“Pas baca proposal, saya kaget. Saya kira yang bikin perempuan. Ternyata laki-laki.”
Begitulah komentar salah satu juri yang membaca proposal saya. Proposal itu berisi advokasi untuk melegalisasi cuti menstruasi bagi ASN Perempuan. Isi proposal saya simpel, saya cuma ingin negara mengahargai hak pekerja perempuannya. Sama dengan kebutuhan biologis lainnya, menstruasi harus mendapat perhatian. Menstruasi memang masih tabu untuk dibicarakan di area publik. Apalagi yang bicara laki-laki. Namun, selama menstruasi masih menajdi topik yang tabu, selama itu pula perempuan akan kesulitan untuk mendapatkan haknya.
Juri pertama sempat berkomentar kalau dalam regulasi yang ada, cuti menstruasi sudah tercakup dalam cuti sakit. Masalahnya, cuti sakit tidak sepenuhnya menyelesaikan masalah. Cuti sakit bukan Pegadaian, yang menyelesaikan masalah tanpa masalah. Pertama, cuti sakit harus dilampiri surat keterangan dokter. Kedua, perempuan yang mengalami dismenorea atau rasa nyeri saat menstruasi di pagi hari bisa saja kembali ceria di siang atau sore harinya. Akan sangat aneh jika ia mengajukan cuti sakit.
Saya cukup kaget mendengar cerita dari juri ketiga yang ternyata menderita dismenorea sangat akut. Ia bisa sangat kesakitan, bahkan dalam rentan seminggu sebelum masa menstruasi. Ia pun bisa mengalami menstruasi hingga dua bulan. Pada akhirnya, dengan terpaksa, ia meminta izin suami untuk mengangkat rahim. Cerita-cerita seperti ini tidak akan kita dengar dan sulit untuk mendapatkan solusi bila kita masih menganggap menstruasi sebagai sesuatu yang memalukan bila sampai tembus ke ranah publik.
Dokumen di atas adalah ringkasan materi yang saya sampaikan dalam presentasi. Kamu mungkin tidak akan sepenuhnya memahami materi yang saya sampaikan. Buat saya materi presentasi harus dibuat sesimpel-simpelnya. Buat apa kita cerita kalau orang bisa baca sendiri di layar? Materi presentasi ini saya buat di PowerPoint yang keseluruhannya menggunakan animasi. Ada beberapa bagian yang “tidak terlihat” jika cuma membaca versi PDF ini.
Dalam presentasi kali ini saya juga menggunakan properti. Saya menggunakan kerikil, yang saya ambil dari taman depan kantor untuk menceritakan slide 2, yang intinya tidak enak menunda-nunda hajat biologis. Saya mencontohkan betapa tersiksanya ketika saya kebelet buang air besar dan harus mengantre lama. Saya pun mengantongi kerikil untuk menahannya. Kebutuhan biologis adalah kebutuhan yang tidak bisa ditunda, apalagi diwakilkan. Menstruasi termasuk salah satunya.
Soal kerikil, yang saya taruh di saku celana, saya keluarkan lagi di slide 16, ketika saya bercerita bahwa kerikil yang bisa membuat kita tersandung, bukan batu besar. Karena itu, kita jangan menganggap menstruasi sebagai masalah kecil, laiknya kerikil. Justru itu yang bisa membuat kita tersandung.
Tips untuk menggunakan kerikil sebagai properti, saya dapatkan dari kanal YouTube Dananjaya Hettiarachchi. Selain untuk mengadvokasi cuti menstruasi bagi ASN, salah satu alasan lain saya ikut kompetisi ini adalah untuk menantang diri sendiri. Sebagai orang yang sangat-sangat intovert, kemampuan publik speaking saya payah sekali.
Presentasi saya saat mengikuti kompetisi #15HariCeritaEnergi memang tidak layak membuat saya menjadi juara. Makanya, kali ini saya banyak mencari ilmu di YouTube. Saya tahu presentasi kali ini juga masih jauh dari kata baik. Namun, setidaknya saya merasa kali ini saya sudah lebih baik dari presentasi saya di lomba sebelumnya. Kesalahannya, saya lupa menghitung durasi peresentasi, yang ternyata lebih dari yang dibataskan.
Ada yang bilang, “When you lose, experience is the reward.“ Setidaknya kalau pun saya kalah, saya mendapat banyak pengalaman berharga. Saya juga mendapat ruang yang sangat luas untuk membicarakan persoalan yang menjadi salah satu perhatian saya.
Saya masih menyimpan kerikil itu di meja kerja saja, lho! Tabik.