Sejarah kejayaan Kabupaten Ciamis, yang dulu bernama Galuh, bisa disusuri dari penganan khasnya: galendo. Dahulu kala, Ciamis adalah produsen kelapa nomor wahid di Jawa Barat. Maka, wajar jika galendo, produk sampingan dari proses produksi minyak kelapa, menjadi penganan yang khas dari Ciamis. Kejayaan Ciamis tidak lepas dari peran Raden Adipati Aria Kusumahdiningrat atau Kangjeng Prebu, Bupati Ciamis ke-16 yang memerintah tahun 1839-1886.
Di bawah pemerintahan Kangjeng Prebu, Ciamis muncul sebagai kabupaten yang makmur. Pada masa itu, di Ciamis berdiri pabrik-pabrik minyak kelapa yang cukup besar. Satu di antaranya adalah Gwan Hien. Lidah Sunda melafalkannya menjadi Guahin. Pabrik-pabrik itu kemudian harus berhenti beroperasi lantaran propaganda anti-minyak kelapa yang dilancarkan Amerika Serikat.
***
Propaganda Anti-Minyak Kelapa
Jika ditelisik jauh ke belakang, kematian industri minyak kelapa di Ciamis, dan di Indonesia pada umumnya, tidak lepas dari konspirasi Mamarika. Bukan, ini bukan bukan teori sebagai pelarian dari rasa frustasi terhadap persoalan yang sedang kita hadapi di republik ini. Saya hanya tidak mau kita kembali dijajah. Entah itu dijajah secara fisik, ideologi, maupun ekonomi.
Kisah ini dimulai pada masa Perang Asia Timur Raya. Jepang, waktu itu, menguasai Asia Pasifik. Pasokan minyak kelapa ke Amerika Serikat terputus. Amerika Serikat lalu mengembangkan sumber minyak goreng alternatif. Minyak kedelai adalah yang paling mendapat perhatian. Pasca-Perang Dunia II, keran minyak kelapa kembali mengaliri Negeri Paman Sam. Penjualannya bahkan melampaui minyak kedelai yang mereka produksi sendiri.
Saat itulah muncul hasil riset yang menyatakan bahwa minyak jenuh, semisal minyak kelapa, dapat meningkatkan jumlah kolesterol dalam darah, yang menyebabkan penyakit jantung. Temuan ini dimanfaatkan American Soy Bean Association (ASA) untuk membuat kampanye bahaya minyak kelapa dan mempromosikan minyak kedelai sebagai minyak paling sehat. Mereka bahkan meminta pemerintahnya memasang label peringatan dalam setiap produk yang mengandung minyak kelapa.
Kampanye bahaya minyak kelapa semakin gencar dilakukan, termasuk oleh organisasi dunia seperti World Health Organization (WHO). Serangan kian masif dan bertubi dengan bergabungnya industri farmasi dan obat pelangsing tubuh. Negara-negara tropis produsen minyak kelapa—yang telah berabad-abad mengonsumsi minya kelapa selama berabad-abad tanpa ada bukti efek berbahaya—pun akhirnya mempercayai propaganda tersebut.
Pemerintah Indonesia, pada 1972, pun mengeluarkan beleid yang melarang ekspor kopra. Akibatnya, perdagangan kopra meluncur ke titik nadir. Padahal, sejak abad XVIII Indonesia telah menjadi eksportir terbesar kopra di dunia. Inilah yang membuat pabrik minyak kelapa seperti Gwan Hien tidak mampu lagi bernapas di bawah tekanan kepentingan dagang internasional. Ujung-ujungnya, petani jualah yang terhimpit.
***
Apa Itu Kolesterol?
Kolesterol adalah satu jenis dari zat gizi lemak yang dapat disintesis sendiri oleh tubuh, terutama pada hati. Umumnya, tubuh manusia mengandung sekitar 100 gram kolesterol. Tujuh persen di antaranya ditemukan di dalam darah. Kolesterol memainkan sejumlah peran baik bagi tubuh, termasuk memelihara struktur dan integritas membran sel.
Kolesterol ditemukan hanya pada penganan hewani. Maka, sebetulnya salah kaprah jika kolesterol disebutkan ada pada minyak kelapa dan berbagai penganan nabati lainnya, semisal santan dan durian. Nyatanya, minyak goreng, santan, dan durian–yang sering dituduh sebagai sumber utama kolesterol–sama sekali tidak mengandung kolesterol.
Lemak yang berasal dari tumbuhan, lemak nabati, bukan kolesterol melainkan fitosterol. Memang struktur kimianya mirip dengan kolesterol, tapi beda dengan kolesterol. Cara kerjanya berlawanan dengan kolesterol. Fitosterol menghambat penyerapan kolesterol di saluran pencernaan.
Meski begitu, penganan nabati yang digoreng tetap berpotensi memicu penyakit jantung dan penyakit degeneratif lainnya. Itu dikarenakan proses penggorengannya. Proses penggorengan dengan minyak banyak yang merendam semua bagian makanan yang digoreng minyak panas (deep frying) dapat beresiko meningkatkan sintesis kolesterol oleh tubuh, sehingga meningkatkan tingkat kolesterol dalam darah.
***
Menelan Ludah Sendiri
Tahun lalu, Departemen Pertanian Amerika Serikat mengeluarkan kolesterol dari daftar nutrisi buruk. Menurutnya, tidak ada korelasi serius antara konsumsi makanan berkolesterol tinggi dan serangan jantung. Asupan maksimal kolesterol 300 miligram per hari pun tidak direkomendasikan lagi. Artinya, Amerika Serikat membantah sendiri propaganda anti-minyak kelapa yang pernah mereka lakukan.
American Heart Association/American College of Cardiology (AHA/ACC) juga menyatakan tidak ada korelasi antara kadar kolesterol dalam darah dengan angka serangan jantung dan stroke. Sebagai gantinya, Dietary Guidelines for Americans (DGAC) akan memberikan peringatan untuk konsumsi bahan pangan tinggi gula.
Studi yang dilakukan di University of South Florida juga menunjukkan hal yang sama. Penelitian serupa juga diadakan di Japan Institute of Pharmacovigilance, Jepang. Hasilnya menunjukkan tidak ada korelasi antara kolesterol dan serangan jantung.
***
Sakitnya tuh di sini. Dulu, Amerika Serikat membuat propaganda anti-minyak kelapa dengan dalih bahaya kolesterol. Padahal, minyak kelapa tidak mengandung kolesterol. Faktanya, kolesterol pun tidak berkorelasi dengan serangan jantung. Sangat terang benderang bahwa Amerika Serikat telah menjadi biang kerok matinya industri minyak kelapa di Ciamis dan di seluruh Nusantara.