Micin alias MSG kerap ditunjuk sebagai biang kerok yang membikin bodoh umat manusia. Micin juga, katanya, bisa menyebabkan timbulnya enyakit ini dan itu. Beberapa produsen makanan, karena itu, kemudian menjual makanan tanpa micin dan menyebutnya sebagai makan sehat. Hambar sudah pasti. Tapi laku berat. Padahal mahal.
Apakah kamu termasuk bagian dari Homo sapiens yang percaya bahwa konsumsi micin dapat membikin bodoh spesiesmu? Dari mana kamu tahu micin membuat manusia menjadi bodoh? Pernahkah kamu membaca jurnal ilmiah tentang itu?
Faktanya, citra buruk micin berawal tahun 1968, ketika The New England Journal of Medicine menerbitkan surat dari dokter Maryland bernama Robert Ho Man Kwok. Kwok menulis bahwa dia mengalami gejala yang mirip dengan reaksi alergi setiap kali dia makan dari restoran makanan Tiongkok. Ia pun mempertanyakan penyebabnya. Surat Kwok menjadi awal dari Chinese Restaurant Syndrome. Banyak orang seperti Kwok yang kemudian mengeluhkan kondisi kesehatan mereka setelah makan di restoran serupa.
Ketika generasi micinial milenial mulai lahir ke dunia, ada banyak penelitian yang menemukan bahwa micin tidak berbahaya bagi kesehatan. Satu di antaranya adalah penelitian tahun 1993, ketika para peneliti menguji 71 subjek untuk reaksi MSG dalam kaitannya dengan Chinese Restaurant Syndrome. Simpulannya, Chinese Restaurant Syndrome tidak ada hubungannya dengan konsumsi micin. Namun, propaganda antimicin sudah terlanjur menjalar ke ubun-ubun, hingga sekarang.
Lebih dari satu abad yang lalu, Kikunae Ikeda menemukan micin dari rumput laut yang ia oleh. Micin memberi rasa unik yang disebut umami. Micin adalah molekul garam yang dikombinasikan dengan asam amino L-glutamat. Molekul garam ini digunakan untuk menstabilkan komponen glutamat. Glutamat yang terkandung dalam asam amino berperan sebagai pemberi rasa umami.
Asam amino glutamat bisa kita temukan di hampir semua bahan dasar makanan, terutama makanan berprotein tinggi, seperti susu, daging merah, ikan, dan banyak sayuran. Bahan makanan lainnya yang sering digunakan sebagai penyedap alami, seperti jamur dan tomat, juga mengandung asam amino glutamat alami dalam kadar tinggi. Tubuh kita pun memproduksi asam amino glutamat dan memainkan peran penting dalam fungsi tubuh normal.
Buat saya, latar belakang pengambinghitaman micin sama halnya dengan yang pernah dialami tembakau, minyak kelapa, ganja, dan durian. Nama-nama hasil pertanian yang saya sebut tadi juga kerap dibilang sebagai biang masalah. Nyatanya, negara yang paling pertama menyebutnya sebagai masalah justru menelan ludah sendiri. Cerita selengkapnya sila baca di postingan lama saya, “Galendo Ciamis dan Konspirasi Mamarika”.
Selain produk pertanian, cerita tentang garam lokal juga tidak jauh berbeda. Indonesia, yang pada pertengahan tahun 1990-an telah berhasil mencapai swasembada garam konsumsi, sekaligus eksportir garam, kini terpaksa harus mengimpor garam. Marjinalisasi petambak garam lokal yang bukti masa keemasannya bias kita lihat di kemasan rokok Gudang Garam bisa dibaca di postingan “Jejak Gudang Garam”.
Jadi, apa kamu masih percaya kalau konsumsi micin bisa bikin bodoh atau bikin sakit ini dan itu? Saya, sih, tidak. Jadilah generasi micinial yang tidak gampang dibodoh-bohohi.
Salam micin!