Eskalasi pengeluaran pemerintah dalam postur APBN menunjukkan angka yang terus meningkat. Tahun 2017 angkanya mencapai 2.080,5 triliun rupiah. Eskalasi pengeluaran pemerintah tersebut menunjukkan peningkatan peran pemerintah di semua bidang perekonomian. Realitas tersebut senada dengan Law of Ever Increasing State Activity atau yang jamak diketahui sebagai Hukum Wagner. Sesuai namanya, Hukum Wagner dikemukakan oleh Adolf Heinrich Gotthelf Wagner.
Menurut Wagner, dalam suatu perekonomian, bila pendapatan per kapita meningkat, maka secara relatif pengeluaran pemerintah juga akan meningkat. Menurutnya, ada lima sebab pengeluaran pemerintah relatif naik setiap tahun: tuntutan peningkatan perlindungan keamanan dan pertahanan, urbanisasi yang mengiringi pertumbuhan ekonomi, kenaikan tingkat pendapatan masyarakat, perkembangan demokrasi, dan ketidakefisienan birokrasi yang mengiringi perkembangan pemerintah.
Selain Wagner, ada pula Peacock dan Wiseman. Teori yang dikemukakan Peacock dan Wiseman didasarkan pada pandangan bahwa pemerintah senantiasa berusaha untuk memperbesar pengeluaran sedangkan masyarakat tidak suka membayar pajak yang besar untuk membiayai pengeluaran pemerintah yang semakin besar tersebut. Penolakan pembayaran pajak oleh masyarakat ini disebabkan adanya tingkat toleransi pajak pada masyarakat.
Tingkat toleransi pajak adalah kondisi ketika masyarakat dapat memahami besarnya pungutan pajak yang dibutuhkan untuk membiayai pengeluaran pemerintah. Masyarakat menyadari bahwa pemerintah membutuhkan dana untuk membiayai kegiatan pembangunan, sehingga masyarakat memiliki tingkat kesediaan untuk membayar pajak. Tingkat kesediaan ini merupakan rem bagi pemerintah untuk tidak menaikkan pajak dengan semena-mena.
Saai ini, pemerintah sedang jorjoran melakukan peningkatan pembangunan di semua bidang. Untuk membiayainya pemerintah harus meningkatkan penerimaan perpajakan, yang merupakan penyumbang terbesar penerimaan negara. Namun, di sisi lain, pemerintah juga tidak bisa semena-mena menaikkan tarif pajak. Solusinya, pemerintah terus meningkatkan intensifikasi dan ekstensifikasi perpajakan yang diantaranya berupa implementasi pengampunan pajak (tax amnesty).
Di samping terus meningkatkan intensifikasi dan ekstensifikasi perpajakan, untuk tetap menjamin kesinambungan fiskal, pemerintah jamak melakukan penghematan anggaran. Pada 17 April lalu, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menandatangani Instruksi Menteri Keuangan Nomor 346/IMK.01/2017 tentang Gerakan Efisiensi sebagai Bagian Implementasi Penguatan Budaya Kementerian Keuangan. Gerakan efisiensi mencakup upaya-upaya efisiensi pelaksanaan tugas dan efisiensi anggaran birokrasi.
Efisiensi pelaksanaan tugas dilaksanakan antara lain melalui pemanfaatan jam kerja secara efektif sesuai prinsip yang menyeimbangkan kehidupan pribadi-keluarga-sosial (work-life-balance), pengelolaan waktu pelaksanaan tugas, dan pengelolaan rapat yang efektif. Work life balance merupakan pendekatan pola kerja yang menyeimbangkan kehidupan kerja, kehidupan keluarga, dan kehidupan sosial. Meski begitu, implementasi work life balance tetap memerhatikan tanggung jawab dan penyelesaian pelaksanaan tugas.
Efisiensi anggaran birokrasi dilaksanakan melalui penghematan belanja operasional. Meski berfaedah bagi kesinambungan fiskal, sejatinya, gerakan efisiensi lebih menekankan pada perubahan pola pikir dan perilaku untuk menggunakan anggaran secara lebih bijak dan beretika. Gerakan efisiensi bertujuan untuk mewujudkan pengelolaan keuangan negara yang efisien, ekonomis, efektif, transparan, dan bertanggung jawab dengan memerhatikan rasa keadilan dan kepatutan, sesuai Pasal 3 ayat (1) UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara.
Keadilan dan kepatutan bisa kita rasakan jika kita mau ber-outrospeksi. Bila introspeksi adalah tindakan bercermin, melihat ke dalam diri sendiri, maka outrospeksi adalah kegiatan keluar dari diri sendiri dan belajar dari kehidupan orang lain. Kata Roman Krznaric, seorang pemikir Inggris, abad ke-21 mestinya sudah berubah menjadi era outrospeksi. “Empati adalah seni hidup yang menjadi ciri utama abad outrospeksi,” katanya dalam The Wonderbox: Curious Histories of How to Live.
Outrospeksi, barangkali itulah yang harus kita lakukan agar gerakan efisiensi bisa berfaedah sebanyak-banyaknya bagi pembangunan republik. Dengan ber-outrospeksi, mestinya, saya bisa belajar dari kehidupan anak sekolah di kampung saya. Mereka berangkat sekolah, menyusuri setiap jengkal pematang sawah dan ladang berkilometer-kilometer jauhnya, dengan hanya beralaskan sandal jepit. Sekolah pun tidak mewajibkan mereka mengenakan sepatu. Sekolah paham betul kondisi perekonomian keluarganya tidak memungkinkan untuk membeli sepatu.
Sementara itu, sesampainya di sekolah, sebagian dari mereka harus belajar di halaman sekolah dan teras-teras rumah warga. Jumlah ruang kelas yang ada terbatas, sehingga mereka harus bergantian menggunakan ruang kelas. Jangan harap mereka bisa menikmati fasilitas perpustakaan dan laboratorium komputer. Dalam benak mereka, perpustakaan adalah sekadar lemari kecil berisi buku-buku cerita yang tersimpan di ruang guru.
Bila gerakan efisiensi di Kementerian Keuangan berhasil menghemat sepuluh persen dari belanja operasional, faedahnya bisa disetarakan dengan 626.666 orang anak yang mendapatkan Kartu Indonesia Pintar (KIP). KIP di antaranya bisa digunakan untuk membeli sepatu sekolah. Bila itu terwujub, anak-anak di kampung saya bisa berangkat sekolah dengan mengenakan sepatu baru, satu atribut sekolah yang hingga saat ini bagi mereka cuma sebatas mimpi.
Bila gerakan efisiensi di Kementerian Keuangan berhasil menghemat dua puluh persen dari belanja operasional, faedahnya setara dengan rehabilitasi 5.640 ruang kelas. Bila itu terwujud, anak-anak di kampung saya tidak lagi harus belajar di halaman sekolah dan teras-teras rumah warga. Mereka tidak lagi harus bergantian menggunakan ruang kelas karena jumlah ruang kelas sudah memadai, sesuai dengan kebutuhan.
Bila gerakan efisiensi di Kementerian Keuangan berhasil menghemat tiga puluh persen dari belanja operasional, faedahnya setara dengan pembangunan 367 jembatan gantung. Dengan begitu, tidak akan ada lagi anak sekolah yang harus bergelantungan di jembatan yang sudah ambruk laiknya Indiana Jones ketika hendak berangkat sekolah.
Penurunan belanja birokrasi bukan satu-satunya haluan dari implementasi gerakan efisiensi, melainkan juga kepatutan pelaksanaan kegiatan. Gerakan efisiensi mengajak kita untuk berinovasi agar dapat melaksanakan kegiatan dengan biaya yang lebih rendah, lebih efisien, dan beretika tetapi tetap dapat mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Karena, seperti kata Menteri Keuangan, “Setiap rupiah yang kita belanjakan secara tidak efisien akan menghilangkan kesempatan untuk membangun republik.”