zORB44u1Y5Szogk9hvRg5anbZDydcDDjseaSpgOw

Menulis Buku


Saya jadi narablog sedari 2010. Sejak itu, minimal sebulan sekali blog selalu saya perbarui. Beda banget sama tahun ini, sampai sekarang sudah bulan Mei belum ada satu pun potingan yang mejeng di teras Fiscus Wannabe. Istilah keminggrisnya blogger block. Kalau boleh berkilah, sebabnya bisa macam-macam: mulai dari merasa kesepian karena banyak narablog sudah meninggalkan blognya hingga kebanyakan postingan blog zaman now kebanyakan postingan berbayar.

Sebetulnya, sih, sah-sah saja dan memang tidak ada larangan kalau pun blog isinya postingan berbayar semua. Sekali dua kali saya juga pernah bikin postingan berbayar. Toh niat orang bikin blog juga beda-beda. Selain buat cari uang dengan bikin postingan berbayar, ada juga yang menjadikan blog sebagai batu loncatan, biar dilirik sama penerbit. Bahkan ada juga penulis beken yang memang sengaja menyabar semacam teaser tulisan terbarunya di blog, biar pembacaca penasaran dan tertarik ketika kelak bukunya terbit.

Kemarin—bukan kemarin persis, sih—saya menonton film horor, Danur 2: Maddah. Itu kali ke dua saya menonton film horor di bioskop. Kali pertama saya rela mengorbankan diri menonton film horor di bioskop karena mendapat undangan media untuk premier Rumah Kentang. Iya, sudah pasti hasil ulasan saya berantakan. Bikin ulasan film itu susah-susah enggak gampang. Kita mesti memberi penilaian membocorkan jalan ceritanya.

Sudah lama saya mengagumi karya-karya Risa Saraswati. Pas nama Isyana Sarasvati mulai mencuat saya sempat mengira dia ada hubungannya sama Risa Saraswati. Soalnya, proyek musik solo Risa ,sebelum formatnya diganti jadi band, namanya Sarasvati. Lagu-lagunya bercerita tentang mahkluk-mahkluk tak kasat mata. Albumnya, Story of Peter dinobatkan sebagai salah satu album terbaik tahun 2010 versi Majalah Rolling Stones Indonesia.

Balik lagi soal niat bikin blog, sebelum film Danur 2: Maddah diputar, seperti biasa, diputar dulu trailer film-film yang bakal tayang. Salah satunya trailer Ananta Prahadi. Sama dengan film yang bakal saya tonton kala itu, Ananta Prahadi diangkat dari novel karangan Risa Saraswati. Tengah tahun 2017 di blognya, Risa Saraswati membuat cerita bersambung yang judulnya Ananta Prahadi. Anehnya, ceritanya tidak berlanjut hingga tamat. Belakangan saya tahu kalau Ananta Prahadi terbit sebagai sebuah novel.

Entah cerita bersambung itu dibuat biar dilirik penerbit entah memang diposting buat jadi teaser sebelum novelnya terbit. Seperi yang saya singgung di awal, niat dan motivasi orang mengunggah postingan di blog itu macam-macam. Tidak ada yang salah dengan motivasi Risa Saraswati, apapun itu. Tidak ada yang salah dengan motivasi narablog yang menjadikan blog sebagai batu loncatan sebelum menerbitkan buku.

Setelah Raditya Dika membukukan Kambing Jantan, yang notabene adalah buku pertama yang lahir dari rahim seorang narablog. Makin menjamur narablog yang membukukan blognya. Saya sendiri belum pernah kepikiran buat menulis buku. Mungkin itu pula saya membuat saya lebih senang disebut narablog, bukan penulis. 

Kalau dari awal saya punya niat buat menulis buku, pas di Kancut Keblenger ada ajakan buat gabung di proyek penulisan buku bertema cinta digital, sudah pasti saya langsung angkat telunjuk dan mulai menulis. Secara, saya punya modal cerita yang sesuai dengan tema itu. Tapi, lagi-lagi saya bilang, saya tidak punya niat untuk menulis buku. Makanya, pas Kancut Keblenger: Digital Love diterbitkan di Mei 2013 nama saya tidak ada di daftar penulisnya.
Baca Juga
Abah
Generasi Micinial

Artikel Terkait

3 komentar

  1. To my mind, there is nothing wrong with the blogger's motivation to blog as a springboard before publishing a book.

    BalasHapus
  2. As I mentioned earlier, the intention and motivation of people uploading messages to the blog, all kinds, there is nothing wrong with motivation, whatever it may be.

    BalasHapus
  3. frankly I really liked the article, written well and most importantly without errors, it is now a rarity

    BalasHapus