesalahannya yang terburu-buru dalam menyatakan sesuatu dan sudah meminta maaf kepada Anies Baswedan.

Saya sudah menduganya. Dua tahun silam, isteri saya juga pernah mengalami hal yang serupa dengan yang dialami Anies Baswedan saat ini. Waktu itu, isteri saya ditugaskan untuk mendirikan sebuah lembaga pendidikan inklusif di pinggir Kali Ciliwung, Depok. Sebagian besar warga sana termasuk kelas ekonomi menengah ke bawah yang tentu saja masih harus berikir seribu kali untuk mendapatkan pendidikan yang berkualitas.

Karena tidak semua peserta didik memeluk agama Islam, dalam kalimat doa bersama di kelas, “Allah” diganti dengan “Tuhan”. Karena prubahan kalimat itu, isteri saya dituduh sebagai misionaris. Padahal peserta didik yang ingin berdoa dengan Bahasa Arab tetap diperbolehkan dan dibimbing oleh asisten pendidik, tidak bersama dengan yang lain yang menggunakan Bahasa Indonesia yang dimbing oleh pendidik utama dalam kelas. 

Apa itu lembaga pendidikan inklusif?

Lembaga pendidikan inklusif adalah lembaga pendidikan yang mengimplementasikan model pendidikan inklusif. Memang pendidikan inklusif identik dengan pendidikan bagi Anak Berkebutuhan Khusus (ABK). Padahal lebih dari itu. Pendidikan inklusif adalah model pendidikan yang tidak membeda-bedakan latar belakang kemampuan fisiologis, suku, strata sosial, dan agama. Artinya, semua orang mempunyai hak yang sama atas pendidikan. Ini sesuai dengan yang diamanatkan dalam konstitusi.

Sepertinya, Anies Baswedan ingin mengaplikasikan model pendidikan inklusif ini di sekolah-sekolah umum, terutama sekolah negeri. Dana operasional sekolah negeri berasal dari pemerintah. Otomatis pelaksanaanya harus inklusif, memberikan kesempatan kepada semua warga negara untuk memperoleh hak pendidikan dengan tidak membeda-bedakan latar belakangnya. Berbeda dengan sekolah eksklusif semisal sekolah-sekolah Muhammadiyah dan BPK Penabur. Sebagai sekolah eksklusif, tidak menjadi soal jika kedua sekolah itu hanya mengajarkan dan mengaplikasikan ajaran Islam atau Kristen saja.

Namun, tentu saja maksud Anies Baswedan adalah bukan membuat tata tertib yang akan melarang seorang pemeluk agama berdoa dengan tata cara yang diajarkan agamanya, melainkan tata tertib yang akan membuat semua pemeluk agama dapat menjalankan ajaran agamanya. Seorang teman muslim dari Sumatera Utara pernah bercerita jika semasa sekolahnya dia terpaksa ikut berdoa dengan tata cara Kristen karena mayoritas peserta didik di sekolahnya memeluk agama Kristen. Pun dengan teman saya yang lain yang bahkan tidak hanya ikut berdoa, tapi sampai harus mengikuti pelajaran agama Islam demi untuk mendapatkan nilai, padahal dia bukan muslim.

Pendidikan didefinisikan sebagai usaha sadar terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan agama. Tentu saja di dalamnya termasuk pendidikan karakter. Toleransi merupakan satu dari delapan belas butir nilai-nilai pendidikan karakter. Dengan gagasan tata tertib dalam berdoa di sekolah yang akan dicanangkan oleh Anies Bawwedan, peserta didik akan belajar bertoleransi sejak dini.

Ustadz Yusuf Mansyur, yang namanya turut disebut dalam broadcat message tadi, saja sudah meminta maaf kepada Anies baswedan. Jadi, apalagi yang kurang jelas? Jangan-jangan justru media yang melakukan Test The Waters. Media sengaja memelintir berita. Syukur-syukur tidak ketahuan. Kalau pun terungkap, media tinggal membuat berita klarifikasi dari pihak yang sudah terlanjur kebakaran jenggot karena tertipu berita sebelumnya. Walhasil, oplah yang dijual di jagat daring jadi makin banyak.
Baca Juga
Abah
Generasi Micinial

Artikel Terkait

Posting Komentar